Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perbaikan Layanan Garuda Dirasakan Disabilitas

Jakarta, Kartunet.com – Komitmen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaiki layanannya pada penumpang disabilitas sudah mulai dirasakan. Perubahan itu diawali pada tanggal 18 Maret 2013 tatkala pihak Garuda Indonesia merevisi Standard Operational Procedure (SOP) mereka, khususnya mengenai penumpang dengan disabilitas atau Passenger with Removed Mobility (PRM). Berikut yakni pengalaman beberapa penyandang disabilitas menggunakan jasa Garuda Indonesia sesudah revisi tersebut.


Pengalaman pertama disampaikan oleh Nurul, seorang penyandang disabilitas fisik yang menggunakan tongkat sebagai alat bantu berjalan, ketika menempuh perjalanan dari Yogyakarta – Jakarta – Banda Aceh pada tanggal 25 – 26 Maret 2013. Dalam surat elektronik yang ditulisnya pada mailing list pergerakan disabilitas, Nurul memaparkan masih adanya perilaku kaku petugas di bandara ketika melayani penyandang disabilitas.


“Saya masih disodori surat pernyataan di Yogya sewaktu minta bangku roda. Mereka sudah menyiapkan berkas yang sudah diberikan materai, tetapi saya menolak dengan menyatakan bahwa saya tidak sakit tetapi butuh bangku roda alasannya mengalami kendala mobilitas. Pada akhirnya, mereka tidak memaksa alasannya saya berbicara dengan cukup keras,” terperinci Nurul.


Lanjut Nurul, ketika hingga di Jakarta ia disodori surat yang sama untuk ditandatangani. Namun ia menolak dengan berargumen bahwa sudah ada perubahan SOP,  dan ia pun hendak memperlihatkan surat elektronik pernyataan Garuda ke petugas. Akhirnya mereka mau mengerti dan Nurul tidak jadi menandatangani surat keterangan. Namun, sedikit ketidaknyamanan kembali dirasakan sesampainya di Aceh.


 “Sesampainya di Aceh, saya harus menunggu bangku roda agak lama, alasannya sepertinya petugas bandara Jakarta tidak menginformasikan kepada bandara di Aceh bahwa ada penumpang yang membutuhkan bangku roda. Saya curiga  mereka tidak menginformasikan kepada bandara lain alasannya tidak ada surat pernyataan,” tukas Nurul, yang sehari-harinya bekerja di sebuah lembaga advokasi disabilitas di Yogyakarta.


 Nurul mengalami pelayanan lebih baik dalam perjalanan kembali dari Aceh ke Yogyakarta. Dalam surat elektroniknya tanggal 31 Maret 2013, ia bersyukur ihwal tidak dimintainya lagi dirinya untuk menandatangani surat pernyataan sakit oleh petugas.


 “Permintaan  untuk pengisian tidak dipaksakan, akan tetapi peminta bangku roda masih ditanyai, ‘Kenapa minta bangku roda? Apakah ibu sakit?’ Pada dikala kami menjawab bahwa kami tidak sakit dan memberitahukan bahwa perlu bangku roda untuk mempermudah susukan hingga ke pintu masuk pesawat, risikonya petugas memperbolehkan saya menggunakan bangku roda,” papar Nurul.


Namun ada satu hal yang mengganjal bagi Nurul, yaitu petugas pendorong bangku roda yang tetap membawa form surat pernyataan sakit meski tidak diminta untuk ditandatangani. “Apakah ini sebagai syarat untuk sanggup mengakses bangku roda pada dikala transit dan tiba ditujuan? Kemarin lupa saya tanyakan dikala melihat petugas membawa surat itu,” pungkas Nurul, menyisakan tanda tanya yang masih menggantung.


Pengalaman lain dialami oleh Sunarman, penyandang disabilitas fisik yang menggunakan jasa Garuda Indonesia dari Denpasar ke Yogyakarta pada 25 Maret 2013. Ia mengapresiasi pelayanan yang dilakukan oleh petugas bandara yang cukup responsif membantu dirinya.


“Begitu saya turun dari taksi saya ambil troli untuk membawa bagasi. Belum usang saya berjalan, seorang petugas pelayanan penyandang disabilitas dan lansia menghampiri saya dan mengatakan pemberian diantar dengan kendaraan beroda empat listrik. Dia juga cukup cekatan memasukkan bagasi saya ke kendaraan beroda empat listrik,” tulis Sunarman dalam surat elektronik di lembaga yang sama. Dalam perjalanan, beliau mengontak temannya untuk menyiapkan bangku roda di pintu masuk. Sesampainya, seorang petugas lain sudah siap dengan bangku roda dan petugas lainnya lagi membawa tas bagasi saya, mereka berdua mengantar saya masuk hingga ke checkin counter. Di counter check juga sudah siap bangku roda untuk saya,” tambah Sunarman.


Menurut Sunarman, petugas sudah mulai menghargai penumpang dengan disabilitas lewat komunikasi yang baik pada pilihan layanan dan keterangan informasi. Contohnya ketika ia meminta bangku roda dari petugas, petugas bertanya terlebih dahulu alasan membutuhkan bangku roda, apakah alasannya sakit atau mengalami disabilitas. Petugas pun menambahkan bahwa pertanyaan itu hanya untuk memastikan saja. Selain itu, ketika akan boarding, petugas kembali menanyakan kepada Sunarman apakah ingin diangkat dengan bangku roda atau berjalan melewati tangga dengan dibantu oleh petugas.


Bentuk pelayanan dan komunikasi ini tentu sebuah kemajuan yang berarti, minimal di bandara Ngurah Rai, bahwa penyandang disabilitas tidak lagi diperlakukan menyerupai barang. Ditambah lagi hingga tiba di Yogyakarta, ia sama sekali tidak disodori surat pernyataan sakit yang memang sudah dihapuskan dari SOP Garuda Indonesia semenjak 18 Maret 2013.


Meski cukup menggembirakan, pihak Garuda Indonesia perlu terus melaksanakan sosialisasi kepada para petugas di lapangan. Sebab, belum tentu perbaikan yang sudah terjadi di Denpasar atau Jakarta berlaku pula di bandara-bandara lainnya. Semoga perubahan ini konsisten dan tak ada lagi diskriminasi terhadap penumpang dengan disabilitas di maskapai domestik, berawal dari Garuda Indonesia. (DPM)


editor: Muhammad Yesa



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Perbaikan Layanan Garuda Dirasakan Disabilitas"