Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dpr Harus Kemudahan Hak Penyandang Disabilitas Di Ruu Kuhap

JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh dewan perwakilan rakyat dinilai belum optimal. dewan perwakilan rakyat harus pertimbangkan hak penyandang disabilitas di RUU KUHAP. RUU tersebut belum mempunyai ketentuan dan mekanisme yang terperinci mengenai penanganan masalah aturan yang menimpa penyandang disabilitas.


Dilansir dari Kompas.com, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyerukan kepada dewan perwakilan rakyat biar menunda pembahasan RUU KUHAP.


“Penanganan masalah di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan belum mengakomodasi kebutuhan khusus penyandang disabilitas di hadapan hukum. Misalkan penerjemah bahasa arahan dan penerjemah bagi penyandang disabilitas mental,” ujar Pengacara Publik dari LBH Jakarta, Marulitua Rajagukguk di Kantor LBH, Jakarta, Selasa (4/3/2014).


Maruli menjelaskan, dalam RUU KUHAP, hanya ada dua pasal yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas, yakni Pasal 91 ayat 2 dan Pasal 168 ayat 1 dan 2 RUU KUHAP. Pasal 91 ayat 2 berbunyi:


Dalam hal tersangka atau terdakwa buta, bisu, atau tuli diberikan dukungan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168.”


Adapun Pasal 168 ayat 1  berbunyi:


“Jika terdakwa atau saksi bisu, tuli, atau tidak sanggup menulis, hakim ketua sidang mengangkat orang yang terpelajar bergaul dengan terdakwa atau saksi tersebut sebagai penerjemah.”


Dalam Pasal 168 ayat 2 yaitu: “Jika terdakwa atau saksi bisu atau tuli tetapi sanggup menulis, hakim ketua sidang memberikan semua pertanyaan atau teguran secara tertulis kepada terdakwa atau saksi tersebut untuk diperintahkan menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta tanggapan harus dibacakan.”


Menurut Maruli, kedua pasal tersebut lebih mengatur ketentuan pada proses persidangan. Sedangkan di tingkat penyidikan, hak penyandang disabilitas belum diatur dengan jelas. “Dalam konteks penyidikan atau kasus yang belum disidangkan, belum diatur dengan jelas,” katanya.


Menurut data PBB, diperkirakan jumlah penyandang disabilitas di sebuah negara berkembang ibarat Indonesia yitu 10% dari total penduduk. Singkat kata, ada kurang lebih 24 juta orang yang mengalami disabilitas fisik, mental, atau intelektual. Angka tersebut tak sanggup dikatakan kecil, sehingga dewan perwakilan rakyat harus fasilitas hak penyandang disabilitas di RUU KUHAP.


“Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sangat besar. Maka proteksi terhadap penyandang disabilitas saat berhadapan dengan aturan harus diatur dalam RUU KUHAP yang semestinya menjadi lebih baik dibanding KUHAP. Tetapi ini nyatanya tidak,” kata Maruli.


Menurut Maruli, hal ini menjadikan hak penyandang disabilitas dalam masalah aturan menjadi terpinggirkan. Banyak masalah aturan yang menimpa penyandang disabilitas tidak diproses. Koalisi untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana pun meminta dewan perwakilan rakyat dan pemerintah menunda pembahasan RUU KUHP-KUHAP lantaran masih banyak substansi yang perlu diperbaiki, khususnya problem proteksi terhadap penyandang disabilitas.


Penundaan ini dibutuhkan alasannya selain belum terakomodasinya hak penyandang disabilitas di RUU KUHAP secara eksplisit, pemahaman pemerintah dan dewan perwakilan rakyat mengenai disabilitas pun perlu dibenahi. Bahwa disabilitas itu bukan hanya yang terlihat secara fisik, alasannya ada pula yang sifatnya mental dan intelektual. Bahkan dua jenis disabilitas terakhir tersebut yang kerap menerima diskriminasi oleh pegawapemerintah hukum.(DPM)


sumber: Kompas



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Dpr Harus Kemudahan Hak Penyandang Disabilitas Di Ruu Kuhap"