Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengeluaran Impulsif Bisa Bikin Keuangan Jadi Amburadul

Siapa bilang semua orang gak bisa jadi impulsive buyer? Hayo ngaku deh. Paling enak buktiinnya pas ngemol. Yakin gak bakal lirik baju berlabel sale? Gak tergerak pegang-pegang tas keluaran terbaru? Apalagi ditambah embel-embel cicilan sekian bulan nol persen atau cashback sekian ratus ribu dengan nominal belanjaan tertentu?

 

[Baca: Cerdas Pilah-pilih Barang Diskonan saat Ngemol]

 

 

Awalnya sih gak niat punya tuh barang, tapi kok tiba-tiba saja langsung belok terus tanya-tanya sama mbak-mbak SPG cantik. Dan terjadilah transaksi pembelian barang.

 

Tanpa disadari transaksi telah terjadi berkali-kali. Adegan berikutnya baru sadar lihat struk belanjaan yang tembus Rp 1 jutaan dan pulang bawa tentengan di tangan!

 

[Baca: Trik Belanja yang Gak Bikin Kantong Kering bin Jebol]

 

 

Nah itu kira-kira bisa mendeskripsikan yang disebut impulsive buying alias pembelian impulsif. Dari definisinya, impulsive buying atau pembelian impulsif adalah pembelian tanpa perencanaan yang lebih didasari pada dorongan kuat buat membeli yang muncul secara tiba-tiba.

 

Dorongan itu sulit banget ditahan karena terjadi secara spontan saat lihat produk tertentu. Di saat bersamaan, dorongan membeli itu disertai perasaan yang menyenangkan dan penuh gairah. Kebiasaan yang kayak gini bukan gak mungkin bisa bikin keuangan jadi amburadul loh. 

 

bikin keuangan jadi amburadul

Kalau lagi gelap mata semua diambil trus udahannya juga gak dimakan

 

 

Itulah ciri-ciri perilaku pembeli impulsif. Pokoknya segala belanjaan yang dibeli tanpa rencana sudah bisa disebut pembeli impulsif. Dia akan langsung tergerak beli tanpa pikir panjang saat melihat produk yang menarik,lucu, kepengen punya, nyaingin temen, ataupun produk itu dianggap layak dimiliki. Padahal sebenarnya tak butuh-butuh amat.

 

It’s Hurt Bank Account

Perilaku impulsive buying bukan penyakit kok. Itu hal yang manusiawi. Lebih-lebih mereka beralibi belanja itu menyenangkan sekaligus menggairahkan. Rasa suka cita itu muncul karena merasa sukses punya barang itu dengan harga miring atau manfaatkan aji mumpung lagi diskon.

 

Pembeli model beginian punya semboyan yang sama, yakni ‘I love shopping’ atau ‘Shopping is the best therapist’.

 

[Baca: Kebiasaan Buruk yang Bikin Struk Belanjaan Makin Panjang]

 

 

Hanya yang kurang disadari pelaku impulsive buying adalah jangka panjangnya. Utama yang kena itu dari sisi finansial. Bila perilaku belanja tanpa rencana dipelihara, itu sama saja membuka risiko kantong kering tingkat berat.

 

Itu pasti karena beli barang tanpa rencana mengakibatkan pengeluaran membengkak. Mungkin kalau ada simpanan duit lebih enggak berasa ada masalah. Cuma tetap saja bisa jadi masalah bila tak dikendalikan. Alur keuangan bakal rusak dengan belanja impulsif.

 

Belanja impulsive sama saja mempraktikkan perilaku overspending. Ini karena gagalnya mengendalikan aliran uang di rekening. Semua perencanaan keuangan bisa meleset gara-gara melakukan pembelian-pembelian impulsif untuk barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

 

Gaya belanja seperti ini dengan sendirinya membuat seseorang makin ‘jauh’ dengan uangnya sendiri. Duh!

  

bikin keuangan jadi amburadul

Saat sadar bahwa uang kamu udah tiris baru deh urut-urut kepala, pucing pala Barbie! 

 

 

Kekang belanja impulsif

Biar enggak makin jauh sama simpanan, penting dong kekang pengeluaran impulsif. Gak perlu ekstrem dengan antipati sama aktivitas belanja. Cukup ciptakan perilaku sehat berbelanja saja. Ini sudah lumayan membantu mengendalikan kebiasaan belanja impulsif. 

 

Berikut ini sekadar masukan membangun kebiasaan belanja yang sehat.

 

1. Ulur waktu

Ketika ada niatan belanja sesuatu, ulur waktu dulu agar bisa membedakan dengan rasional. Tanyakan dan jawablah dengan jujur pada diri sendiri, seperti:

 

“Apa yang gue lakukan di sini?”

“Apa yang bikin gue ada di sini?”

“Apa yang  gue rasakan sekarang? “

“Apakah barang ini benar dibutuhkan?”

“Apa yang bakal terjadi bila gue beli ini barang?

 

2. Jauhi situasi yang picu hasrat belanja impulsif

Isi waktu luang dengan aktivitas yang membuat otak jauh dari niat belanja. Sibukkan diri atau bikinlah kenyamanan di rumah ketimbang keluyuran di luar yang pada akhirnya bisa berujung membeli sesuatu.

 

3. Susun daftar keinginan

Sah-sah saja punya daftar keinginan yang harus direalisasikan. Tapi ada baiknya disusun dan tetapkan rencana kapan itu direalisasikan. Dengan begitu ada cukup waktu untuk menyesuaikan kondisi keuangan dengan daftar keinginan itu.

 

[Baca: Cara Maksimalkan Keuangan untuk Wujudkan Rencana Masa Depan]

 

 

4. Sisihkan uang untuk dinikmati

Sisihkan sebagian dana untuk dinikmati setelah semua kewajiban keuangan telah terpenuhi. Kamu layak menikmati uang yang dihasil atas jerih payah.

 

bikin keuangan jadi amburadul Daripada uangnya habis buat belanja abis-abisan sampe kalap, mending nabung buat ke lar negeri asoy kan!

 

 

Kesimpulannya, percayalah pembeli impulsif itu hanya menguntungkan orang lain. Enggak ada yang bisa dibanggakan kalau diri sendiri dihinggapi perilaku ini. Sebaliknya, banggakan diri sendiri ketika sudah mampu mengendalikan hasrat berbelanja yang ‘merusak’.

 

 

 

Image Credit:

  • http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/39445/big/belanja130507b.jpg
  • http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/67210/big/stres-130325b.jpg
  • https://dyahperwitasari.files.wordpress.com/2013/01/dsc05818.jpg

Posting Komentar untuk "Pengeluaran Impulsif Bisa Bikin Keuangan Jadi Amburadul"