Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Investasi Saham dan Obligasi di 2019, Untung atau Rugi?

Instrumen investasi pasar modal atau saham maupun obligasi nampaknya masih akan menjadi pilihan yang menarik bagi investor pada tahun 2019 mendatang. Sebab, kedua instrumen investasi ini dapat memberikan imbal hasil yang menarik bagi investor.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, kinerja pasar modal dan pasar obligasi tahun depan masih akan ditopang oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat. Ada beberapa faktor yang mendukung analisis tersebut.

Perang dagang AS dan China mereda

Tekanan pada pasar modal akan berkurang karena perang dagang AS-Cina mereda. (Pixabay)
Tekanan pada pasar modal akan berkurang karena perang dagang AS-Cina mereda. (Pixabay)

Yang pertama, menurut Nafan, tekanan terhadap pasar modal pada tahun depan juga diprediksi akan semakin berkurang. Prediksi ini muncul seiring dengan meredanya ketegangan Amerika Serikat dan China dalam hal perang dagang.

“Rata-rata kebanyakan memprediksi 5,2% estimasi pertumbuhan ekonomi tahun depan dengan membaiknya kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia ini, in line terhadap iklim investasi maupun pasar modal yang kondusif,” ujarnya kepada Moneysmart.id.

Dengan demikian, menurutnya padat modal akan memiliki prospek yang positif. Terlebih, Indonesia masih mendapatkan predikat negara layak investasi atau investment grade dari berbagai lembaga rating internasional.

“Otomatis pasar modal di tahun depan pun akan memiliki prospek yang positif, baik pasar saham maupun juga pasar obligasi dan Indonesia juga masih dianggap dan memiliki rating investment grade oleh beberapa lembaga rating internasional,” jelasnya.

Bank Sentral AS kurangi rencana kenaikan suku bunga

Kemudian dari sisi faktor eksternal, adanya potensi resesi ekonomi AS membuat bank sentral AS atau The Fed mengurangi rencana kenaikan suku bunga. Dari yang semula tiga kali menjadi dua kali pada tahun 2019 mendatang.

“Adanya potensi resesi ekonomi di AS akan membuat kenaikan suku bunga acuan pada tahun depan pun tidak akan seagresif tahun ini, dari tiga kali menjadi dua kali pada tahun depan,” ungkapnya.

Menurut Nafan, resesi ekonomi di AS tidak akan berdampak langsung atau memberikan sentimen negatif pada pasar negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dengan catatan, negara-negara berkembang memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan stabil.

Kinerja pasar cenderung meningkat di tahun politik

Tahun politik, kinerja pasar modal cenderung meningkat. (Instagram/@kpu_ri)
Tahun politik, kinerja pasar modal cenderung meningkat. (Instagram/@kpu_ri)

Kemudian, adanya perhelatan pesta demokrasi pada 2019 mendatang juga diprediksi tidak akan menggangu kinerja pasar modal maupun obligasi.

Sebaliknya, secara historis, selama pelaksanaan pemilu kinerja pasar modal cenderung meningkat dibandingkan tidak adanya pemilu. Sebab, di mata investor, apabila pemilu berjalan lancar, Indonesia dianggap telah menjalankan demokrasi yang dewasa dan berjalan dengan baik tanpa gejolak yang ditimbulkan dari aktivitas ekonomi.

“Alhamdulillah selama kegiatan apapun atau kegiatan politik pada pesta demokrasi akbar secara historis, Alhamdulillah bangsa kita juga bisa mampu menjalankannya dengan baik dan sudah termasuk negara yang dewasa dalam berdemokrasi dan otomatis tidak terjadi hal-hal yang buruk yang mempengaruhi iklim investasi di tanah air dan selama historisnya index Alhamdulillah cenderung mengalami penguatan selama kegiatan Pemilu atau tahun-tahun politik,” paparnya.

Dengan demikian, pada tahun depan instrumen ini masih bisa menjadi pilihan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya pada instrumen berbasis obligasi maupun saham.

Tahun 2019 IHSG bergerak fluktuatif

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, outlook saham tahun 2019 akan bergerak fluktuatif dengan IHSG dikisaran 5.800-6.150.

“Investor asing cenderung melanjutkan net sales sampai ada kepastian pemenang hasil Pilpres 2019. Tapi koreksi IHSG tidak terlalu tajam dan masih di batas psikologis karena di-support oleh pembelian investor domestik yang lebih imun dari kondisi tahun politik,” ujar Bhima.

Saham-saham di pasar modal yang rentan terkoreksi

Akan tetapi, investor juga perlu lebih cermat melihat perkembangan perdagangan global. Seperti misalnya harga komoditas kelapa sawit dan karet yang tengah mengalami penurunan harga.

“Saham sektor perkebunan patut dicermati karena tren harga komoditas sawit maupun karet masih rentan menurun. Imbas perang dagang di beberapa saham manufaktur mulai dirasakan,” jelasnya.

Saham-saham prospek cerah

Kemudian, untuk saham-saham yang memiliki potensi penguatan signifikan juga patut dicermati oleh investor maupun calon investor pada tahun 2019 mendatang.

Terdapat beberapa sektor saham di pasar modal yang prospeknya cerah seperti batu bara, consumer goods, dan komunikasi.

“Saham emiten berbasi consumer goods terdorong naiknya konsumsi makanan minuman dan rokok yang naik di saat kampanye pemilu,” papar Bhima.

Sedangkan untuk outlook obligasi masih diminati oleh investor khususnya asing. Pasalnya, tren Fed rate yang diperkirakan masih naik dua kali di 2019.

“Bank Indonesia juga akan mengekor naiknya bunga acuan Fed dengan kerek bunga acuan seven day repo rate menjadi 6,5 samai 6,75% di 2019. Potensi terjadi resesi di AS juga membuat para pelaku pasar melakukan perubahan portfolio ke aset yang lebih aman risikonya, obligasi jadi pilihan yang menarik,” pungkas Bhima. (Editor: Ruben Setiawan)

Posting Komentar untuk "Investasi Saham dan Obligasi di 2019, Untung atau Rugi?"