Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mau Resign Tapi Takut dengan Atasan? Yaelah Bro…

Cari contoh surat resign sih gampang. Tapi mengetiknya ternyata enggak semudah yang dikira. Bolak-balik format, baca tiap huruf dengan teliti, sampai butuh waktu panjang untuk memutuskan di-print.

Kegalauan belum juga berhenti di situ. Meski surat resign sudah dipegang, tetap muncul keraguan masuk ke ruangan atasan. Mondar-mandir di depan ruangannya sambil mulut komat-kamit rangkaikan kata yang pas buat menjelaskan keinginan resign.

Berlebihan ya? Sekilas sih iya. Tapi rata-rata ambil putusan resign itu jarang yang spontan. Panjang banget ritualnya. Dan harus diakui pula, resign alias mengundurkan diri dari pekerjaan bukan hal yang mudah dilakukan. Apapun alasannya!

[Baca: Karir Mentok, Jangan Buru-buru Putuskan Resign]

Apalagi kalau lingkungan kantor dan pekerjaannya bikin nyaman. Eh ditambah lagi setoran bulanan dari kantor yang gede plus fasilitas segambreng. Muncul rasa tak tega dan cemas disebut ‘anak durhaka’ karena kantor selama ini bersikap baik. Dianggap kufur nikmat lah. Belum lagi kalau ada kecengan di kantor!

Kok jadi sentimentil gini?

Apapun itu, setiap pertemuan pasti selalu ada perpisahan. Setiap diterima kerja pasti ada pengunduran diri. Sesuatu yang alamiah bukan?

Tentunya keputusan resign itu bukan karena ingin nganggur, tapi ada motif lain. Jadi kalau mau resign tapi takut dengan atasan, pikirin lagi. ‘Life must go on.’ Hidup itu pilihan. 

mau resign tapi takut
Jadi yang mana prioritasmu? Gaji, pengalaman, atau lingkungan kerja?

1.Gaji, fasilitas dan tunjangan lebih oke

Manusia itu mahluk ekonomi. So, hal yang wajar kalau mengejar kesejahteraan lebih baik yang ditawarkan di tempat baru. Bisa dalam bentuk gaji naik signifikan, fasilitas dan tunjangan yang tak didapat di tempat lama.

Di samping itu, resign juga membuat akselerasi kemakmuran lebih cepat. Bayangkan jika tetap di tempat lama, maka kenaikan gaji paling banter disesuaikan dengan inflasi tiap tahun.

2. Value terhadap skill dan pengalaman

Kadang kala gaji yang diterima tak sesuai dengan level expertise yang dimiliki. Padahal di luar, keahlian itu punya nilai jual yang lebih tinggi. Nah, ketimbang menyia-siakan di kantor lama dan kurang dihargai, lebih baik mencari tempat yang lebih mengapresiasi expertis yang dimiliki itu.

Biasanya, expertise itu yang menjadi ‘nilai jual’ di pasar kerja. Ada tempat-tempat yang lebih membutuhkan expertise itu dengan ganjaran yang lebih tinggi dari kantor lama.

Misalnya saja seorang content creative. Keahlian itu sekarang lagi booming karena banyak dibutuhkan. Nah, sesuai mekanisme pasar, makin banyak permintaan maka makin ‘tinggi’ nilai dari seorang content creative.

mau resign tapi takut
Takut keluar dari zona nyaman. Wajar sih

3. Siap beradaptasi

Perpisahan tak perlu ditanggapi secara sentimentil. Kadang masih kebayang di ingatan jadi orang asing di suatu tenpat, enggak banyak omong karena kecemplung di tempat baru, gagap mau makan siang di mana, dan sebagainya. Eh, tiba-tiba setelah akrab harus memutuskan berpisah.

Bila pindah ke tempat baru, ritual itu pasti terulang lagi. Toh, ini bukan masalah serius. Pindah ke tempat baru pasti membawa konsekuensi beradaptasi di tempat baru. Lagi pula, ini bukan pengalaman pertama bukan?

4. Mana yang lebih utama? Karir, gaji, atau kenyamanan kerja

Masa depan karir sudah jelas, gaji tak masalah, tapi kenyamanan kerja tanda tanya. Ini bisa jadi sinyal berpikir move on ke tempat baru. Bagaimana pun, suasana hati dalam bekerja berpengaruh penting terhadap performa.

Misalnya saja tak nyaman dengan politik kantor. Mungkin tak bersumber dari atasan tapi dari sesama rekan kerja. Bisa juga kenyamanan didapat tapi gaji kurang memuaskan. Tinggal penekanannya di mana.

mau resign tapi takut
Tantangan baru jangan disia-siakan dong

5. Tantangan baru

Manusia itu bukan mesin yang bekerja secara mekanis. Manusia butuh ruang untuk aktualisasi diri. Begitu pun sama pekerja. Ketika di kantor lama tak lagi ada tantangan yang membuat bekerja lebih bergairah, bakal bikin hidup seolah mati suri.

Pekerjaan yang bersifat rutin hanya akan membunuh kreativitas dan bakat yang dimiliki. Hari-hari yanga dihabiskan kerja monoton sambil menunggu tanggal gajian. Jadi, buat apa habiskan umur di situ.

[Baca: Jawab Lima Pertanyaan Ini Sebelum Bikin Surat Resign]

Lima hal itu yang bisa jadi pertimbangan move on. Dalam bekerja dikenal istilah pekerja itu the part of kapital. Artinya, perusahaan memandang pekerja sebagai bagian dari ‘alat produksi’ untuk mendapat keuntungan.

Begitu pun di sisi pekerja. Perusahaan menjadi alat untuk mencapai tujuan. Ujungnya itu berharap kemakmuran. So, secara logika, perusahaan akan mudah mencari pengganti yang resign.

Lagi pula, peluang itu tak didapat dua kali. Gagal manfaatkan, yang ada hanyalah meratapi penyesalan.

[Baca: Enggap Pede Resign Buat Bikin Usaha Sendiri? Baca Ini Dulu]

 

Image credit:

  • https://webassets.knolskape.com/wp-new/wp-content/uploads/2014/11/First-Time-Managers-to-Future-Leaders.jpg
  • https://img.okezone.com/content/2015/03/23/65/1122898/sukses-lamar-kerja-meski-tanpa-pengalaman-jorKAVZnK4.jpg

Posting Komentar untuk "Mau Resign Tapi Takut dengan Atasan? Yaelah Bro…"