Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidikan Untuk Anak Autis

Jakarta, Kartunet.com — Sama halnya dengan anak pada umumnya, anak autis juga mempunyai hak untuk mengenyam pendidikan sebagai bab dari perkembangan diri mereka. Dewasa ini sistem pendidikan Indonesia sedang beralih  menuju pengintegrasian pendidikan yang inklusif. Dampaknya, sekolah-sekolah di negara ini pun berlomba-lomba menjadi sekolah bersistem inklusif. Di sekolah bersistem inklusif, anak dengan banyak sekali macam kekhususan, termasuk autisme, bisa menikmati pendidikan yang terintegrasi.


Dalam hal pendidikan, anak autis sangat dimungkinkan mempunyai kemampuan ataupun keterbatasan pada taraf tertentu. Dalam menyikapi perbedaan anak autis dibandingkan anak pada umumnya inilah sekolah berperan penting sebagai sarana pendidikan inklusif dengan memperlihatkan kemudahan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan anak autis di sekolahnya.


Pada pelaksanaannya, pendidikan untuk anak autis harus berlangsung secara komprehensif. Yakni, pendidikan terealisasi secara menyeluruh, mulai dari aspek akademik sampai sosial anak. Pola pendidikan menyerupai ini sangat penting untuk anak autis, mengingat kekhususan anak autis bukan pada akademiknya melainkan pada faktor komunikasi dan sosial anak. Dengan demikian, perlu adanya kerjasama antar tugas yang ada dalam lingkup pendidikan anak, menyerupai sekolah, keluarga, dan lingkungan anak autis.


Saat di sekolah, anak bertemu dengan sejumlah tenaga pendidik, menyerupai kepala sekolah, guru kelas, guru matapelajaran, guru pembimbing khusus, shadow teachers, terapis, psikolog, dan tenaga lainnya yang disediakan sekolah. Seluruh tenaga di atas hendaknya mempunyai sejumlah catatan atau data mengenai anak dan yang relevan dengan bidang yang ditekuninya. Selain itu, harus ada koordinasi antar satu tenaga pendidik dengan tenaga lainnya dalam perjuangan berbagi kemampuan anak.


Sejumlah sekolah mungkin tidak menyediakan tenaga selengkap yang telah disebutkan di atas. Mungkin saja sekolah yang gres merintis sistem hanya menyediakan tenaga psikolog dan shadow teachers untuk memenuhi kebutuhan murid berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Akan tetapi, keterbatasan tenaga ini tidak berarti menjadi penghambat bagi sekolah untuk memperlihatkan pelayanan terbaik bagi murid. Tenaga psikolog dan shadow teacher bisa dimaksimalkan dengan kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan orangtua anak autis.


Pendidikan untuk anak autis sebaiknya tidak hanya dilimpahkan kepada pihak sekolah. Seperti yang telah dibahas di atas, perlu adanya kerjasama dan sinergitas antara sekolah dan keluarga anak autis, terutama orangtua anak. Kerjasama yang ada di antara sekolah dan orangtua anak bisa banyak sekali macam bentuknya,  salah satunya yakni dengan memperlihatkan referensi pendidikan yang konsisten kepada anak.


Mengingat sebagian besar anak autis mempunyai referensi hidup yang teratur dan kaku, orangtua harus bisa menyesuaikan referensi sehari-hari anak di rumah menurut saran yang diberikan psikolog dan guru di sekolah. Misalnya, dengan mengulang apa yang diajarkan guru di sekolah, entah itu untuk hal akademik ataupun dalam pengembangan diri anak.


Di samping itu, kerjasama dan sinergitas antara sekolah dan orangtua hendaknya diikuti dengan adanya perilaku saling berketerbukaan. Keterbukaan orangtua kepada guru atau psikolog sangat penting demi perkembangan diri anak autis. Kadang orangtua anak autis kurang terbuka kepada guru dan psikolog akan hal-hal yang dialami anak. Dampaknya, akan ada info yang ditutupi orangtua dan sangat mungkin info tersebut yakni info penting bagi guru dan psikolog. Akibatnya, dikhawatirkan guru dan psikolog justru malah melaksanakan tindakan yang kurang sempurna untuk pendidikan anak autis, sehingga proses pengembangan akademik dan pribadi terhambat. Untuk itu, kerjasama dan keterbukaan sangat dibutuhkan demi terciptanya pendidikan yang komprehensif bagi anak autis. (nir)


Editor: Muhammad Yesa Aravena






Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Pendidikan Untuk Anak Autis"