Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ari Triono, Pelatih Komputer Bicara Itu Pilihanku

Semarang, Kartunet.com-Menjadi pengangguran tentu bukan pilihan. Mendapat julukan perjaka “Madesu” atau perjaka dengan “Masa depan suram”, tentu juga bukan impian. Lalu, menjadi perjaka berlabel Tunanetra, apakah jadi tujuan?? Tentu bukan tujuan siapa pun terlahir ke dunia atau bertakdir menjadi seorang Tunanetra. Setiap insan di kepingan dunia manapun tak pernah ada yang ingin terlahir sebagai seorang Tunanetra, apa lagi menjadi Tunanetra yang tak mempunyai pekerjaan dan di tangannya tergenggam masa depan suram. Tak terkecuali dengan perjaka kelahiran Ungaran, 25 tahun silam berjulukan Ari Triono. Pemuda Tunanetra yang sedang berkuliah di Program Studi Sastra Inggris Universitas Dian Nuswantoro Semarang ini  bertekad untuk menjadi perjaka Tunanetra yang mempunyai daya saing dan menggenggam masa depan cerah di tangannya.


Sejak tahun 2006, Ari begitu ia bersahabat disapa, memang telah kehilangan dunianya yang berwarna akhir ulah si “Thief of sight” berjulukan “Glaukoma”. Akibat dipersunting penyakit mata tersebut, perjaka bertubuh jangkung ini harus rela melepas mimpinya. Selain itu, ia harus rela hari-harinya diisi dengan lamunan di kamar pribadinya. Tak mempunyai gairah, itulah Ari ketika terbelenggu dalam pusaran depresinya.


Terkungkung dalam baying-bayang masa depan suram, itulah kondisi dimana Ari harus menghabiskan masa-masa remajanya semenjak tahun 2006 sampai 2009. Ia terisolir dari dunia luar, bukan alasannya yaitu keluarganya, melainkan alasannya yaitu inginnya sendiri. Sebetulnya apa yang ia pilih sudah masuk akal menimpa mereka yang ditakdirkan menjadi Tunanetra pada usia dewasa. Depresi, begitulah kondisi Ari ketika itu. Ia tak lagi tersebyum sambil mengamati jemarinya yang meliuk di atas kanvas demi mengerjakan tugas-tugas desain dari gurunya. Ya, Ari sebelum dipersunting oleh Glaukoma memang merupakan sosok yang hobi melukis dan menggambar, maka tak heran kalau namanya kemudian tercatat sebagai salah satu siswa di SMKN 11 Semarang, atau yang lebih dikenal dengan Sekolah Menengah kejuruan Grafika. Tak hanya hobi menggambarnya saja yang ditinggalkan, hobi lain ibarat mengotak-atik computer pun sudah barang tentu ia tinggalkan akhir ketunanetraan yang dideritanya.


Setiap insan yang terlempar ke titik nol, niscaya kelak mempunyai titik balik. Dan, pada tahun 2009, titik balik itu dicapai oleh seorang remaja yang semenjak kecil telah diajarkan wacana kemandirian oleh orang tuanya. Ya, pada tahun 2009 raksasa dalam diri Ari yang selama ini tertidur kini telah bangkit. Raksasa besar itu yaitu raksasa keberanian serta rasa percaya diri yang selama ini tertidur akhir depresi yang ia dapat. Tercatat pada tahun 2009, Ari telah berani berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia harus bangun dan berani menatap masa depan!


Kemudian, janjinya tersebut diwujudkan melalui sebuah pembinaan computer yang diadakan oleh DPD PERTUNI Jawa Tengah berhubungan dengan Yayasan Mitra Netra dimana ketika itu kedua forum tersebut menyelenggarakan pembinaan computer bicara bagi Tunanetra di Jawa Tengah. Ari yang memang begitu menggandrungi tekhnologi, tanpa piker panjang pribadi mendapatkan usulan pembinaan yang diadakan di secretariat DPD PERTUNI Jawa Tengah yang beralamat di Jalan Badak 3 No. 62 Semarang. Ketika itu Ari sempat terinspirasi dengan seseorang dari Mitra Netra berjulukan Sugio yang kala itu menjadi pelatih computer bicara pada pembinaan tersebut.


“Aku pengen kayak Pak Sugio yang bisa menjadi pelatih computer untuk Tunanetra. Aku yakin suatu ketika nanti bisa menjadi ibarat Pak Sugio” begitu kata Ari ketika mengikuti pembinaan computer bicara dengan Pak Sugio sebgai instrukturnya.


Lalu, siapa sangka dari pembinaan computer bicara tersebut Ari terlahir menjadi perjaka Tunanetra yang mempunyai daya saing. Pasalnya, sehabis mengikuti pembinaan computer bicara tersebut, Ari kemudian bermetamorfosis menjadi perjaka Tunanetra yang selalu haus dengan tekhnologi dan selalu mencari tahu tekhnologi terbaru untuk Tunanetra. Karena keuletannya dalam mempelajari tekhnologi yang membuahkan skill computer yang cukup mumpuni, kesudahannya Ari dipercaya untuk menjadi sekretaris di DPD PERTUNI Jawa Tengah. Seiring dengan jabatannya tersebut, selanjutnya Ari dipercaya untuk mengajarkan computer bicara kepada pengurus DPD lainnya yang belum lancer mengoperasikan computer.


Kualitas Ari sebagai pengajar computer bicara memang belum begitu terlihat alasannya yaitu yang ia ajarkan hanya internal pengurus DPD PERTUNI Jawa Tengah. Namun siapa sangka sehabis keberadaannya di DPD PERTUNI Jawa Tengah tersebut, Ari menerima chalenge sekaligus chance untuk mewujudkan impiannya menjadi pelatih computer. Tepat pada bulan Oktober 2012, anak kedua dari tiga bersaudara ini kembali dipercaya untuk menularkan ilmu komputernya kepada Tunanetra dari Brebes dan juga Kendal. Bisa dikatakan bahwa kesempatan kali ini merupakan debute pertama Ari menjadi pelatih computer yang sebenarnya. Betapa tidak, pada kesempatan mengajari kedua Tunanetra dari Brebes dan Kendal tersebut, Ari harus mulai berguru menyusun silabus atau bahan apa saja yang akan diajarkan pada kedua Tunanetra yang gres pertama kali dikenalnya itu.


Acungan jempol tampaknya telah Ari dapatkan atas kerja kerasnya menjadi pelatih computer. Pengorbanan yang ia berikan di secretariat DPD PERTUNI Jawa Tengah rupanya kembali menuntun perjaka tersebut kea rah yang lebih terang. Pasalnya, usai ia menjadi pelatih computer untuk pengurus DPD PERTUNI Jawa Tengah dan kedua Tunaentra dari luar Kota Semarang, lagi-lagi Ari kebanjiran “Job” untuk mengajarkan computer bicara kepada 3 orang Tunanetra sekaligus seorang guru SLB di Kota Tegal yang berstatus awas. Kesempatan tersebut tentu tak disia-siakan perjaka tersebut. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Ari berusaha “Mengangkat” Tunanetra-tunaneta tersebut dari gagap tekhnologi menjadi melek tekhnologi. Dan tampaknya upayanya tersebut kembali membuahkan hasil.


Perlahan namun pasti, nama Ari Triono mulai dikenal di media massa local. Namanya banyak mengisi surat kabar maupun Televisi local. Tentu saja ia muncul di media massa alasannya yaitu pengabdiannya untuk menjadi seorang pelatih computer bagi Tunanetra di Kota Semarang. Kemudian, debute berikutnya dari seorang Ari Triono berlanjut pada sebuah pembinaan computer bicara secara rutin di secretariat DPD PERTUNI Jawa Tengah. Kala itu, setiap cabang PERTUNI yang ada di Jawa Tengah diberi kanal dalam mempelajari computer bicara dengan Ari sebagai instrukturnya. Kegiatan lain yang juga Ari tangani sebagai seorang pelatih computer yaitu Workshop Bimbingan Karir yang diadakan oleh DPD PERTUNI Jawa Tengah untuk siswa Tunanetra diama pada aktivitas tersebut Ari diharuskan menyusun sebuah bahan secara lengkap yang kemudian dibagikan kepada para peserta. Dan siapa sangka, dari posisinya sebagai pelatih dalam aktivitas tersebut, Ari sanggup menghasilkan uang yang sanggup ia tabung.


Pelatihan rutin disekretariat, expose di media massa, serta kabar dari verbal ke verbal kemudian mengantarkan Ari menjadi seorang pelatih computer yang professional. Kini ada beberapa Tunanetra di Kota Semarang yang meminta jasa perjaka tersebut guna mengajarkan computer bicara. Tunanetra yang meminta jasanya tersebut, dengan sukarela menunjukkan imbalan atas apa yang telah dilakukan oleh Ari. Tak tanggung-tanggung, Tunanetra yang menggunakan jasa Ari tersebut menunjukkan imblaan yang menggiurkan sekali pertemuan. Sebetulnya Ari tak pernah meminta imbalan atas apa yang telah berikan, namun keinginan dari peminta jasa lah yang kemudian menjadikannya seorang pelatih dengan tariff ibarat guru privat lainnya.


“Aku sih gak pernah minta imbalan. Yang terpenting, kalau ada teman-teman yang menginginkan berguru computer di rumah masing-masing, cukup sediakan jemputan buatku, gak perlu komplemen uang…” ucap perjaka jangkung tersebut.


Namun sekeras apapun Ari menolak usulan uang tersebut, para Tunanetra yang menggunakan jasanya tetap memaksa menunjukkan imbalan atas jasa Ari. Alhasil, Ari hanya bisa berucap syukur alasannya yaitu kini apa yang ia lakukan sanggup dijadikan lading mencari nafkah yang cukup menjanjikan. Dengan imbalan yang ia sanggup dari Tunanetra-tunaentra tersebut, Ari tak perlu meminta uang kepada orang tuanya untuk membayar kos serta biaya hidup sebagai mahasiswa dengan status anak kos. Ari tentu tak pernah menyangka akan menerima jalan mengumpullkan pundi-pundi uang dengan jalan menjadi seorang guru privat computer bicara untuk Tunanetra. Begitu pun dengan siswa-siswanya, ia tak menyangka bahwa siswa-siswanya mempunyai latar belakang bermacam-macam, mulai dari guru SMA, pemijat, pengusaha serta mahasiswa.


“Disyukuri aja apa yang ada. Kalau memang teman-teman mau member imbalan ya Alhamdulillah, tapi saya gak pernah nuntut harus member imbalan…”


“Dan kurasa profesi menjadi guru privat computer bicara ini cukup menarik dan menjanjikan. Ini yaitu peluang kesempatan kerja yang aksesible untuk Tunanetra. Dari pada menganggur, lebih baik coba pekerjaan ini…” lanjut Ari.


Kini di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa, Ari sempatkan waktunya di pagi hari sampai siang hari untuk mengajar computer bicara. Kemudian, pada sore harinya Ari lanjutkan kegiatannya di kampus. Lelah tentu ia rasakan, namun ia sadar betul bahwa kalau ia ingin sukses, ia harus bebaskan pikirannya dari rasa keluh kesah. Dia pun percaya bahwa apa yang ia sanggup kini ini yaitu hasil dari keuletannya berguru computer bicara. Keinginan Ari untuk menjadi seorang pelatih computer bicara rupanya bukan sekedar isapan jempol belaka. Kini ia telah mengambarkan bahwa ia sanggup mewujudkan mimpinya meski ketunaentraan telah memeluknya. Ia berharap, Tunanetra lainnya sanggup memanfaatkan peluang yang ada sekecil apa pun itu demi memperoleh masa depan cerah sebagai seorang Tunanetra yang banjir stereotype dan paradigma buruk.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Ari Triono, Pelatih Komputer Bicara Itu Pilihanku"