Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bencana Dapat Tiba Kapan Saja (Bagian 2)

Berita petaka di televisi mungkin hanya akan dikalahkan oleh info korupsi atau para pelopor yang sedang berdemo. Hal ini jelas, negeri kita tercinta ini memang rawan bencana! Mulai dari banjir, gunung meletus, longsor, gempa bumi, hingga kejadian yang paling konyol: serbuan ulat bulu di Bekasi. Entahlah, mungkin Tuhan memang menganugerahkan negeri ini dengan banyak problem supaya semakin kreatif. Tapi kenyataannya tidak demikian. Banyak difabel netra yang malah semakin merana alasannya ialah sedikit orang yang peduli. Tampaknya serius, ya!


Baiklah, apa sih yang tebersit dalam pikiran kau ketika mendengar kata difabel netra? Orang yang malang dan selalu bergantung pada orang lain? Atau mungkin pihak yang harus menerima santunan dan bernyanyi-nyanyi di pingir jalan? Wah, kau ketinggalan jaman! Banyak kok dari difabel netra yang berprestasi. Tapi memang harus diakui banyak orang yang berkata menyerupai itu. Sebabnya jelas: jalan masuk para difabel untuk sanggup berbagi diri yang berorientasi pada prestasi sangat minim. So, memandirikan difabel netra merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Jika difabel netra bisa berdikari di masyarakat, maka gambaran positifakan terbangun sehingga pandangan miring sanggup diminimalisasi.


Mandiri bagi difabel netra mungkin tak hanya mandi sendiri atau paling tidak bisa menjaga supaya cabai yang gres dimakan tidak nyelip di gigi. Mandiri bagi difabel lebih dari itu jikalau kita tinggal di Indonesia. Kalian tahu maksudnya kan? Coba pikir sekali lagi. Hmm…begini: Apa yang bisa kalian bayangkan jikalau ada difabel netra yang terjebak dalam situasi gempa? Menjerit-jerit, heboh, tampak galau, risau? Jangan menghakimi, tapi ada juga yang menyerupai itu.


Ya, mari berbicara problem solusi, teman! Kejadian heboh itu bantu-membantu bisa diminimalisasi jikalau difabel netra punya kemampuan menyelamatkan diri. Ini penting. Kebanyakan dari difabel belum mengetahui apa yang harus dilakukan ketika gempa berlangsung. Sedikit merefleksi gempa Jogja lalu, tak sedikit korban yang merupakan difabel usia sekolah. Maka untuk menjawab tantangan tersebut dibutuhkan pelayanan yang mengarah pada pengembangan agresi tanggap darurat yang menitikberatkan pada kemandirian difabel ketika gempa terjadi.


Tapi, bantu-membantu sebaik apapun tutor melatih agresi tanggap dadurat, akan jadi sia-sia jikalau kemampuan Orientasi dan Mobilitas (O&M) difabel belum matang. Makara memang hal pertama yang harus dilatih ialah kemampuan O&M-nya. Melatih kemampuan O&M merupakan upaya untuk mengenalkan dan memperlihatkan jalan masuk yang lebih memfasilitasi untuk sanggup menyelamatkan diri ketika tragedi tiba.


Difabel seringkali terlupakan ketika gempa melanda. Oleh alasannya ialah itu tujuan final dalam training O&M ialah membuatnya bisa memasuki setiap lingkungan yang dikenal maupun tidak dikenal dengan kondusif dan efisien. O&M mengajarkan difabel netra untuk sanggup bergerak dan menyelamatkan diri ketika orang-orang melupakannya. Adapun tujuan meningkatkan kemampuan O&M ialah supaya difabel netra sanggup bergerak dengan selamat, bergerak dengan mandiri, dan sanggup bergerak secara efektif serta efisien.



  1. A.     Bergerak dengan selamat


Kemampuan O&M akan memperlihatkan keterampilan kepada difabel netra untuk sanggup mengatasi ancaman yang terdapat di sekelilingnya. Dengan indra-indra yang terlatih, difabel netra setidaknya sanggup mengetahui bagian-bagian di lingkungannya yang kondusif untuk berlindung ataupun tempat-tempat berbahaya.


Yang perlu diperhatikan ketika gempa bagi difabel adalah[1] harus mengutamakan keselamatan kepala ketika gempa. Lindungi diri di bawah meja atau daerah tidur. Berpeganglah pada kaki meja sehingga kepala dan tubuh terlindung dari reruntuhan bangunan dan barang-barang.


Jangan panik dan terburu-buru keluar dari rumah. Jangan biarkan sesuatu menjatuhi badan, dan hati-hati dengan pecahan beling dan genting yang jatuh. Dalam keadaan panik difabel sering membahayakan diri sendiri.


Rencanakan langkah-langkah penyelamatan dari pecahan beling dan benda-benda berbahaya lainnya. Pakailah selalu sandal atau sepatu untuk penyelamatan darurat. Jaga jarak dari jendela dan barang yang gampang pecah.


Biasakan membuka pintu dan jendela ketika mulai terasa getaran. Membuka pintu dan jendela bertujuan untuk penyelamatan keluar dari bangunan. Ini untuk mencegah engsel pintu bergeser dan rusak sehingga tidak sanggup dibuka.


Matikan kompor atau api secepatnya dan pastikan benar-benar padam. Atau jikalau kesiulitan, matikan kompor sehabis gempa berhenti. Sediakan tabung pemadam kebakaran atau bejana berisi air di daerah yang terjangkau. Penuhi air di kolam mandi supaya bisa dipakai untuk memadamkan api pada ketika darurat.


Jauhi dinding yang tidak kokoh. Menjauhlah dari dinding watu ketika kita mencicipi gempa di luar ruangan. Dinding yang tidak kokoh sanggup meruntuhi badan.


Menurut Irham Hosni (1996) pengetahuan yang diberikan dalam O&M akan membuatnya selamat dalam bergerak pada situasi tersebut.[2] Dengan kemampuan O&M, difabel netra akan lebih waspada di lingkungan, terutama pada saat-saat yang berbahaya.


Kemampuan yang harus menjadi perhatian misalnya: Kemampuan mengenali jalan keluar (jika berada di dalam ruangan), kemampuan memakai tongkat, kemampuan menyeberang jalan, kemampuan membedakan suara, kemampuan membedakan bau-bauan, maupun kemampuan menentukan arah.


 


B. Bergerak dengan mandiri


Horton (1986) beropini bahwa “this (O&M training) allows them more freedom and makes them less dependent.”[3] Kemampuan O&M akan memperlihatkan pengetahuan dan keterampilan kepada difabel netra dalam bergerak, sehingga tidak banyak bergantung dan meminta sumbangan orang lain. Difabel netra pun sanggup menjadi pribadi yang independen dan tidak banyak menyusahkan orang lain dalam bermobilitas.


Saat gempa melanda, dimana kadang orang-orang di sekeliling difabel lebih mementingkan diri sendiri, difabel setidaknya sanggup berbuat sesuatu untuk menyelamatkan dirinya secara independen. Permasalahan lain yang dihadapi difabel ialah kesempatan mereka untuk menyelamatkan diri pada situasi panik sangatlah terbatas alasannya ialah tidak tersedianya alat transportasi yang aksesibel bagi mereka.


Selain itu, bahwa sistem penyelamatan tragedi yang ada belum memperhitungkan keberadaan para kelompok rentan termasuk di dalamnya difabel. Sistem penyelamatan tragedi yang ada masih berdasar pada penyelamatan terhadap masyarakat normal. Untuk itu perlu didesain sebuah sistem penyelamatan tragedi yang memperhitungkan keberadaan para kelompok rentan (vulnerable group) yang mencakup antara lain anak-anak, ibu hamil, lanjut usia dan difabel (Fuad, 2006)[4]. Dan paling tidak memperlihatkan training kepada difabel untuk sanggup memperluas jalan masuk penyelamatan.


 


C. Bergerak dengan efisien dan efektif


Difabel netra dalam bergerak dan bepergian tidak menurut pada coba-coba tetapi gerakannya terarah kepada tujuan. Ia akan menentukan jarak dan waktu yang paling pendek dan sedikit bergerak. Oleh alasannya ialah itu, dalam menuju tujuan tersebut difabel netra harus bisa menggunaan indra yang masih berfungsi dengan baik. Indra yang masih berfungsi ini dipakai untuk menangkap informasi dari lingkungan.


Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika pembinaan adalah[5] tutor perlu memperhatikan tingkat Orientasi dan Mobilitas difabel netra. apabila ia sudah mempunyai kemampuan O&M yang baik, maka tutor perlu memperlihatkan informasi mengenai teknik penyelamatan diri. Akan tetapi jikalau difabel netra belum mempunyai kemampuan O&M yang baik (belum sanggup menyelamatkan diri secara mandiri), maka dibutuhkan pendamping khusus atau sobat yang bertanggung jawab yang sanggup menolong difabel.


 






[1]Puthut (ASB Indonesia). 10 Saran Keselamatan Menghadapi Gempa Bumi. Sahabat. Edisi 3, April 2011.




[2]Irham Hosni. (1996). Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.h.59.




[3]Horton, J. K.. (1986). Community Based Rehabilitation of The Rural Blind (A Training Guide for Field Workers). New York, USA: Helen Keller Internasional, Inc.h.9.




[4]Saru Arifin. (2008). Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel (Studi Kasus di KabupatenBantul, Yogyakarta). Jurnal Fenomena Volume 6-Nomor 1-Maret 2008. http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id.




[5]ASB. (2009). AHA, Sekarang Aku Bisa. ASB Indonesia. h. 11.





Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Bencana Dapat Tiba Kapan Saja (Bagian 2)"