Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Inclusive Art, Ciptakan Seni Yang Universal

Jakarta, Kartunet.com – Setiap orang berhak menikmati karya seni. Setiap orang juga mempunyai peluang yang sama untuk menjadi seniman. Akan tetapi, masih banyak hal yang agaknya perlu dibenahi dari lingkungan seni di tanah air biar sanggup dinikmati oleh semua orang, termasuk para penyandang disabilitas. Seni menyerupai itulah yang disebut oleh Khairani Barokka-seorang seniman disabilitas sebagai inclusive art atau seni yang inklusif.



 



“Kalau di luar negeri, sudah banyak grup tari, teater, atau musik, yang diikuti oleh orang dengan disabilitas maupun tidak berdisabilitas,” tutur Okka. Kenyataan itulah yang sekarang mendorong Okka untuk mewujudkan sesuatu yang ia sebut dengan Inclusive Art. Ia percaya, bahwa intinya penyandang disabilitas maupun nondisabilitas sanggup bekerja dan berkarya bersama dalam seni.



 



Tidak ada kendala bagi penyandang disabilitas untuk menjadi seniman ataupun menikmati karya seni. Yang terpenting ialah penyediaan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh orang dengan abilitas tertentu. Misalnya, seorang tunanetra tetap akan sanggup menikmati karya-karya seni dan sastra kalau karya-karya tersebut disajikan dalam format karakter Braille.



 



Okka pun membuatkan pengalamannya wacana Inclusive Art. Ia bercerita wacana salah satu dosennya yang bekerja di sebuah Museum di Amerika Serikat. Dosen Okka tersebut mengupayakan sebuah tour seni di Museum tersebut biar sanggup dinikmati oleh semua orang, termasuk penyandang tunanetra maupun disabilitas lainnya. Contoh lain, ketika Okka berpresentasi pada Konferensi Seni Disabilitas di Australia, ia diberikan ruangan khusus untuk beristirahat. Saat itu kebetulan kondisi neurologis Okka kurang baik, sehingga ia perlu merebahkan tubuhnya sejenak untuk memulihkan kondisinya. “Orang-orang di sana berpikir, bagaimana biar karya seni mereka sanggup dinikmati oleh setiap orang. Nah, hal menyerupai itu sanggup banget diupayakan juga di Indonesia,” katanya.



 



Indonesia mempunyai sangat banyak bakat seni, termasuk yang berasal dari kelompok disabilitas. Menurut Okka, yang diharapkan ketika ini ialah pertolongan dari pemerintah dan instansi-instansi tertentu. Komunitas disabilitas memerlukan lebih banyak networking, dan inisiatif kegiatan-kegiatan lain. “Dengan begitu, kami akan sanggup mengubah stigma-stigma negatif di masyarakat dengan kesenian,” jelasnya.



 



Okka berpendapat, masih sangat banyak hal yang perlu dibenahi dari lingkungan seni di Indonesia. Misalnya ketika mengadakan sebuah pentas seni, perlu diperhatikan adanya ram biar pengguna dingklik roda sanggup keluar masuk lokasi pentas seni. Penerjemah bahasa instruksi juga dibutuhkan untuk memfasilitasi para seniman maupun penonton tunarungu biar sanggup memahami keberlangsungan acara. Tak hanya dari segi fasilitas, Okka juga menuturkan biar dilakukan perbaikan pada kurikulum-kurikulum seni di sekolah-sekolah untuk memperlihatkan pengetahuan wacana seni yang inklusif pada anak-anak. Singkatnya, diharapkan segala hal untuk membuka peluang dan kesempatan-kesempatan yang inklusif biar setiap orang dengan banyak sekali jenis abilitas sanggup ikut serta dalam seni.



 



“Sebenarnya untuk mengakibatkan sebuah seni itu inklusif, tidak sulit dan tidak diharapkan biaya yang mahal. Tetapi, sejauh ini banyak orang yang belum tahu bagaimana caranya,” kata Okka. Banyak hal faktual yang sanggup dilakukan untuk mewujudkan inclusive art. Okka percaya, bahwa intinya akan banyak orang yang hatinya tertarik untuk mengakibatkan karya mereka inklusif. Oleh alasannya ialah itu, Okka akan berupaya untuk memasyarakatkan inclusive art dengan beberapa langkah, contohnya dengan mengadakan pentas-pentas seni dan menjadi narasumber pada seminar-seminar.



 



Pengetahuan wacana inclusive art diperoleh Okka dari kampusnya, NYU’s Tisch School of the Arts, Amerika. Meski Okka mengambil jurusan seni dan teknologi, ia juga memperoleh mata kuliah yang mengajarkan wacana bagaimana menyajikan seni dan teknologi yang inklusif bagi semua orang dengan banyak sekali disabilitas. Okka pun bercerita wacana salah satu kegiatan di kampusnya. Pada suatu perayaan Natal, kampusnya tersebut mengadakan sebuah acara. Para orang bau tanah yang mempunyai anak disabilitas dikumpulkan dengan membawa mainan milik anak mereka. Lalu, pada program tersebut, para orang bau tanah diajarkan untuk merakit mainan biar sanggup aksesibel bagi bawah umur mereka yang disabilitas.



 



Akhir tahun 2011, Okka mengalami gangguan neurologis pada syaraf ototnya. Sejak ketika itulah, ia mulai mengadakan riset-riset wacana seni dan disabilitas serta fokus bekerja untuk inclusive art. Kini, Okka dikelilingi dengan segudang kegiatan di bidang seni. Mulai dari menulis artikel, menulis puisi, mengadakan pentas, melaksanakan riset-riset wacana seni disabilitas, sampai menjadi narasumber mengenai seni dan disabilitas. Tanggal 8 Januari misalnya, ia akan mengisi sebuah workshop  yang digelar oleh RUJAK-sebuah organisasi yang mengupayakan perbaikan kota Jakarta. Di sana ia akan memfasilitasi sebuah sesi wacana seni public yang memperjuangkan hak disabilitas. (RR)



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Inclusive Art, Ciptakan Seni Yang Universal"