Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gaji Tinggi Gak Jamin Bisa Beli Rumah, Cek dulu Pakai Rumus Ini

Pengeluaran ikut meningkat seiring bertambahnya penghasilan? Tentu ini jadi masalah tersendiri, apalagi buat yang punya impian beli rumah sejak dulu.

Kalau udah gini, gak jarang kita nekat ambil KPR rumah tanpa benar-benar menyadari, sebenarnya amankah kondisi keuangan kita waktu ambil cicilan rumah?

Alhasil, tiap bulan sebagian besar uang kita habis cuma buat bayar cicilan. Tabungan pun jadi terabaikan. Duh, sedih gak sih?

Emang sih, bagi sebagian orang punya rumah alias tempat tinggal adalah hal krusial. Semua bakal dilakukan buat bisa punya. Tapi, tentu kamu gak pengin dong terlalu terbebani dengan cicilan kredit rumah hingga gak bisa menikmati hidup, apalagi sampai puluhan tahun?

Nah, buat kamu yang dalam waktu dekat punya rencana buat beli rumah, sebaiknya pahami kondisi keuangan dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan aturan 28/36.

Eh, apa lagi tuh? Pengin tahu cara kerjanya? Simak ulasannya berikut ini.

Aturan 28/36

beli rumah

Aturan beli rumah ini sering digunakan oleh pemberi pinjaman properti. Mereka menghitung rasio utang terhadap pendapatan sebagai salah satu kualifikasi pemberian pinjaman. Rasio ini terdiri dari dua jenis, dikenal dengan istilah rasio front-end dan back-end.

Nah, sesuai namanya, tiap angka pada aturan 28/36 mewakili kedua rasio tersebut. Secara singkat, prinsip dari aturan tersebut adalah maksimum rasio front-end gak lebih dari 28 persen, sementara rasio back-end gak lebih dari 36 persen.

Rasio front-end: 28 persen

Rasio front-end adalah total pengeluaran buat keperluan sehari-hari tiap bulan. Angka rasio didapatkan dengan cara membagi total biaya keperluan per bulan buat beli rumah dibagi dengan penghasilan kotor per bulan.

Biaya tersebut meliputi nilai pokok rumah, bunga kredit, pajak, dan asuransi properti atau rumah.

Contoh kasus 1:

Penghasilan Ardi Rp 10 juta per bulan. Ardi pengin mengambil KPR dengan cicilan plus bunga per bulannya sebesar Rp 2 juta. Ardi juga perlu menyiapkan biaya pajak properti dan asuransi per bulannya sebesar Rp 500 ribu. Total pengeluaran Ardi buat huniannya adalah sebesar Rp 2,5 juta.

Rasio front-end Ardi adalah Rp 2,5 juta / Rp 10 juta  x 100 = 25 persen.

Dapat disimpulkan bahwa kondisi utang atau pengeluaran hunian Ardi masih memenuhi aturan 28/36, alias masih batas aman.

Rasio back-end: 36 persen

Selanjutnya adalah total utang. Jika rasio front-end cuma membandingkan pengeluaran buat rumah terhadap penghasilan, rasio utang ini membandingkan seluruh utang yang kamu punya termasuk cicilan kendaraan atau kartu kredit (jika ada) terhadap penghasilan.

Selanjutnya adalah rasio back-end yang gak boleh lebih dari 36 persen. Rasio ini merupakan total utang atau pengeluaran rumah bulanan ditambah dengan utang bulanan lainnya seperti cicilan kendaraan atau kartu kredit.

Seperti perhitungan rasio front-end, seluruh total utang dibagi dengan penghasilan kotor per bulan buat tahu besar rasionya.

Contoh kasus 2:

Selain rumah, Ardi punya cicilan kartu kredit sebesar Rp 700 ribu per bulan. Jika diasumsikan kondisi utang rumah Ardi sama seperti pada contoh kasus 1, total utang Ardi menjadi Rp 3 juta.

Rasio back-end = Rp 3 juta / Rp 10 juta x 100 = 30 persen.

Artinya, rasio back-end Ardi sebesar 30 persen atau kurang dari 36 persen sehingga kondisi dompet Ardi masih masuk kualifikasi aturan 28/36 alias bisa beli rumah dengan mencicil KPR.

beli rumah

Kedua kondisi 28/36 telah terpenuhi, artinya Ardi aman ambil KPR rumah. Pengajuan dia juga kemungkinan besar bisa diterima lembaga pembiayaan.

Gimana dengan perhitunganmu? Masih masuk bujet gak?

Jika ternyata pengeluaran atau utang yang kamu punya melebihi aturan 28/36, sebaiknya jangan dulu memaksakan diri beli rumah secara KPR. Sebaliknya, tunggu beberapa waktu sampai tabunganmu jadi lebih memadai buat membayar DP lebih besar sehingga cicilan yang perlu dibayar pun jadi lebih ringan.

Posting Komentar untuk "Gaji Tinggi Gak Jamin Bisa Beli Rumah, Cek dulu Pakai Rumus Ini"