Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

To Infinity And Beyond

Bagi penggemar dongeng petualangan seru dan epik Toy Story yang kini sudah hampir menuju seri keempat atau bagi yang pernah menonton salah satu seri kartun tersebut, mungkin sudah mengenal salah satu sahabat Woody yang berjulukan Buzz Lightyear. Mungkin juga sudah familiar dengan frase yang sering diucapkan Buzz, “to infinity and beyond,” dalam bahasa Indonesia yang kita dengar ketika menonton versi dual bahasanya atau melihatnya di subtitle biasa diterjemahkan dengan “menuju tidak terbatas dan melampauinya.” Frase ini sering kali diucapkan Buzz dengan penuh percaya diri dan optimisme dalam setiap aksi-aksi lucunya sehingga cukup mengusik, pun, tidak ada salahnya kalau mencoba memahami arti dari frase itu lebih dalam. Frase ini bekerjsama mempunyai arti yang amat filosofis, perlu menggunakan logika sedikit untuk paham apa maksud hal tersebut, menyerupai para filsuf dahulu kala memikirkan ihwal infinity, ketidakterbatasan. Buzz berkata untuk menuju tidak terbatas, satu poin disini yang harus dipahami yaitu bagaimana kita bisa menuju atau menggapai hal yang tidak terbatas itu kalau hal tersebut tidak mempunyai ujung atau titik simpulan alasannya tidak terbatas? Lebih menarik lagi yaitu bagaimana pula bisa melampauinya kalau menggapainya pun sulit bahkan tidak mungkin? Apakah hal yang kita temukan dibalik yang tidak terbatas itu akan membuat kita terkejut? Mungkin saja.


Bagi penggemar dongeng petualangan seru dan epik Toy Story yang kini sudah hampir menuju se To Infinity and Beyond
penulis: kiri (ungu) dan tokoh inspiratif: kanan (jingga)

Baiklah, tidak bermaksud mengajak sakit kepala atau memutar bola mata kini alasannya merumitkan satu frase yang kita anggap sepele selama ini, mari kita kesampingkan dulu hal itu dan menyimak kisah ihwal keterbatasan dan bagaimana melampauinya. Kisah ini yaitu ihwal seorang sosok yang mengajarkan ihwal ketulusan kepada yang Mahakuasa dalam setiap perbuatan dan dalam setiap keterbatasan yang ia sadari, bahkan sebelum kisah  ini mulai diceritakannya, beliau meminta waktu untuk berdoa dengan khusyuk. Sebuah pelajaran yang menyentil bahwa mungkin berbuat tanpa niat tanpa memohon izin pada Sang pencipta lah yang menjadi alasan pada setiap perbuatan yang dirasa menjadi kurang bermakna.


Kisah ini dibawakan khusus untuk setiap orang yang sedang berjuang melampaui hal yang sebelumnya belum pernah berhasil ditaklukan. Maka, mari kita kembali “look in” melihat pada diri sendiri ihwal keterbatasan apa yang kita miliki dan apa yang sanggup kita perbuat sebelum melihat keluar alasannya semua berawal dari hal yang kecil, dari diri sendiri. Semua akan lebih gampang untuk ditata dari bawah. Dari bawah kemudian menjulang ke atas. Dari hal kecil kemudian bertumbuh besar. Dan di setiap detik kita berproses.


Berawal dari mimpi dan kerja keras sosok ini berhasil lulus dengan meraih IPK tertinggi, yaitu 3.98. Tidak hanya itu, kerja keras yang dilakukannya selama ini berhasil mengantarkannya ke Jerman selagi duduk di dingklik kuliah dan Belanda untuk meneruskan S2. Namun, yang paling mengagumkan yaitu beliau lebih banyak memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Ajaibnya, sosok ini bukanlah seorang gemar memberi kaya-raya dengan uang melimpah. Dia hanyalah anak pasangan petani di sebuah desa di Yogyakarta yang dengan segala keterbatasan keluarganya, beliau sungguh ingin bermanfaat bagi desanya sendiri. Ternyata memang benar ketika kita bermanfaat bagi orang lain dan mencurahkan buah pikiran kita untuk orang lain maka Yang Mahakuasa yang akan memikirkan diri kita. Tidak tanggung-tanggung, rejeki tercurah untuknya melalui usaha jus organik yang dirintisnya untuk membuka lapangan pekerjaan di desa, beliau bisa pergi ke Jerman untuk menghadiri pertemuan ilmiah. Setelah berhasil mendapat beasiswa S2 ke Belanda, tak disangka beliau mendapat dana pendidikan yang nilainya cukup besar dan tidak pernah terpikirkan. Benar juga dan sungguh benar bahwa kita memang tidak perlu menunggu kaya sekali untuk berbagi, tidak perlu menunggu berakal sekali untuk bermanfaat.


Sosok satu ini memang pekerja keras dan abdi bagi desanya sendiri. Setiap minggu, beliau selalu meluangkan waktu untuk mengajar belum dewasa di desanya untuk baca tulis Al-qur’an. Hal ini yang memaksa dirinya untuk selalu pulang setiap pekan ada atau tidak ada uang, ada atau tidak ada waktu. Walaupun berasal dari keluarga petani yang tergolong ekonomi bawah, hatinya tidak ikut miskin. Sebaliknya, beliau mempunyai hati yang kaya akan nilai-nilai kehidupan yang selalu ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Sang ibu yang penyabar selalu menanamkan kepadanya untuk memanfaatkan sebaik-bainya segala kesempatan yang ada. Sang ibu mempunyai keyakinan dan pandangan yang besar akan masa depan anak-anaknya. Sedari kecil sang ibunda selalu mendorongnya untuk terus mencar ilmu dan tidak malas sebagai bentuk syukur alasannya susukan pendidikan ketika itu dadapatnya dengan cuma-cuma. Tidak peduli hujan sederas apapun atau keadaan anaknya yang sedang sakit, ibunda selalu mengantarkan dan memaksa buah hatinya untuk pergi TPA setiap sore. Walaupun ketika itu, ibu dan anak itu harus kembali ke rumah alasannya tidak ada satupun temannya yang tiba bahkan ustadzah pun tidak hadir alasannya derasnya hujan. Sementara sang ayah yang tegas selalu menanamkan disiplin pada anaknya. Ketika memang waktunya belajar, maka tidak ada alasan lain untuk tidak belajar. Setiap pagi yaitu waktu untuk membantu sang ayah di sawah, maka beliau harus pergi membantu. Sosok kedua orang tuanya yaitu sosok yang hebat meskipun sang ibu tidak lulus SD sedangkan ayah hanya lulusan SMP. Keterbatasan ilmu yang dimiliki pasangan suami isteri itu tidak menghalangi mereka untuk sanggup mendidik anak-anaknya dengan pelajaran kehidupan. Ternyata, siapapun bisa menjadi orang renta yang berhasil mendidik anak-anaknya, tidak selalu orang renta yang berpendidikan tinggi yaitu yang berhasil.


Menurutnya, hidup yaitu perjuangan. Namun, usaha tanpa adanya santunan orang lain hanyalah sia-sia. Oleh kesudahannya beliau merasa puas dan senang apabila bisa membantu orang lain dibandingkan mendapat prestasi untuk dirinya sendiri. Dia menentukan mengabdi di desa dan aktif dalam karang taruna untuk menebarkan nilai-nilai kebaikan pada belum dewasa dan cukup umur desa daripada mencari-cari prestasi di luar sana tetapi cowok desanya terbengkalai. Tuhan memang selalu menjawab setiap doa dan tidak akan membiarkan hambanya merugi apabila telah melaksanakan kebaikan dengan tulus. Walaupun beliau gagal mendapat gelar mahasiswa berprestasi, Allah mengatakan kebesaran Nya menggantinya dengan yang jauh lebih baik dan tidak terduga, di semester lima beliau berangkat ke Jerman.


Sosok yang sangat menginspirasi ini yaitu Angga Dwituti Lestari, mahasiswa Universitas Sebelas Maret angkatan 2010 jurusan biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kisah di atas bisa menjawab pertanyaan kita di awal tadi ihwal ketidakterbatasan. Mbak Angga salah satunya yang sanggup menggenggam ketidakterbatasan kemudian melampauinya. Mbah Aristoteles pernah bilang bahwa infinity itu terbagi dua, yaitu potential infinity dan actual infinity. Memang penulis bukan mahir matematika yang bisa menjabarkan hal ini menggunakan teori-teori matematika, tetapi kita bisa mulai memahami bahwa  potential infinity itu yaitu hal yang terus bertambah menjadi tidak ada habisnya. Seperti tukang roti yang selalu memproduksi puluhan roti setiap hari, padahal yang bisa dibeli hanya 2 potong roti saja setiap harinya. Di toko tukang roti itu niscaya ada tumpukan roti yang terus bertambah setiap hari alasannya jumlah produksi selalu lebih banyak daripada yang dibeli setiap hari. Begitu setiap harinya hingga jumlah roti sangat banyak, terus bertambah, tak bisa terhitung, tak terbatas. Namun, ada yang benama actual infinity, bagaimana kalau kita menjadi astronot dan bisa melihat bumi dari atas, maka langit yang kita anggap tidak terbatas alasannya tak bisa kita gapai sekalipun pergi ke puncak tertinggi di bumi yaitu hal yang bekerjsama mempunyai tepi paling luar, yang berarti mempunyai batas. Mbak Angga, pernah menganggap pergi keluar negeri yaitu hal yang infinite ketika beliau masih belia alasannya bahkan luar negeri itu apa pun beliau tidak mengetahuinya, beliau tidak tahu batas Indonesia hingga mana. Namun, sehabis beliau berhasil memahami dirinya dan melihat keluar dirinya hingga batas terluar dari yang beliau bisa lakukan beliau mencoba meraihnya dan melampauinya. Kita hidup di dalam ketidakterbatasan, kita akan selalu mencari tepi terluar dari yang kita bisa lakukan dan mencoba untuk meraihnya, sekali kita meraihnya, proses masih terus berlanjut hingga kita bisa melampauinya kemudian mencari tepi yang terluar lagi hingga waktu kita habis. Begitu seterusnya hingga bekerjsama kita bisa meraih actual infinity sambil terus membuat potential infinity walaupun kita tidak menyadari hal itu.


Manusia memang makhluk yang sangat kecil dibanding ketidakterbatasan alam semesta dan dihadapan Allah. Segala yang kita perbuat tak ada yang patut dibanggakan alasannya sungguh akan hancur kalau Allah menghendaki. Begitupun ketika kita berdoa, belum tentu memang semua impian kita dikabulkan oleh Allah, walaupun kita sudah berencana sebaik-baiknya, berjuang sekeras-kerasnya. Manusia tidak bisa melaksanakan apapun kalau memang tidak diizinkan. Namun, insan dibekali dengan rasa ingin tahu, kita ingin tahu dimana tepi terluar yang bisa kita jangkau dan berusaha menuju kesana dengan akal, hati, dan naluri kita, tetapi insan tidak tahu apakah langkah yang diambil yaitu yang terbaik untuknya. Ketika memang doa kita belm dikabulkan mungkin alasannya memang yang kita harapkan bukan yang terbaik untuk kita. Tapi ingat, Allah juga berjanji ketika satu doa dipanjatkan maka ada tiga kemungkinan yang muncul, dikabulkan dengan segera, ditunda, atau diganti dengan yang lebih baik. Jadi, tidak perlu takut usaha akan sia-sia alasannya kita mustahil akan merugi sehabis melaksanakan kebaikan sembari mencari titik limit kita dan melampauinya.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "To Infinity And Beyond"