Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ade Kurniawan, Karunia Terindah Dari Tuhan

Saya mengenalnya ketika semester awal kuliah di Universitas Riau Ade Kurniawan, Karunia Terindah dari Tuhan

Saya mengenalnya ketika semester awal kuliah di Universitas Riau, sekitar bulan Juli tahun 2000. Dia terdaftar sebagai mahasiswa hasil PBUD (Penelusuran Bibit Unggul Daerah). Mungkin beberapa tahun sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Mahasiswa Undangan. Ya, prestasi akademisnya yang selalu menanjak naik, menciptakan beliau berhak mendapatkan satu bangku gratis di universitas negeri ternama di propinsi kami.


Awal-awal perkenalan dulu saya betul-betul tidak menyadari kalau beliau sedikit ‘berbeda’ dengan kami. Karena memang jikalau tidak diperhatikan dengan seksama, kita tidak akan menyadari sedikitpun bahwa beliau istimewa. Percayakah anda jikalau saya bilang, “saya gres tahu Ade itu ‘berbeda’ pada tahun 2005 ?” Ya, itu yakni sebenarnya. Saya gres sadar beliau itu ‘istimewa’ ketika menonton pertandingan bola di Pekanbaru. Ketika mereka turun minum ke pinggir lapangan, dikala itulah saya ‘baru’ tahu, bahwa beliau ‘berbeda’. Sampai-sampai teman menyoraki saya “kemana aju luuu ?” Ya, gimana ya ? Habisnya sehari-hari beliau itu menjalankan aktifitas menyerupai mahasiswa lain pada umumnya. Bahkan beliau mengendarai sepeda motor dengan sangat baik. Kaprikornus bukan salah saya donk kalau ga tahu ? *pledoi*


Kejutan yang tidak diharapkan


Rabu, 10-Jun-1981, bunyi nyaring bayi pria memecah kesunyian subuh. Dibantu oleh seorang bidan desa, Ade kecil dimandikan kemudian diserahkan kepada sang ibu untuk disusui. Demi menjaga kesehatan ibu, kondisi Ade kecil yang ‘istimewa’ itu di ‘sembunyikan’ terlebih dahulu. Nenek dan anggota keluarga lainnya setuju untuk merahasiakan keistimewaannya hingga ibu dianggap ‘kuat’. Kaprikornus setiap harinya, nenek memandikan dan menggantikan popok Ade kecil dengan telaten. Ditiap malam ba’da Isya Papa selalu mengundang alim ulama untuk memberi tausyiah seputar Qada dan Qadar Allah. Berusaha memberi masukan positif kepada semua pihak, bahwa kekurangan fisik yang di miliki Ade yakni kehendak Allah yang harus diterima dengan lapang dada. Lima belas hari berlalu, ibu ternyata telah tak sabar untuk mengurus bayinya sendiri. Dia keberatan dengan kondisinya yang telah berpengaruh namun masih bergantung kepada nenek. Saat-saat yang menegangkan pun datang. Sebelum memperlihatkan Ade kecil kepada ibu, nenek berbicara dengan lembut didampingi Papa dan keluarga lainnya.


“Ti, kamu jangan berkecil hati. Tuhan Allah sedang menguji kito semua, anak kamu diberi keistimewaan, bukan alasannya yakni benci atau pun menghukum. Tapi alasannya yakni Dio percayo, kita bisa menjago amanahNYO dengan baik”


Ibu bergeming. Tidak mengerti. Namun hatinya berfirasat, ada sesuatu yang tidak biasa tengah terjadi. Ditatapnya mata bening Ade kecil yang memandangnya polos, diiringi kicauan lucu yang meluncur dari lisan mungilnya. Sorot kecerdasan terpancar dari kedua bola mata itu. Ibu membaringkan Ade kecil ke pembaringan, dan perlahan membuka kain bedong. Dia terperangah, menahan nafas, berusaha keras biar riak yang mengambang tidak luruh di pipinya. Putra bungsunya terlahir dengan tangan buntung sebatas siku.


Dunia terasa jungkir balik, beliau menangisi nasip anaknya berkali-kali. Menyesali diri yang – mungkin – pernah salah langkah terhadap orang lain. Namun semua itu sumir, tiada yang niscaya selain takdir Allah yang menggariskan beliau harus membesarkan seorang anak yang ‘istimewa’.


Istimewa, tapi tidak diistimewakan


Lahir dengan keistimewaan, tidak lantas menciptakan Ade kecil tumbuh dengan keistimewaan. Oleh Mama dan Papa beliau dididik dan diperlakukan sama dengan dua saudaranya yang lain. Bahkan kalau boleh dibilang, mereka bisa dikategorikan ekstrim kala itu. Ade kecil tidak pernah dihentikan melaksanakan apaupun, menyerupai memainkan palu, memaku kayu, memotong dengan pisau dan benda-benda tajam lainnya. Dia dibebaskan memakai semua peralatan yang ada di bengkel Papa, namun didalam pengawasan penuh oleh Papa dan anggotanya. Bahkan, dibandingkan abangnya yang selisih 5 tahun diatasnya, Ade kecil lebih cepat bisa mengendarai sepeda dan juga sepeda motor. Kepercayaan dan kesempatan. Itulah kunci utama bagaimana Ade bisa melaksanakan itu semua.


Fisik Minim, Prestasi Maksi


Dibandingkan dengan kakak dan abangnya, Ade berhasil tumbuh dengan banyak prestasi. Bahkan dengan bangganya Papa bercerita bahwa beliau beberapa kali terpanggil kesekolah untuk mendapatkan piagam penghargaan atas prestasinya di sekolah. Dari sekian banyak aktivitas sekolah yang ada, sepakbola yakni yang paling beliau suka. Ini jugalah yang berhasil mengantarkannya mengunjungi beberapa propinsi di tanah air guna mengikuti beberapa ajang tingkat nasional. Tercatat sekitar lima piagam sebagai pemain terbaik telah di raihnya.


Setelah menikah, beliau mundur dari dunia pesepakbolaan, dan menentukan untuk fokus pada pekerjaan guna menafkahi istri dan anaknya. Saat ini beliau dipercaya sebagai Mechanical Electrical di PT.Green Planet Indonesia. Meskipun beliau berkata mundur dari dunia persepakbolaan, namun anjuran untuk main itu selalu ada. Yang teranyar yakni ketika beliau mengikuti ajang pertandingan futsal di Peparnas IV di Pekanbaru, Riau tahun 2012 lalu. Bertindak sebagai kapten, Ade berhasil menyarangkan beberapa gol ke gawang lawan.


“Walaupun cabang yang gres dipertandingkan, namun jajaran instruktur mengharapkan hasil yang maksimal dari timnya Adapun pemain futsal Riau diantaranya Tengku Zamhur, Almaizar Aria, Kurniadi, Edi, Mario, Rinto dan Frengky (kiper), Ipong, Kurniawan, Herianto dan Ade Kurniawan.”- baca di sini.


“Namun, jelang babak final di menit ke-30, Kapten Riau Ade, yang menggiring bola dari tengah lapangan, pribadi membobol gawang Papua, 3-2. Gol tergolong mengejutkan ini menjadi pemicu semangat bawah umur Riau. Hanya selang 4 menit kemudian, lagi-lagi Ade membobol gawang Papua. Gol penyeimbang ini hasil kemelut di lisan gawang Papua, yang dimanfaatkan maksimal oleh bawah umur Riau. Hasil imbang 3-3 ini berakhir hingga babak kedua selesai” – baca di sini.


Medali Emas di Hati


Meskipun dikala itu Ade tidak berhasil membawa tim futsal Riau meraih medali emas dalam Peparnas 2012, namun selamanya beliau akan meraih medali emas di hati kami. Khususnya saya, yang telah 6 tahun menjadi istrinya. Dan insya Allah hingga kematian nanti hingga maut memisahkan kami berdua. Karena saya yakin, berbekal kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepadanya, Ade akan selalu menjadi karunia terindah dari Tuhan bagi kami sekeluarga.


Saya mengenalnya ketika semester awal kuliah di Universitas Riau Ade Kurniawan, Karunia Terindah dari TuhanSaya mengenalnya ketika semester awal kuliah di Universitas Riau Ade Kurniawan, Karunia Terindah dari Tuhan



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Ade Kurniawan, Karunia Terindah Dari Tuhan"