Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Evaluasi Garuda Menuju Penerbangan Inklusif

Depok, Kartunet.com – Untuk kedua kalinya, Garuda Indonesia, Gapura Angkasa, Angkasa Pura dan kelompok penyandang disabilitas berkumpul dalam rangka membahas perbaikan pelayanan penerbangan terhadap penumpang disabilitas di kantor YLBHI, Jakarta.  Adapun, agenda yang dibahas yaitu kemajuan yang telah dilakukan Garuda pasca pertemuan sebelumnya serta hal-hal lain yang masih perlu mendapat perhatian. Dengan masih didampingi oleh YLBHI dan change.org, pertemuan berlangsung lancar pada hari Selasa kemudian (26/03). 


Pujo Broto selaku Vice President Corporate Communications Garuda Indonesia memaparkan bahwa pihaknya telah merealisasikan sejumlah perbaikan pelayanan ibarat yang disepakati pada pertemuan sebelumnya. Garuda telah merevisi SOP mereka, sehingga tidak ada lagi keharusan penandatanganan surat keterangan sakit bagi disabilitas. Selain itu, pihak Garuda juga telah meluncurkan Wheelchair Transporter pada 15 Maret kemudian sebagai wujud komitmen Garuda dalam melaksanakan perubahan. 


Kemajuan ini mendapat apresiasi penuh dari Cucu Saidah sebagai salah satu wakil disabilitas. Ia mengatakan, bahwa sejumlah rekannya yang disabilitas tidak lagi diminta menandatangani surat keterangan sakit dikala mereka terbang dengan Garuda. Berdasarkan data yang diperoleh Gapura Angkasa, diketahui ada sekitar 15 hingga 20 penyandang disabilitas yang bepergian dengan pesawat setiap harinya. Hal ini berarti, penumpang disabilitas juga sanggup menjadi pangsa pasar yang potensial bagi perusahaan penerbangan.


“Indonesia ‘kan kini sudah pengesahan konvensi hak penyandang disabilitas. Untuk ke depannya nanti, niscaya akan lebih banyak lagi penyandang disabilitas yang bepergian dengan pesawat, alasannya kami akan banyak mengadakan seminar dan lembaga diskusi di banyak sekali daerah, bahkan di luar negeri. Makanya, perbaikan pelayanan penerbangan ini memang perlu dilakukan,” ujar Cucu, memperlihatkan tanggapan. 


Sepuluh orang disabilitas yang hadir turut memperlihatkan sejumlah masukan, baik untuk perbaikan internal maskapai maupun di bandara Soekarno-Hatta. Setiap jenis disabilitas, ibarat tunanetra, tunarungu, maupun tunadaksa, memaparkan kebutuhannya masing-masing. Penumpang tunanetra misalnya, membutuhkan pendamping untuk mengantar dari check-in counter menuju ruang tunggu. Pemberitahuan dalam kabin pesawat yang hanya melalui audio pun menciptakan para tunarungu kerap kali ketinggalan informasi. Oleh alasannya itu, mereka ingin semoga petugas kabin sanggup memberitahu mereka secara langsung, baik dengan bahasa instruksi maupun secara tertulis. Sedangkan para pengguna dingklik roda mengharapkan pihak bandara menyiapkan inclined lift, yakni sebuah lift portabel untuk mengangkut pengguna dingklik roda kalau tidak ada garda brata. Selama ini pengguna dingklik roda harus digendong kalau perlu menaiki tangga pesawat, padahal hal ini sangat riskan, terutama bagi perempuan. 


Menurut keterangan yang diperoleh Cucu dari petugas di lapangan, awak kabin maupun petugas bandara belum pernah mendapat training khusus untuk menangani penumpang disabilitas. Mereka hanya berguru dari pengalaman dan menurut informasi dari senior. Untuk itu, Cucu mengusulkan semoga pelayanan penumpang disabilitas sanggup dimasukkan ke dalam kurikulum training pegawai baru. Hal ini penting untuk meningkatkan sensitivitas para petugas maskapai dan bandara dalam melayani disabilitas. Penyandang disabilitas pun perlu dilibatkan dalam training tersebut semoga teori yang diajarkan sanggup segera dipraktikkan. 


Bukan hanya dari segi pelayanan maskapai, akomodasi bandara pun perlu ditingkatkan. Di ruang tunggu misalnya, diharapkan dingklik khusus bagi penumpang disabilitas. Tanda khusus sanggup ditempelkan pada kursi-kursi yang paling bersahabat dengan pintu boarding. Hal ini tentu akan memudahkan petugas untuk mengetahui keberadaan penumpang yang membutuhkan pelayanan khusus. Bagi tunarungu, meja check-in counter yang terlalu tinggi sering kali menyulitkan mereka untuk melihat wajah petugas check-in. Padahal, para tunarungu perlu melihat gerak bibir lawan bicaranya untuk sanggup berkomunikasi. Selain itu, diharapkan juga guiding block pada sejumlah area bandara untuk memudahkan tunanetra bermobilitas secara mandiri, sebagaimana terdapat di bandara-bandara internasional di negara lain. 


Masukan-masukan tersebut ditanggapi secara konkret dan antusias oleh pihak penerbangan. Mereka berjanji untuk terus melaksanakan perbaikan sedikit demi sedikit. Sekecil apapun perubahan itu, kelompok disabilitas akan terus mengapresiasi. Meski demikian, kelompok disabilitas tetap memperlihatkan sasaran waktu tertentu untuk setiap detail perubahan. Pengawasan juga akan terus dilakukan secara intensif semoga upaya perubahan yang telah dilakukan sejauh ini tidak hanya menjadi upaya “pemadam kebakaran” atau hanya bersifat sementara. (RR)


Editor: Muhammad Yesa Aravena



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Evaluasi Garuda Menuju Penerbangan Inklusif"