Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dari Jualan Vape, Kini Juul Menjelma Jadi Perusahaan Bernilai Rp 553 Triliun

Popularitas vaping yang semakin melambung membuat startup Juul asal Amerika Serikat (AS) kini memiliki valuasi US$ 38 miliar atau setara Rp 553 triliun. Lonjakan itu gak terlepas dari investasi sebesar US$12,8 miliar dari pembuat Marlboro, Altria.

Ledakan popularitas vaping di kalangan remaja dan populasi secara keseluruhan juga membuat mereka menguasai lebih dari sepersepuluh pasar korporasi publik.

Juul mengklaim dapat membantu orang beralih dari merokok yang dinilai berbahaya, ke vaping yang diklaim lebih sehat. Namun, pada kenyataannya, perangkat aluminium kecil itu justru menyebabkan sebagian orang menjadi perokok aktif.

Techcrunch menyebutkan, Penelitian dari Sekolah Kedokteran Geisel Dartmouth pada 2014 menemukan,vaping membuat lebih banyak orang merokok daripada lepas dari benda tersebut.

Berdasarkan data Nielsen, Juul mengendalikan 75% pasar rokok elektronik, meningkat dari 27% pada September tahun lalu. Sejak itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menyebutkan, persentase siswa sekolah menengah yang telah menggunakan rokok elektronik dalam 30 terakhir telah tumbuh 75%. Itu setara dengan sekitar 20% (3 juta remaja) anak berusia sekolah menengah.

Menurut CNBC, pendapatan Juul di 2018 ini mencapai sekitar US$ 1,5 miliar. Selain konsekuensi kesehatan, Juul memiliki strategi yang membuatnya mudah diterima di pasar. Orang tua, regulator, dan calon pengguna vape perlu memahami strategi tersebut agar dapat menekan angka penggunanya.

1. Dapat Dibagikan

Ketika mencoba rokok pertama kali, ada rasa terbakar pada tenggorokan, baunya pun akan tinggal pada pakaian dan jari Kamu. Untuk menyalakannya pun diperlukan korek, yang belum tentu tersedia di beragam tempat.

Lain halnya dengan rokok elektrik yang hanya membutuhkan baterai untuk menyalakannya. Rasanya juga dinilai lebih lembut di tenggorokan dan uapnya tidak meninggalkan bau. Untuk mencobanya, seseorang hanya butuh satu isapan dari teman yang memilikinya.

Kemudian, yang paling penting, rokok elektrik tampak lebih sehat. Namun, kenyataannya tidak begitu. Ada beberapa orang yang jadi mengisap Juul setiap hari karena mencobanya pada suatu kesempatan. Benar, rokok elektrik seperti Juul bersifat adiktif, sama seperti rokok pada umumnya.

2. Dapat Disembunyikan

Rokok mudah patah bila diletakkan di tempat-tempat tertentu, seperti kantung celana ataupun baju. Selain itu, terdapat larangan merokok di berbagai fasilitas publik, tetapi hal yang sama belum berlaku untuk rokok elektrik. Karena terbuat dari logam, vape sulit dihancurkan.

Ia juga tak butuh korek, hanya mengandalkan baterai bila akan digunakan sehingga tak menarik perhatian. Baterainya pun dapat diisi ulang. Hal-hal tersebut membuat rokok elektrik mudah disembunyikan.

3. Didistribusikan

Ketika sebungkus rokok sudah habis, tidak ada lagi yang tersisa. Namun, dengan Juul, konsumen masih bisa mendapatkan paket baterai senilai US$ 35. Perbedaan biaya ketika menggunakan rokok elektrik dengan rokok biasa membuat konsumen terkunci di ekosistem Juul.

Mungkin, satu-satunya kelemahan Juul dibanding rokok, mereka tidak tersedia di sembarang tempat. Namun, dengan bantuan Altria, akan semakin banyak toko yang memasarkan Juul. Apalagi, Juul menawarkan opsi pengiriman otomatis untuk menarik lebih banyak konsumen.

4. Tidak Terhormat

Jika Juul benar-benar peduli untuk melawan kecanduan, mereka akan menawarkan solusi untuk menghentikan konsumsi rokok dan nikotin. Pada kenyataannya, mereka memasarkan produk yang mengandung nikotin sebesar 3% hingga 5%.

Apalagi, kini Altria, produsen Marlboro baru saja memberikan pendanaan kepada startup tersebut. Hal itu akan memperluas kemungkinan peningkatan kandungan nikotin dalam Juul. Juul dapat mengancam kesehatan konsumen, tetapi diperkuat oleh desain produk dan viralitas yang disediakan untuk Apple dan Facebook.

 

Posting Komentar untuk "Dari Jualan Vape, Kini Juul Menjelma Jadi Perusahaan Bernilai Rp 553 Triliun"