Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Koyasan, Usaha Melawan Rasa Takut

Judul buku: Koyasan

Penulis : Darren Shan

Genre: Drama psikologis, horor

Penerbit (Indonesia) : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Penerbitan:  2009

Jumlah halaman: 110


Jakarta – “Satu hal yang paling erat dengan insan ialah kematian”.


Ungkapan tersebut terasa amat konkret dalam novel berjudul Koyasan karya dari Darren Shan ini. Berlatar kehidupan pedesaan masyarakat Jepang, Darren Shan menghadirkan tokoh Koyasan sebagai seorang anak perempuan yang pemberani dan amat menjaga kebersihan serta kerapian dirinya. Ketika ada seekor kambing yang terperosok ke jurang dan semua anak lain hanya bisa menangis tanpa berbuat apa-apa, beliau yang pertama merangkak turun untuk menarik kembali kambing itu. Namun di luar semua itu, ia amat takut dengan hantu-hantu yang ada di pekuburan kuno di seberang desanya. Antara desa dan pekuburan itu memang hanya dipisahkan oleh sebuah sungai yang dihubungkan oleh sebuah jembatan. Anak-anak lain sebayanya pada siang hari biasa ke pekuburan kuno itu untuk bermain dan menggembala kambing. Koyasan ialah satu-satunya anak yang tak pernah ikut bermain di pekuburan kuno itu, bahkan menginjakkan kakinya di jembatan itu pun ia tak berani.


Cerita ini bermula ketika Koyasan harus berjuang untuk mengatasi rasa takutnya sendiri. Koyasan yang amat penakut akan hantu bahkan di siang hari sekalipun, mendadak harus masuk ke pekuburan kuno sesudah langit petang demi menyelamatkan jiwa adiknya Maiko yang diculik oleh hantu-hantu di sana. Sebelum menyelamatkan adiknya, Koyasan diberi petunjuk oleh Itako, seorang perempuan bau tanah yang sanggup melihat masa depan dan paham dengan dunia roh. Ia memberitahu bahwa para hantu di pekuburan itu belakang layar telah menciptakan perjanjian rahasia dengan Koyasan, sehingga hanya dialah yang sanggup menyelamatkan jiwa adiknya. Waktu yang tersedia hanya satu malam sebelum jiwa adiknya melebur seiring dengan terbitnya fajar. Di pekuburan nanti, Koyasan harus menaklukkan tiga hantu yang telah diutus untuk dihadapinya secara individual. Jika bisa menaklukkan tiga hantu tersebut  tanpa mengeluarkan bunyi sedikitpun, Koyasan sanggup membawa pulang kembali jiwa adiknya.


Novel ini ibarat mengajarkan  pada kita bahwa rasa takut itu hanyalah bentukan dari benak kita sendiri. Tiap orang, pada suatu saat, tidak sanggup terus tinggal dalam zona nyamannya dan lari dari kenyataan yang ada. Tokoh Koyasan mengatakan hal itu pada kita semua. Dalam keadaan yang terdesak, ia harus keluar dari zona nyaman itu dan membuktikan bahwa dirinya bisa melewati ujian yang ada. Tiga hantu yang diutus untuk menghadang Koyasan pun merupakan representasi dari diri Koyasan sendiri, ibarat ketika ia harus menghadapi hantu angker tak berwajah namun dengan pakaian super rapi dan indah. Koyasan sadar bahwa wujud hantu itu ialah bentukan dari sifatnya sendiri. Ia kemudian mendekati hantu itu dan mencopot beberapa kancingnya. Alih-alih menerkam Koyasan, hantu itu malah memunguti kancing-kancingnya kemudian pergi entah kemana. Mungkin ibarat Koyasan, hantu itu pulang untuk mencari benang dan memperbaiki kancingnya yang terlepas.


Dalam penyajiannya, penulis benar-benar mengeksplorasi sisi psikologis dari tokoh utama sebagai seorang manusia. Ia amat paham bagaimana rasa takut yang dialami oleh seseorang hakikatnya ialah bentukan dari alam bawah sadarnya. Namun ketika orang itu telah menemukan kesadarannya, maka rasa takut itu akan dengan gampang sanggup diatasinya. Namun kalau dipikirkan sekilas, ada bab yang agak kurang relevan. Penulis di dalam dongeng ini berusaha mengambarkan bahwa rasa takut insan kepada hantu itu ialah hasil didikan bebuyutan kepada bawah umur mereka. Sejak generasi ke generasi, insan takut akan hantu dan menganggap mereka ialah makhluk yang angker dan jahat. Hingga demikian, para hantu itu pun menjadi benar-benar jahat alasannya insan memang tak ingin berinteraksi dengan mereka.


Jika kita lihat lebih dalam lagi, penulis hakikatnya ingin merujuk pada sikap diskriminatif yang biasa dilakukan insan kepada kelompok insan lainnya. Hal ini dikaitkan dengan pemilihan latar dongeng di Jepang, di mana terselip di dalamnya pesan akan polarisasi kekuatan barat dan timur. Antara bangsa penjajah yang menganggap dirinya berbudaya, dengan bangsa timur yang dianggapnya tidak beradab. Hingga pada pertengahan kala ke-20, ketakutan bangsa barat ini menjadi konkret dengan bangsa Jepang yang berubah menjadi bagai hantu bagi Barat. Mungkin hampir sama dengan tamat dongeng ini yang happy ending, Jepang dan dunia Barat sekarang menjadi partner dalam hegemoni perekonomian dunia.


Terakhir, saya ingin merekomendasikan buku ini kepada para pembaca yang menginginkan bacaan menarik dengan plot cepat dan cukup menegangkan. Teknik penceritaan yang amat baik, tak ada satu elemen pun yang terbuang percuma, mengakibatkan novel ini layak untuk dibaca. (DPM)


Editor: Muhammad Yesa Aravena



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Koyasan, Usaha Melawan Rasa Takut"