Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kursi Roda Rusak, Garuda Tidak Merespon

Jakarta, Kartunet.com – “Saya kira kejadian kemarin dengan GA 205 sudah tidak sanggup dibiarkan berulang. Karena selain saya, sudah banyak sahabat sahabat dengan disabilitas menjadi korban layanan diskriminatif maskapai Garuda Indonesia,” ujar Cucu Saidah, penyandang tunadaksa yang mengalami tindak diskriminatif dalam penerbangan yang ia lakukan. Kali ini Cucu merasa tak sanggup lagi tinggal diam. Pasalnya, dingklik roda pribadinya mengalami kerusakan di beberapa bab sesudah ia melaksanakan penerbangan dengan GA 205 dari Yogyakarta menuju Jakarta (9/3).


Kerusakan dingklik roda Cucu kali ini ialah yang kedua. Sebelumnya di bulan Mei 2012, dingklik rodanya juga mengalami kerusakan sesudah melaksanakan penerbangan dengan Garuda. Meski sudah menjadi pelanggan Garuda semenjak 2005, tetap saja Cucu mengeluhkan kejadian ini. Pelayanan yang diskriminatif memang telah kerap kali dialami oleh penyandang disabilitas yang bepergian dengan maskapai domestik. Agaknya, kekurangpahaman petugas bandara dan petugas maskapai sering kali menawarkan pelayanan yang menciptakan penumpang disabilitas merasa tidak nyaman. Keharusan bagi penumpang disabilitas untuk menandatangani surat sakit ialah salah satu contohnya. Disabilitas masih saja disamakan dengan orang sakit, sehingga pihak maskapai tidak mau bertanggung jawab jikalau terjadi sesuatu dengan penumpang tersebut dalam perjalanan.


Cucu menyadari kerusakan dingklik rodanya ketika ia telah duduk di dalam taksi. Ia menyesalkan hal tersebut. Sebelum turun dari pesawat, Cucu menunggu petugas yang mengambilkan dingklik roda pribadinya hampir 30 menit, kemudian ia malah mendapati kerusakan di beberapa bab dingklik rodanya. Seharusnya barang-barang menyerupai dingklik roda atau kereta bayi sanggup disimpan di daerah yang terpisah dari bagasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan serta semoga barang-barang tersebut sanggup menjadi prioritas untuk diturunkan ketika pesawat mendarat.


Cucu sempat bercerita, bagaimana ia mencoba menghubungi Customer Service Garuda Indonesia. Meski petugas meminta data lengkap Cucu serta mencatat keluhannya, ia tidak menerima kepastian kapan keluhannya akan ditanggapi. “Saya hanya diminta menunggu kabar dari mereka, tapi hingga hari ini sama sekali tidak ada kabar apa-apa,” katanya.


Upaya lain pun telah coba Cucu lakukan. Menurut warta seorang kerabat, menyangkut urusan handling, crew, dan staf sanggup pribadi menghubungi Kantor Otoritas Bandara (KOB) Soekarno-Hatta. Cucu pun mengontak nomor yang ia dapatkan lewat website. Ia berharap masih ada sedikit tanggung jawab dari pihak bandara atau maskapai atas kerusakan dingklik rodanya. Ketika Cucu menanyakan bagaimana regulasi yang ditetapkan mengenai kerusakan barang penumpang, seorang petugas yang mendapatkan telepon Cucu- ia mengaku memegang jabatan inspektur-  menawarkan tanggapan yang ironis. ““Ini memang regulator di bawah dephub, tapi saya tidak tahu regulasinya menyerupai apa,” ujar Cucu, mengulang tuturan sang inspektur.


Peristiwa ini sudah terlalu sering terjadi, bagaikan fenomena gunung es. Dengan didorong oleh sang suami dan sejumlah rekannya, Cucu merasa perlu melaksanakan tindakan. Wanita yang sekarang menjabat sebagai Disability Right Coordinator di Austrailia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) itu ingin mengajak sebanyak-banyaknya rekan disabilitas untuk menyuarakan tindakan diskriminatif serupa yang pernah dialami. Cucu mencoba menyuarakan kejadian ini lewat jejaring sosial facebook, twitter, milis, serta menciptakan petisi pada http://www.change.org/id/petisi/maskapai-garuda-indonesia-hentikan-peraturan-diskriminatif .


Tak hanya itu, dengan dibantu oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) , Cucu pun berencana mengadakan konferensi pers hari Rabu, 13 Maret mendatang. Tujuannya semoga media sanggup membantu mensosialisasikan hak-hak disabilitas dalam bertransportasi dengan pesawat udara. Diharapkan, rekan-rekan penyandang disabilitas yang pernah mengalami kejadian serupa sanggup bergabung dan memberikan pengalamannya. Langkah ini dilakukan alasannya ialah pendekatan secara personal yang sempat dilakukan tidak membuahkan hasil yang diharapkan, baik dari pihak maskapai maupun Angkasa Pura sebagai BUMN yang mengurus duduk masalah penerbangan di tanah air.


Meski merupakan penyandang disabilitas, Cucu telah terbiasa bepergian secara berdikari baik di dalam maupun di luar negeri. Ia tak pernah diperlakukan diskriminatif ketika memakai maskapai internasional. Ia tak habis pikir, mengapa maskapai nasional tidak mengikuti standar pelayanan internasional menyerupai yang dipakai maskapai-maskapai asing. Cucu menuturkan, tindakan yang coba ia lakukan bersama rekan-rekan disabilitas untuk masalah semacam ini bukan hanya tuntutan dalam segi materi, tetapi lebih kepada perubahan secara nyata. “Saya harap dengan kita terus menyuarakan wacana peraturan di Garuda, nantinya kita juga sanggup mendorong perubahan peraturan di seluruh penerbangan domestik lainnya,” tukasnya. (RR)


Editor: Muhammad Yesa Aravena



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Kursi Roda Rusak, Garuda Tidak Merespon"