Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Faisal, Kegigihan Melukis Kalahkan Cerebral Palsy

 Keterbatasan bukanlah penghalang bagi seseorang untuk berkarya Faisal, Kegigihan Melukis Kalahkan Cerebral Palsy


Depok, Kartunet — Keterbatasan bukanlah penghalang bagi seseorang untuk berkarya. Nampaknya, sepenggal kalimat inilah yang menciptakan Faisal Rusdi-seorang pelukis disabilitas- terus menghasilkan karyanya sampai kini. Meski kakinya tak bisa berjalan semenjak lahir, meski kedua tangannya tak berfungsi optimal, meski ia harus memakai mulutnya untuk menggenggam kuas lukis, toh nyatanya Faisal bisa menggoreskan warna-warni dunia di atas kanvas putih sampai berkembang menjadi lukisan yang indah.  Bahkan, lewat keterlibatannya sebagai pelukis AMFPA (Assosiation of Mouth and Foot Painting Artist), karya-karya Faisal telah dipasarkan di seluruh dunia.


“Anak umur satu tahun kan biasanya udah bisa berdiri. Nah, kalau saya masih jatuh-jatuh terus,” ujar Faisal, menceritakan awal mula kisah hidupnya sebagai disabilitas. Faisal memang penyandang cerebral palsy (CP) semenjak lahir. CP ialah sebuah gangguan pada fungsi otak dan system syaraf yang menjadikan kelumpuhan fungsi motorik sehingga menghipnotis koordinasi otot. Orang tuanya gres mengetahui kenyataan itu ketika ia berusia sekitar satu tahun.


Seperti kebanyakan keluarga yang mempunyai anak disabilitas, keluarga Faisal pun kerap kali membawa putra pertama dari lima bersaudara itu untuk berobat dan terapi. Mereka berharap perjuangan tersebut akan membawa Faisal pada kesembuhan. Meski tak menawarkan hasil yang diharapkan, Faisal kecil tak terlalu peduli. Namun, beranjak remaja, ia mulai mencicipi perbedaan antara dirinya dan teman-temannya. “Dulu sempat merasa ingin bisa berjalan lagi,” tutur Faisal.


Ketika kecil, Faisal berjalan dengan cara merangkak, yakni bertopang pada kedua telapak tangan dan lututnya. Selama dua bulan sehabis dikhitan pada usia 14 tahun, Faisal menjadi jarang bergerak. Bila berpindah dari satu tempat ke tempat lain, ia lebih banyak digendong oleh anggota keluarganya. Tak disangka, semua itu menciptakan sebagian syaraf belakang tubuhnya menjadi lebih kaku. Tubuh kepingan belakangnya terasa berat ketika ia mencoba merangkak lagi. Walhasil, Faisal sekarang lebih banyak bergerak dengan cara merayap, yaitu dengan bertumpu pada siku dan perutnya.


Faisal tumbuh menyerupai belum dewasa disabilitas lainnya. Setelah lulus dari YPAC-D Bandung, yang setara tingkat SMP, ia memutuskan untuk berhenti sekolah. Keputusan ini diambilnya lantaran kondisi fisiknya dirasa kurang memungkinkan untuk mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sebagai gantinya, laki-laki kelahiran 2 November 1974 itu berniat memperdalam kemampuan melukisnya. “Ada guru yang sempat menyarankan saya untuk ikut kursus keterampilan elektronik, menyerupai servis radio. Tapi, kondisi tangan saya kurang memungkinkan untuk memutar obeng. Lagi pula , saya juga sudah hobi menggambar semenjak kecil,” katanya, mengungkap alasannya menentukan jalur lukis.


Akhirnya, Faisal menentukan untuk ikut serta dalam Sanggar Lukis Rangga Gempol, Bandung. Sanggar itu milik pelukis populer almarhum Barli. Di sana, ia mendapatkan perlakuan diskriminatif. Faisal selalu saja ditempatkan di ruang terpisah ketika hendak berguru melukis. Agaknya hal ini disebabkan lantaran para pengajar di sanggar tersebut beranggapan bahwa Faisal akan kesulitan mengikuti pelajaran. “Kalau teman-teman disuruh menggambar orang dengan mencontoh pada objek langsung,  saya hanya disuruh mencontoh lewat buku,” dongeng Faisal.


Perlakuan diskriminatif itu tak lantas menciptakan Faisal patah arang dalam belajar. Ia terus mengasah kemampuan melukisnya dari waktu ke waktu, berpindah dari satu sanggar ke sanggar berikutnya, dari satu guru ke guru yang lain. Salah satu guru Faisal mengakui bahwa ternyata jikalau diberikan kesempatan, Faisal pun bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Bahkan, kian hari lukisan Faisal semakin mengalami peningkatan. Terkadang, Faisal memakai kemampuannya untuk menggambar kartu ucapan tahun baru, Valentine, Idul Fitri dan lain-lain untuk kemudian dijual secara mandiri. Tahun 1995, ia pun diminta salah satu guru lukisnya untuk mengikuti ekspo bersama. Sejak itulah, ia mulai memutuskan untuk terjun ke dunia lukis profesional dan memperoleh penghasilan dari hobinya itu.


Awalnya, Faisal masih melukis dengan tangan kirinya. Tapi sekitar tahun 2000, ia mulai mencoba berlatih lukis dengan mulut, yang ternyata baginya terasa lebih nyaman. Melukis dengan tangan kiri yang mempunyai keterbatasan gerak menciptakan Faisal lebih cepat letih. “Ternyata melukis dengan lisan menciptakan ruang gerak saya lebih leluasa lantaran hanya berporos pada leher saja, nggak perlu menggerakkan tubuh,” ujar suami dari Cucu Saidah itu.


Bagi Faisal, lisan memang sangat membantunya dalam beraktivitas sehari-hari. Oleh lantaran itu, menggenggam kuas lukis dengan lisan pun tak terlalu menjadi hambatan berarti. Ia mengakui, pada masa awal ia sering kali tersedak kuas lukisnya. Meski demikian, latihan yang intensif menciptakan Faisal semakin terampil menarikan kuasnya di atas kanvas, menorehkan banyak sekali bentuk garis, mewarnai dengan rapi, bahkan menciptakan lukisan Chinese Painting yang dikenal rumit. Dengan segala keterbatasannya, ia tetap bisa menuntaskan lukisan berukuran 1 M x 70 cm dalam waktu tiga minggu.


Tahun 2002, atas saran sang guru, Faisal pun mengirimkan aplikasinya untuk bergabung menjadi anggota AMFPA (Assosiation of Mouth and Foot Painting Artist). AMFPA didirikan tahun 1956 oleh suatu grup pelukis di Eropa, yang melukis dengan lisan atau kaki lantaran tangannya tidak berfungsi dengan baik. Organisasi yang berpusat di Swiss ini sekarang telah mempunyai 750 anggota di 75 negara. Di Indonesia sendiri hanya terdapat 9 orang pelukis yang tergabung dalam AMFPA, termasuk Faisal.


Faisal merasa beruntung lantaran terlibat dalam AMFPA. Pasalnya, setiap anggota hanya diberikan kewajiban untuk mengirimkan karyanya tiap bulan, kemudian AMFPA yang akan mengurus penjualannya. Anggota hanya diminta mengirimkan karya asli mereka, kemudian AMFPA akan mencetaknya dalam bentuk kartu ucapan, kalender dan lain-lain. Setelah dipasarkan di seluruh penjuru dunia, hasilnya akan dikembalikan lagi pada tiap pelukis. AMFPA sangat memahami kondisi disabilitas tiap anggotanya, sehingga mereka tidak menargetkan jumlah lukisan tiap bulan yang harus dikirimkan. Pada prinsipnya, lebih produktif lebih baik, lantaran yang terpenting bukan kuantitas tetapi kualitas. “Jadi kami nggak minta dikasihani. Tetapi yang mereka nilai itu kualitas karya kami,” kata Faisal.


Kepiawaian Faisal menggoreskan kuas sempat menarik perhatian Jokowi, sampai menciptakan salah satu lukisannya dibeli oleh politisi yang sekarang menjadi Gubernur DKI Jakarta itu. Pada hari jadi kota Solo tahun 2008, Faisal mengikuti kegiatan demo lukis di area balai kota Solo. Saat itu, Jokowi yang masih menjabat sebagai wali kota Solo menghampiri Faisal yang sedang melukis dengan tengkurap di atas tikar dan menggigit kuas. Menurut Faisal, Jokowi tak banyak berkomentar—ia hanya memperhatikan Faisal yang melukiskan gedung balai kota, kemudian menyampaikan bahwa ia menyukai warna lukisan Faisal yang natural. “Pak Jokowi bilang, sehabis lukisan selesai, saya diminta masuk ke dalam gedung balai kota dengan membawa lukisan saya,” dongeng Faisal.


Pengalaman Faisal yang telah malang melintang di dunia lukis telah mengangkat namanya di sejumlah media. Beberapa waktu kemudian misalnya, Faisal pernah tampil di sebuah program pencarian bakat, berkolaborasi dengan Vina Candrawati—sang pelukis pasir. Faisal bercerita, bagaimana Denny Darko—suami Vina yang juga merupakan pelukis pasir tiba ke kediamannya di tempat Karet, Jakarta Selatan, untuk mengutarakan maksudnya berkolaborasi dengan pelukis AMFPA. Sebenarnya, Faisal juga tidak terlalu jago melukis pasir, tapi baginya anjuran ini menjadi tantangan tersendiri. Dengan persyaratan diberikan waktu untuk berinteraksi dan berlatih terlebih dulu bersama Vina, Faisal pun mendapatkan anjuran tersebut. “Selain itu, saya juga menyampaikan supaya anjuran ini bukan eksploitasi semata. Saya ingin diberikan kesempatan untuk bisa menyisipkan isu-isu disabilitas pada ketika program berlangsung,” dongeng laki-laki yang juga merupakan pelopor hak-hak disabilitas itu.


Kini, tak kurang dari 200 lukisan telah ia hasilkan. Tiap bulan, ia mengirimkan satu atau dua lukisan pada AMFPA. Royalti hasil penjualan tersebut pun bisa ia nikmati. Selain mendapatkan pesanan lukisan secara individu, Faisal juga rajin mengikuti kegiatan demo lukis dan ekspo di banyak sekali daerah, menyerupai Bandung, Jakarta, Solo, Yogyakarta, bahkan Jepang dan Singapura.


Mengamati kesuksesan Faisal di dunia lukis, redaksi pun bertanya, bagaimana pendapat Faisal mengenai peluang penyandang disabilitas untuk sanggup hidup berdikari lewat jalur lukis. Menanggapi pertanyaan tersebut, Faisal pun memberikan pendapatnya.  “Semua kembali pada kita sendiri. Selama kita bekerja keras, tetap fokus, dan memahami menyerupai apa proses penjualannya, saya pikir niscaya ada jalan. Yang penting kita mempunyai aksara yang kuat. Itulah yang perlu ditanamkan pada kolektor kita,” jelasnya.


Masih ada sejumlah harapan yang ingin Faisal wujudkan dalam dunia lukis. Selain ingin mengadakan ekspo tunggal, Faisal pun ingin suatu hari sanggup membuka sanggar lukis sendiri. Di samping itu, ia dan para anggota AMFPA di seluruh Indonesia berencana mengadakan ekspo bersama tahun ini. “Mudah-mudahan acaranya bisa berlangsung sekitar bulan Oktober atau November tahun ini,” katanya. (RR)



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Faisal, Kegigihan Melukis Kalahkan Cerebral Palsy"