Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Schizophrenia (Disabilitas Psikososial)

Mungkin, yang ada disini ada yang sudah tahu mengenai schizophrenia, atau mungkin juga belum. Sedikit cemilan informasi mengenai Schizophrenia yang termasuk disabilitas mental pada individu.


Mungkin ada diantara kita yang belum menyadari atau belakang layar saja lantaran stigma negatif lantaran gangguan psikososial ini.


Langsung saja yaaa masuk ke


1. Pengertian Schizophrenia


Schizophrenia ditemukan oleh Emil Kraeplin pada 1893, kemudian dikembangkan oleh Emil Kraeplin, Eugen Bleuler dan Kurt Schneider. Di dalam dokumennya Eugen Bleuler, ia mengidentifikasi Schizophrenia yang terdapat pada kaum bau tanah Mesir Pharaonic, adanya Tekanan, dementia, ibarat halnya gangguan pikiran dalam Schizophrenia diuraikan secara detil di dalam buku ihwal hati, macam-macam penyakit fisik dianggap sebagai tanda-tanda dari hati dan uterus dan bearasal dari pembuluh darah atau keadaan penuh dengan nanah, urusan fecal, setan atau racun.

Emil menyebut Schizophrenia dengan dementis praecox, dementis: diluar dari jiwa seseorang, praecox : sebelum terjadinya tingkat kematangan seseorang, jadi dementia praecox yaitu penyakit yang disebabkan oleh patologi yang spesifik yang berupa hilangnya kesatuan antara pemikiran, perasaan, tindakan dalam diri seseorang yang meliputi waham, halusinasi, dan sikap motorik yang aneh. Menurut Eugen, Schizophrenia berasal dari kata skizos : pecah belah dan phren : jiwa. Jadi, Schizophrenia yaitu kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang asing dan mengganggu kerja dan fungsi sosial.

Davidson dan Neale (dalam Anita, 2004) menyebutkan bahwa Schizophrenia merupakan suatu kelompok gangguan psikotik yang dicirikan dengan adanya gangguan pikiran, emosi dan sikap seseorang, dimana ide-idenya seringkali tidak logis, adanya persepsi yang salah, gangguan dalam acara motorik dan mempunyai afek yang datar bahkan seringkali tidak sesuai. Hal ini mengakibatkan individu semakin menjauh dari orang-orang disekitarnya dan individu tidak bisa menangkap realita yang terjadi, dan mereka juga sering mengalami halusianasi dan

delusi.


Menurut Kamus Lengkap Psikologi (2000), Schizophrenia didefinisikan sebagai satu nama umum sekelompok reaksi psikotis, dicirikan denga pemunduran emosional dan afektif dan tergantung pada tipe dan adanya halusinasi, delusi, tingkah laris negativistis, dan kemunduran atau perusakan yang progresif.

Berdasarkan DSM IV-R (dalam Journal Of Psychiatri, 2008), schizophrenia yaitu suatu gangguan yang terjadi sekurang-kurangnya enam bulan termasuk symptom fase aktif selama satu bulan yang diikuti dengan adanya delusi, halusinasi, disorganisasi dalam bicara, tingkah laris yang kasar, dan symptom negatif.

Berdasarkan klarifikasi di atas, sanggup disimpulkan bahwa Schizophrenia yaitu kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang asing dan mengganggu kerja dan fungsi sosial yang dicirikan dengan adanya gangguan pikiran, emosi dan sikap seseorang, dimana ide-idenya seringkali tidak logis, adanya persepsi yang salah, gangguan dalam acara motorik dan mempunyai afek yang datar bahkan seringkali tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.


2. Gejala-gejala Schizophrenia


Karakteristik utama orang yang menderita gangguan emosi berat dan sangat berat yaitu kehilangan kekerabatan dengan dunia nyata, serta proses berpikir yang terpecah, dengan memperlihatkan sikap yang tidak sempurna dan gejala-gejala ibarat (dalam American Journal Of Psychiatri,

2008):


a. Gejala positif


Menunjukkan tanda ibarat paranoid, sukar berbicara, pikiran kacau dan kadangkala perlakuan menjadi tidak terkendali. Pasien kerap mengalami halusinasi dan mendengar bunyi orang bercakap yang menyuruh mereka melaksanakan sesuatu hal. Biasanya pasien akan melaksanakan perbuatan yang dia sendiri tidak tahu akibatnya. Pasien lebih suka mengisolasi diri, tidak mau berbaur dengan orang lain, berbicara atau tersenyum seorang diri, mutu kerja yang menurun, sukar tidur, selalu merasa resah.

b. Gejala negatif


Pasien kehilangan upaya dalam menciptakan perencanaan, berbicara, memperlihatkan emosi dan mencari kegembiraan dalam hidup. Gejala ini sering dianggap kemurungan.

c. Gejala kognitif


Pasien mengalami kesukaran dengan pikiran yang menumpuk, ingatan yang terganggu dan adakalanya mereka dihentikan menciptakan sembarang keputusan. Bagaimanapun, tanda-tanda ini memberi kesan negatif dalam jangka masa panjang dan mempengaruhi kehidupan pasien. Gejala lain sanggup menjadikan kemurungan, keresahan berpanjangan dan kadangkala timbul cita-cita bunuh diri.

Davidson dan Neale (dalam Anita, 2004) membagi tanda-tanda schizophrenia


menjadi :


a. Gejala positif, yang terdiri dari halusinasi dan delusi,

b. Gejala negatif, yang terdiri dari avoliation, anhedonia, alogia, dan afek datar (flat affect).


3. Karakteristik Schizophrenia


Ada beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh Cameron (dalam Wulan, 2008) :


a. Adanya gangguan dalam berafiliasi dengan realitas, yang ditandai dengan adanya ilusi dan halusianasi,

b. Adanya gangguan emosional, yang tertampil dalam tingkah laris spontan dan sulit diramalkan,

c. Adanya gangguan dalam berafiliasi dengan objek disekitarnya,

d. Adanya gangguan dalam fungsi mempertahankan diri,

e. Adanya gangguan bahasa dan berpikir yang diawali oleh regresi pada penderitanya dan menjadikan kecakapan proses berpikir sekundernya menjadi rusak,

Schizophrenia ditandai dengan gangguan dalam pedoman dan dalam mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang koheren dan bermakna (dalam Schizophrenia). Gangguan dalam isi dan pikiran, gangguan yang paling konkret pada isi pikiran meliputi waham (delusi), waham yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sanggup dijelaskan oleh latar belakang budaya penderita ataupun pendidikan; penderita tidak sanggup diyakinkan oleh orang lain bahwa keyakinannya salah meskipun banyak bukti berpengaruh yang sanggup diajukan untuk membantah keyakinan penderita, waham mempunyai bentuk yang berbeda ada beberapa jenis waham yaitu (dalam schizophreniasymptoms) :

a. Grandeur (waham kebesaran) : penderita yakin bahwa mereka yaitu seseorang yang sangat luar biasa.

b. Guilt (waham rasa bersalah) : penderita merasa bahwa mereka telah melaksanakan dosa yang sangat besar.

c. Ill health (waham penyakit) : penderita yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang sangat serius.

d. Jealousy (waham cemburu) : penderita yakin bahwa pasangan mereka telah berlaku tidak setia.

e. Passivity (waham pasif) : penderita merasa mereka dikendalikan atau dimanipulasi oleh banyak sekali kekuatan dari luar.

f. Persecution (waham kejar) : penderita merasa dikejar-kejar oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mencelakainya.

g. Poverty (waham kemiskinan) : penderita takut akan mengalami kebangkrutan, dimana kenytaannya tidak demikian..

h. Reference (waham rujukan) : penderita merasa dibicarakan oleh orang lain secara luas.

Gangguan dalam bentuk pikiran, orang yang mengalami schizophrenia cenderung berfikir dalam bentuk yang tidak terorganisasi dan tidak logis, bentuk atau struktur proses pikiran dan juga isinya seringkali terganggu. Klinisi menyebut jenis gangguan ini sebagai gangguan pikiran. Gangguan pikiran sanggup dikenali melalui gangguan dalam organisasi, pemrosesan, dan kendali pikiran. Kelonggaran dalam asosiasi merupakan satu dari konsep empat A Blueler. Bentuk pembicaraan orang yang mengalami Schizophrenia seringkali tidak teratur, dengan pecahan kata yang dikombinasikan secara tidak sesuai atau kata-kata dirangkai untuk menciptakan rima yang tidak bermakna, kurang membuktikan keterkaitan antara pandangan gres atau pikiran yang diekspresikan. Pada penderita yang parah pembicaraannya tidak sanggup dimengerti.Tanda-tanda yang kurang umum terjadi meliputi neologisme yaitu kata-kata yang yang diucapkan penderita kurang atau tidak mempunyai arti bagi orang lain, perseverasi yaitu pengulang yang tidak sesuai namun menetap pada kata- kata yang sama, clanging yaitu merangkaikan secara bersama kata atau bunyi berdasarkan rima, blocking yaitu secara tiba-tiba pembicaraan atau pikiran terputus. Gangguan lebih sering terjadi selama episode akut namun mungkin juga muncul pada fase residual, gangguan pikiran yang muncul diluar episode akut berafiliasi dengan prognosis yang lebih jelek (Salmon, 1974).


Kekurangan dalam pemusatan perhatian orang-orang dengan schizophrenia akan tampak mengalami kesulitan menyaring keluar stimulus yang tidak relevan dan menggangu, kekurangan yang mengakibatkan hampir mustahil untuk memusatkan perhatian dan mengorganisasikan pikiran mereka, lantaran ketidaknormalan otak yang mempersulit mereka untuk memusatkan perhatian kiprah yang relevan dan menyaring keluar informasi yang tidak penting. Orang yang mengalami schizophrenia tampak waspada berlebihan, atau menjadi benar-benar sensitif terhadap suara-suara yang tidak relevan, terutama tahap awal gangguan (Salmon, 1974).

Gangguan gerakan mata penderita schizophrenia kronis membuktikan tanda-tanda gangguan gerakan mata gangguan gerakan mata meliputi gerakan mata yang tidak normal dikala menelusuri sebuah sasaran yang bergerak melintasi lapang pandangan. Gangguan gerakan mata sepertinya melibatkan kerusakan pada proses proses involunter di otak yang bertanggung jawab terhadap perhatian secara visual (Alloy, 2004).

Gangguan persepsi halusinasi termasuk gangguan yang paling umum pada Schizophrenia merupakan gambaran yang dipersepsi tanpa adanya stimulus dari lingkungan. Halusinasi sanggup melibatkan setiap indra, halusinasi Taktil (seperti digelitik, sensasi listrik, terbakar), halusinasi Somatis (seperti merasa ada ular yang menjalar dalm perut), halusinasi Visual (melihat sesuatu yang tidak ada), halusinasi Gustatoris (merasakan dengan pengecap sesuatu yang tidak ada), halusinasi Olfaktoris (mencium anyir yag tidak ada), halusinasi indera pendengaran suara-suara mungkin didengar sebagai wanita atau laki-laki dan ibarat berasal dari dalam atau dari luar kepala individu, orang yang mengalami halusinasi mungkin mendengar suara-suara tersebut berbicara ihwal mereka dalam bentuk orang ketiga yang memperdebatkan kebaikan atau kesalahan mereka. halusinasi yang disebabkan obat cenderung berupa visual dan sering meliputi bentuk-bentuk abstrak. Halusinasi schizophrenia kebalikannya cenderung lebih berbentuk penuh dan kompleks (Brown, 2007).


Gangguan emosi gangguan afek atau respon emosional pada schizophrenia ditandai oleh afek yang tumpul (afek datar). Afek datar disimpulkan dari ketiadaan ekspresi emosi pada wajah dan suara. Penderita schizophrenia berbicara secara monoton dan mempertahankan wajah tanpa ekspresi, penderita tidak mengalami rentang normal dalam respon emosi terhadap orang-orang dan kejadian-kejadian atau respon mereka tidak sesuai (Halgin, 1997).

Berdasarkan klarifikasi di atas, sanggup disimpulkan bahwa seseorang yang menderita Schizophrenia mempunyai beberapa karakteristik ibarat waham, adanya gangguan dalam berafiliasi dengan realitas, yang ditandai dengan adanya ilusi dan halusianasi, gangguan emosional, yang tertampil dalam tingkah laris spontan dan sulit diramalkan, adanya gangguan dalam berafiliasi dengan objek disekitarnya, adanya gangguan dalam fungsi mempertahankan diri, adanya gangguan bahasa dan berpikir yang diawali oleh regresi pada penderitanya dan menjadikan kecakapan proses berpikir sekundernya menjadi rusak, yang ditandai dengan gangguan dalam pedoman dan dalam mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang koheren dan bermakna.


4. Faktor penyebab Schizophrenia


a Kekurangan Fisiologis


Menurut O’Leary dkk. (dalam schizophrenia), kekurangan fisiologis yang fundamental dalam kemampuan untuk mempertahankan stimulus yang relevan dan mengabaikan stimulus yang mengganggu orang-orang yang Schizophrenia.

b Impuls-impuls yang berasal dari id


Menurut pandangan psikodinamika oleh Sigmun Freud, Erik Erikson, dan Harry Stack Sullivan (dalam Anita, 2004), Schizophrenia mencerminkan ego yang dibanjiri oleh dorongan- dorongan seksual primitif atau bergairah atau impuls-impuls yang berasal dari id yang jadi penyebab halusinasi dan waham, sehingga mengancam ego yang sanggup menjadikan seseorang mundur ke periode awal dari tahapan oral, yang disebut narsisme primer.

c Prinsip conditioning dan mencar ilmu observasi dalam perspektif mencar ilmu mungkin memegang peranan dalam perkembangan beberapa bentuk sikap Skizofrenik. Menurut operant conditioning, imbalan mempengaruhi frekuensi verbal yang abnormal dibandingkan yang normal dan pasien di rumah sakit sanggup dibuat untuk menampilkan sikap yang aneh. Menurut Teori sosial-kognitif, adanya modelling terhadap sikap Skizofrenik yang terjadi di rumah sakit jiwa (dalam Kagan, 1998).

d Dari perspektif biologis Schizophrenia sanggup disebabkan oleh (dalam schizophrenia) :


1) Faktor genetis,


Menurut Charney, Nestler, Gottesman & Bunney (dalam Anita, 2004), Schizophrenia dipengaruhi berpengaruh oleh faktor genetis. Menurut Erlenmeyer-Kimling dkk. (dalam Wulan, 2008), Schizophrenia sebagaimana banyak gangguan lainnya, cenderung menurun dalam keluarga.

Menurut Erlenmeyer-Kimling dkk., serta Kendler & Diehl, peningkatan risiko Schizophrenia pada orang-orang yang mempunyai kekerabatan biologis dengan penderita gangguan. Menurut APA (dalam American Journal Of Psychiatri, 2008), serta Kendler & Diehl (dalam Anita,

2004), secara keseluruhan, keluarga tingkat pertama dari orang-orang yang mengalami Schizophrenia (orang bau tanah dan saudara kandung) mempunyai sekitar sepuluh kali lipat risiko yang lebih besar untuk mengalami Schizophrenia dibandingkan orang lain yang berada di sekitarnya.

Menurut Gottesman, semakin erat kekerabatan genetis antara orang yang didiagnosis Schizophrenia dan anggota keluarga mereka, semakin besar concerdance rate (kecenderungan) mengidap Schizophrenia pada keluarga mereka. Menurut Rosenthal dkk.(dalam Wulan, 2008), anak yang di adopsi dan dibesarkan terpisah dari ibu kandungnya beresiko tinggi mengidap Schizophrenia.

Menurut Lewin, Malaspina dkk. (dalam Anita, 2004), ayah yang berusia lebih dari 50 tahun pada sebuah penelitian, mempunyai kemungkinan tiga kali lipat untuk mempunyai anak yang mengalami Schizophrenia daripada ayah yang berusia kurang dari 25 tahun. Rathus, et al., 1991 (dalam Suryani, 2006), mendapatkan penyebab Schizophrenia yang di klasifikasikan menjadi :

a) Distinct Heterogenity Model


Model ini menyatakan bahwa schizophrenia disebabkan oleh kerusakan gen yang sanggup diikuti oleh gen-gen tertentu dan yang hanya disebabkan oleh faktor lingkungan. Schizophrenia catatonic, misalnya, mungkin merupakan penyakit yang muncul secara genetis yang akhirnya diikuti ketidaknormalan gen pada kromosom tertentu.

b) Monogenic Model


Model ini menyatakan bahwa semua bentuk schizophrenia sanggup disebabkan oleh suatu gen yang cacat. Gen yang cacat ini akan mengakibatkan schizophrenia pada orang yang mendapatkan gen itu dari kedua orang tuanya (monozygote), namun kemungkinannya kecil jikalau hanya dari satu orang bau tanah (heterozygote).

c) Multifactorial-Polygenic Model


Menurut model ini, schizophrenia disebabkan oleh imbas banyak sekali gen, trauma biologis prenatal dan postnatal dan tekanan psikososial yang saling berinteraksi. Aspek schizophrenia muncul jikalau faktor-faktor itu berinteraksi melebihi batas ambang tertentu.

2) Faktor biokimia,


Menurut Kane (dalam Wulan, 2008), Obat-obatan neuroleptik menghambat dan mengurangi acara reseptor dopamin sehingga sanggup menghambat transmisi berlebih dari impuls-impuls neuron yang sanggup meningkatkan sikap Schizophrenia. Menurut Busatto dkk. (dalam Jamaluddin, 2004), kita seharusnya juga memperhatikan bahwa neurotransmitter ibarat norepinefrin, serotonin, dan GABA, juga mempengaruhi sikap Schizophrenia.

3) Infeksi virus,


Menurut Mertensen dkk., serta Tam & Sewell (dalam Lazarusli, 2005), teori virus sanggup mempengaruhi inovasi dari banyaknya jumlah orang yang kemudian mengalami Schizophrenia apabila dilahirkan pada demam isu dingin. Ketidaknormalan otak merupakan hasil dari infeksi virus pada masa prenatal, nutrisi janin yang tidak adekuat (kurang bergizi), kerusakan genetis, atau trauma kelahiran, atau komplikasi (McGlashan & Hoffman, McNeil, Cantor- Graae & Weinberger, Rosso dkk., Wahlbeck dkk. dalam Anita, 2004).

4) Ketidaknormalan otak,


Para peneliti mencoba memakai teknik pencitraan otak yang modern, termasuk PET scan, EEG, CT scan, MRI yang sanggup menggali kerja pecahan dalam dari otak. Menurut Gur dkk., Ettinger dkk., dari hasil penelitian pemindaian otak memperlihatkan hasil adanya ketidaknormalan otak pada orang-orang yang menderita Schizophrenia. Penemuan yang paling terang dari kerusakan struktural di otak dibuktikan oleh pembesaran ventrikel di otak yang terjadi pada tiga sampai empat pasien Schizophrenia (Coursey, Alford, & Safarjan dalam Anita,

2004).


Otak dari pasien Schizophrenia rata-rata lima persen lebih kecil dari volume otak pada individu normal, dengan pengurangan volume terbesar pada korteks serebral (Cowan & Kandel dalam Lazarusli, 2005). Berkurangnya akrifitas gelombang otak pada korteks preffrontalis dari pasien Schizophrenia (Kim dkk., Ragland dkk. dalam Wulan, 2008). Ketidaknormalan korteks prefrontalis (yang mengendalikan banyak sekali fungsi kognitif dan emosional) pada penderita Schizophrenia menjadikan mereka mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan pikiran- pikiran serta perilaku-perilaku dengan turut menampilkan tugas-tugas kognitif pada tingkat yang lebih tinggi, ibarat memformulasikan konsep, memprioritaskan informasi, dan memformulasikan tujuan dan planning (Barch dkk., Bertolino dkk., Callicot dkk. dalam Brodjonegoro, 2006).

Gangguan pada fisiologis otak di tempat subkortikal sanggup menjadikan ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga terjadi ketidaknormalan pada pengaturan emosi, perhatian, pembentukan ingatan, berpikir (dalam schizophrenia). Menurut Haber & Fudge (dalam Brodjonegoro, 2006), Schizophrenia melibatkan terlalu aktifnya reseptor dopamin otak, yaitu reseptor yang terletak di neuron pascasinaptik di mana molekul dopamin terikat (teori dopamin). Penelitian terhadap imbas dopamine dilakukan dengan memakai tiga macam obat bius, yaitu phenothiazine, amphetamine, L-Dopa. Tubuh akan mengubah L-Dopa menjadi dopamine dan kadang-kadang mengakibatkan gejala-gejala ibarat schizophrenia (Sue, et al. dalam Brodjonegoro, 2006), dan amphetamine. Penyumbatan dopamine mungkin mempengaruhi gejala- tanda-tanda schizophrenia, tetapi tidak menjadi penyebab munculnya penyakit tersebut. Perubahan aktifitas dopamine mungkin terjadi sesudah munculnya psikosis dan bukan sebelumnya (Sue, et al., 1986 dan Davison, et al., 1994 dalam Sri, 2007).


5) Faktor keluarga.


Faktor keluarga yaitu adanya kekerabatan keluarga yang terganggu semenjak usang dianggap berperan dalam perkembangan dan perjalanan gangguan Schizophrenia (Miklowitz dalam Hillary, 2007). Terjadinya komunikasi double-blind dalam keluarga berdasarkan Gregory Bateson dkk. (dalam Nevid, 2005) berkontrubusi meningkatkan risiko terhadap perkembangan terkena Schizophrenia, teladan komunikasi ini yaitu seorang ibu yang bersikap hambar ketika anaknya mendekatinya, memarahi anak untuk menjaga jarak, selalu menyalahkan apapun yang dilakukan anak, menjaga pembicaraan ihwal ketidakkonsistennya, tidak mentolerir kedekatan hubungan, tidak memperlihatkan kesempatan kepada anak untuk berpendapat, mengejar anak dengan tuntutan orang tua; hal ini sanggup menjadikan anak menjadi tidak terorganisasi dan kacau. Pola komunikasi yang tidak jelas, samar-samar, terganggu, pembicaraan yang sulit untuk diikuti dan sulit untuk ditangkap intinya, sering ditemukan pada keluarga dari pasien Schizophrenia (Wahlberg dkk.dalam Nevid, 2005).


Menurut Miklowitz dalam Nevid (2005), orang bau tanah dari penderita Schizophrenia memperlihatkan tingkat penyimpangan komunikasi yang lebih tinggi daripada orang bau tanah pada orang normal.

Selain itu, expressed emotion yang terganggu dalam anggota keluarga ibarat bersikap kejam, mengkritik, tidak mendukung cenderung menimbulkan pembiasaan diri yang sangat jelek dan mempunyai rata-rata kecenderungan untuk kambuh lagi penyakit yang dideriatnya sesudah ia keluar dari rumah sakit (Cutting & Docherty, King & Dixon dalam Dadang, 2008).

Berdasarkan klarifikasi di atas, sanggup disimpulkan bahwa Schizophrenia disebabkan oleh adanya kekurangan fisiologis, impuls- impuls yang berasal dari id, conditioning, serta dilihat dari perspektif biologis.


Stigma negatif :

pemalas, bodoh, tidak berharga, tidak kondusif bersama, sikap kekerasan (verbal dan non verbal), diluar kendali, selalu butuh pengawasan, kerasukan setan, peserta aturan dari Tuhan, tidak terduga, tidak sanggup diandalkan, tidak bertanggung jawab, tidak sanggup diobati, tidak mempunyai hati nurani, tidak berkompeten untuk berkeluarga, menurunkan, tidak bisa bekerja, sepanjang hidup tidak sehat, membutuhkan rawat inap seumur hidup, jorok.


Referensi :


Sardjono, Tyaseta Rabita Nugraeni. (2008). Penulisan Ilmiah. (tidak diterbitkan). Depok : Universitas Gunadarma.

Komunitas Skizofrenia Indonesia (KPSI), 7 modul PSIKOEDUKASI SKIZOFRENIA

UNTUK CAREGIVERS/PELAKU RAWAT/KELUARGA.(2014).


Catatan :

1.Untuk mendiagnosa apakah anda/orang terkena ini tidak bisa sembarangan, butuh proses yang panjang. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh Psikolog, psikiater, atau perawat jiwa.

2.Kebetulan eksklusif mendengar dari Prof.A.M.Heru Basuki yang kebetulan meneliti ini. Berikut perkataan dia :


“Schizophrenia berasal dari beberapa faktor yakni keturunan, neurotransmitter, dopamin, psikososial (hal ini terjadi lantaran laki-laki yang lari dari tanggung jawabnya lantaran sudah menghamili wanita di luar nikah sehingga anak menjadi lahir tanpa kasih, hal ini diperparah dengan sang Ibu yang menolak anaknya yang menciptakan anak menjadi gundah lantaran kehilangan kasih sayang) dan mempunyai problem dalam ekonomi”.


Terima kasih sudah berkenan membaca. Semoga bermanfaat, sanggup dipahami dan dimengerti.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Mengenal Schizophrenia (Disabilitas Psikososial)"