Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Humor Wacana Disabilitas, Pantas Atau Tidak?

Jakarta – Beberapa tahun yang lalu, sebuah drama komedi seri berjudul ‘3 Mas Ketir’ pernah ditayangkan di sebuah stasiun televisi swasta di Tanah Air. Serial itu menceritakan ihwal kisah tiga orang sahabat yang masing-masing yaitu penyandang tunanetra, tunarungu dan tunawicara; semuanya diperankan oleh pemain film non-disabilitas. Plot ceritanya seringkali berkisar pada kegagalan mereka dalam berfungsi optimal pada kehidupan sehari-hari alasannya disabilitas masing-masing. Karena dianggap kurang etis dan mendidik, program ini pun diberhentikan sehabis menerima banyak protes dari pemirsa.


Jadi, apakah humor ihwal disabilitas yaitu sesuatu yang tabu atau tidak layak? Sebenarnya tidak, alasannya pada kenyataannya banyak penyandang disabilitas yang kerap kali memakai kondisi mereka itu sebagai objek gurauan. Hal ini kadang dimaksudkan sebagai ice-breaker atau untuk memperingan suasana, sekaligus sebagai simbol bahwa mereka telah tulus dengan kondisi mereka dan tidak menganggapnya sebagai sebuah musibah. Namun, yang jadi problem yaitu bila pelaku gurauan menentukan jenis humor yang terkesan mengolok-olok, menyerupai contohnya menampilkan sosok penyandang tunanetra yang tercebur got sebagai materi tertawaan—apalagi bila orang yang memerankan tokoh tersebut bukanlah dari kalangan penyandang disabilitas sendiri!


Sayangnya di Indonesia, belum banyak sosok pelawak yang berasal dari kalangan penyandang disabilitas. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya kesempatan atau peluang yang ada bagi teman-teman disabilitas di Indonesia, ataupun alasannya memang belum adanya sosok lokal yang bisa dijadikan ide dalam bidang ini. Yang ada malah komedian-komedian non-disabilitas yang kerap menjadikan disabilitas sebagai materi olokan bernada ofensif, dengan pilihan kata-kata yang tidak sensitif, maupun berbasis pada stereotip. Contohnya, seorang penyandang tunanetra mungkin terus-terusan digambarkan tercebur ke got atau tertabrak tiang listrik, sementara yang tunarungu digambarkan terus-terusan bertanya “Apa? Apa?” ketika berkomunikasi; solusi-solusi logis yang umum diterapkan di dunia faktual untuk menghindari situasi menyerupai itu diabaikan begitu saja.


Sebagai perbandingan, di luar negeri ada sosok-sosok menyerupai Adam Hills (Australia, penyandang tunadaksa), Fransesca Martinez (Inggris, cerebral palsy), Laurence Clark (Inggris, cerebral palsy), Steve Day (Inggris, tunarungu), Brian Fischler (Amerika Serikat, tunanetra), dan lain-lain. Mereka umumnya menjadikan kondisi disabilitas mereka tersebut sebagai pengantar dalam dagelan sebelum berpindah ke informasi lain yang lebih umum. Tidak ada pula satu pun dari mereka yang berniat ingin dikasihani atau menimbulkan rasa tidak yummy hati, melainkan murni hanya ingin menghibur dan mengocok perut penonton.


Dalam wawancaranya dengan koran Guardian pada Agustus 2012, pelawak tunadaksa Adam Hills menekankan bahwa humor ihwal disabilitas berorientasi pada situasi-situasi lucu yang sanggup dihadapi seorang penyandang disabilitas. Adam, yang mempunyai kaki palsu, menjelaskan bahwa harus ada alasan yang berpengaruh dan logis jikalau ia mau menjadikan kakinya itu sebagai objek humor—bukan semata alasannya ia punya kaki palsu maka ia menjadi sosok yang lucu. Seorang pelawak dengan disabilitas juga tidak bisa terus-terusan menjadikan disabilitas itu sebagai objek lawakan; ia juga harus punya stok dagelan di bidang lain, kekuatan improvisasi yang tinggi, dan kemampuan untuk berkoneksi dengan penonton. Sehingga, pada karenanya disabilitas pada sang pelawak tidak menjadi satu-satunya pengidentifikasi dirinya.


 Kalangan bukan disabilitas tidak perlu merasa tidak yummy hati untuk ikut tertawa bersama seorang penyandang disabilitas yang bergurau mengenai kondisinya. Di lain sisi, semua pihak juga harus kritis menyikapi jenis-jenis humor yang tergolong bodoh, ofensif maupun kurang peka. Mari berharap suatu ketika di Indonesia, akan lebih sering menyaksikan jenis humor yang lebih segar dan cerdas, beserta para pelawak yang berasal dari kalangan disabilitas. (RVN)


Editor: Dimas Muharam



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Humor Wacana Disabilitas, Pantas Atau Tidak?"