Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara Kartunet, Obor Estafet Pertama Dan Cetak Biruku

Pernahkah kalian merasa begitu kerdil, hina, lemah, tersudutkan, tak berguna, dan yang terparah merasa dunia tak akan lagi sanggup menerimamu sebagai manusia???


 


Jawabku : Pernah…aku pernah duduk pada situasi dan perasaan semacam itu!!


 


Pada titik terendah. Pada titik nol. Bagai pesakitan. Bagai si kerdil yang takut akan hingar bingar. Itulah aku, itulah perasaanku dan itulah rupaku dikala low-vision kusandang pada awal 2010.


 


Namun siapa sangka kini si kerdil itu tak lagi takut akan tatapan orang dalam keramaian??


 


Lalu…siapa sangka ia akan terbang keluar dari kandang dan hinggap di banyak sekali tempat indah yang penuh impian??


-(0_0)-


 


Obor itu kesudahannya padam. Menciptakan gulita pada setiap jejak angin yang datang. Pekat benar-benar pekat, nyaris melumpuhkan urat nadi juga detak jantung. Labirin itu kini tak bercahaya. Nampak lebih rumit dari sebelumnya. Lantas sang empunya obor hanya puas merintih di balik labirin tanpa tahu kemana harus temukan terang


-(0_0)-


 


Ketika itu kalender menunjuk pada tahun 2010. Aku masih ‘merah’, bagai seorang bayi yang gres keluar dari rahim biungnya. Aku kala itu, menangis ngeri melihat dunia yang berbeda dari sebelumnya dengan label ‘cacat’ yang berkonotasi pada ‘kutukan’, begitu kurang lebih yang orang lain sematkan. Hari-hari kulalui dengan putus asa, tanpa gairah, dan tentunya sesak oleh air mata. Dunia seolah runtuh. Harga diriku pun seolah tercabik oleh Glaukoma yang menghadiahiku label ‘Tunanetra’ yang sebelumnya tak pernah melintas dipikiranku.


 


Aku merasa gamang. Kakiku tak tahu akan kulangkahkan kemana. Jari pun entah akan sanggup menari mengurai kata mirip dulu atau justru mati rasa. Benar-benar tak ada peta arah soal dunia baruku sebagai Tunanetra! Adalah sebuah panti pijat atau SLB, mungkin itulah satu-satunya tempat yang sanggup kudatangi demi mencari nafas sebagai bayi yang haus diteteki biungnya. Namun ingin hanya tetap menjadi ingin kalau informasi tuk capai ‘ingin’ tak nampak di pelupuk mata.


 


“Ini kutukan!” pikirku mengumpat diri sendiri dikala itu. Betapa tidak, saya yang semula lincah bepergian dengan matic merah jambuku, tiba-tiba harus terkapar di kamar dengan dindingnya yang beku. Aku menjadi kacau, tak bersinar, dan tak lagi eksis! Ya, low-vision yang kemudian naik tingkat menjadi ‘Buta Total’ di tahun 2011 menyeretku mundur dari hingar bingar dunia maya yang selama ini kugeluti di tengah-tengah kegiatan kuliahku; setidaknya dulu sebelum saya drop-out dari universitas swasta di pinggiran Pantai Alam Indah Kota Tegal. Ah, tembok kamar seolah menghimpitku. Aku tak sanggup menggoyangkan jemariku di atas papan keyboard mirip dahulu. Pendidikan pun kesudahannya kutinggalkan. Benar-benar dua hal dalam fase terberatku!! Ya, sekali lagi kukatakan, harus meninggalkan dunia menulis dan dunia pendidikan yaitu fase terberat dalam hidupku!


 


Namun, gulita itu kesudahannya perlahan berubah. Pelan namun niscaya jelas mulai menampakkan berkasnya. Tepat pada suatu pagi pada awal tahun 2011, inbox Facebook-ku dimasuki oleh seorang tamu yang rupanya sama-sama dipersunting si Glaukoma. Dari dialah saya dikenalkan dengan website berjulukan “Kartunet”. “Apa itu ‘Kartunet’?” Pikirku dikala itu. Aku sempat memutar otakku beribu-ribu kali. Apa bergotong-royong ‘Kartunet’? Bagaimana sanggup temanku menyarankanku membuka website pembuatan ‘Kartun’’? Ya, dikala itu kupikir ‘Kartunet’ merupakan sebuah website yang dipenui dengan ratusan desain animasi. Oleh lantaran itulah saya sempat berpikir, “Aku kan buta, masa disuruh buka website yang isinya gambar? Yang benar saja?”. Saking penasarannya, kubuka website yang dalam otaku niscaya website itu dipenuhi banyak sekali animasi semacam Doraemon atau Shinchan. Dan ternyata sesudah kubuka, apa yang terjadi?


 


Jreeeeeeeennnnngggggggg…aku tak sanggup mengamati website itu dengan kedua mataku! Penasaranku tak ereksi! Alhasil saya tetap karam dalam persepsiku yang mengatakan, “Kartunet yaitu website berisi banyak sekali macam desain animasi!”


 


Bukan Tuhan namanya bila tak punya rencana indah untuk makhluknya. Seolah telah diberi arah, rakit yang kudayung pun berkelok dengan sendirinya mengikuti anutan yang telah Tuhan ciptakan dalam gelap yang kurasakan. Lewat curahan hatiku wacana hari-hariku yang kelabu dan perginya kekasihku yang ‘takut’ dengan ketunanetraanku, saya diantarkan pada ‘Kartunet’ dengan keasliannya. Ya, berkat catatan Facebook-ku yang kutulis pada Microsoft Word dengan ukuran abjad paling besar, dan juga warna kontras antara abjad dan sheet semata-mata demi membantu mataku yang low-vision itu, Mas Dimas Prasetyo Muharam kesudahannya mendapatkan selebaran note Facebook itu di Facebook-nya berkat tag yang dilakukan teman. Dari situlah gulitaku tak lagi menghambat hidupku! Aku tak lagi kerdil dan semangat gres tersebar di setiap pembuluh darahku!


 


Adalah Mas Dimas Prasetyo Muharam, salah seorang awak Kartunet yang menyampaikan banyak informasi wacana dunia ketunanetraan mulai dari alat bantu, yayasan yang peduli dengan Tunanetra, hingga informasi wacana Tunanetra yang berkuliah. Wow, amazing! Tak pernah terlintas dipikiranku bahwa Tunanetra sanggup berkuliah! Tapi semuanya terbukti dari sosok cowok asal Solo itu dan beberapa temannya di Kartunet, termasuk gadis dari Purwokerto yang dekat disapa Esa. Mereka semua berkuliah! Amazing bukan?? Lantas bagaimana caranya mereka berkuliah??


 


Tanda tanya besar di atas kepalaku soal kehebatan Tunanetra memberdayakan dirinya dalam kehidupan sehari-hari terjawab melalui Kartunet baik Mas Dimas, Esa, dan teman-teman lainnya. Bisa dibilang Kartunet membuka mataku lebar-lebar wacana siapa Tunanetra yang sebenarnya. Ah, Tunanetra sanggup mengoperasikan komputer lah…Tunanetra sanggup menggunakan jejaring sosial lah…Tunanetra sanggup sekolah dan kuliah lah…dan yang ‘wow’ juga yaitu Tunanetra sanggup mengelola sebuah website! Jadi, di pikiranku yaitu bahwa Tunanetra tak harus berujung sebagai pemijat, ternyata sanggup lebih dari itu! Kemudian setiap informasi yang kudapat dari kartunet tiap harinya tentu membawa gairah tersendiri buatku. Dan satu hal lagi yang terpenting, saya melahirkan banyak mimpi dari Kartunet!!


Lantas apa mimpiku kala itu??


Mimpiku yang pertama, saya ingin keluar dari keterpurukanku. Aku ingin berguru komputer bicara layaknya teman-teman Kartunet semoga lebih gampang mengakses informasi, dan tentu saja semoga jemariku kembali menari melukiskan untaian kata demi kata. Mimpiku yang kedua, saya ingin pergi ke Jakarta demi berkuliah mirip para penggawa Kartunet. Aku ingin pendidikanku kembali! Mimpiku yang ketiga, saya ingin hidupku tepat meski menjadi individu yang gelap hari-harinya! Dari serentetan mimpiku itu, orang tuaku pun ikut bahagia. Ia melihat anak gadisnya kembali ceria, kembali bawel dengan cerita-ceritanya wacana sosok-sosok andal di Jakarta yang bersatu dalam badan Kartunet.


 


Sinar mentari mengintipku dari balik jendela kamar. Malu-malu ia amati diriku yang tengah bercuap-cuap dengan seseorang di ujung telepon. Dalam benak sang mentari, mungkin ia berpikir, “Sedang apa si buta itu dengan laptopnya yang mengeluarkan bunyi-bunyi aneh?”. Yap, sesudah berkutat dengan asa dan harapan yang dikirimkan Kartunet lewat informasi seputar dunia ketunanetraan, kesudahannya saya sanggup mengenal JAWS. Ah, betapa Tuhan begitu baik padaku! Kemudian lewat tangan mahasiswa jurusan komputer yang sedang KKN di kampungku. Tanpa kuminta, beliau pribadi menyampaikan software itu padaku. “Ini jalan Tuhan!” Pikirku. Alhasil laptopku mengeluarkan bunyi, tapi cara pakainya?? Adalah mas Dimas Prasetyo sang Presiden Kartunet yang kemudian menjadi pelatih komputerku. Beruntunglah saya dibimbing oleh Mas Dimas yang dikala itu kuanggap sebagai cowok ‘Cool’ lantaran banyaknya informasi yang dibagi padaku serta prestasi beliau bersama teman-teman Kartunet lainnya. Ya, saya sangat bersyukur atas itu, meskipun mahasiswa UI itu hanya mengajari via telepon.


 


“Coba kau biasakan dulu kupingmu untuk mendengarkan JAWS,” begitu pesan Mas Dimas. Alhasil pelan namun niscaya saya mulai terbiasa menggunakan JAWS dan kebradaannya sangat bermanfaat, khususnya untuk mengakses Kartunet yang seolah menjadi vitamin penambah nafsu menulisku!


 


Puas dengan informasi wacana perkuliahan dan JAWS, saya mulai merealisasikan mimpiku yang lain. Aku kembali menulis! Dan Kartunet lah yang menjadi wadah tempatku menulis! Awalnya saya ragu dan malu-malu kucing untuk menulis disana lantaran sosok-sosok yang berada disana benar-benar amazing; saya tak ada apa-apanya bila dibandingkan mereka. Alhasil saya hanya berani mengumbar curhatanku di Kartunet. Tapi tak kusangka respon mereka sungguh baik. Mereka mengapresiasi tulisanku yang sekedar ‘curhatan gaje’ itu. Tentu apresiasi mereka menjadi motivasi tersendiri buatku. Tak hanya motivasi sebetulnya, tapi lebih dari itu. Betapa tidak, lewat curhatanku wacana keinginanku mempunyai tongkat putih layaknya teman-teman Tunaentra lainnya disambut dengan lambayan informasi dari salah satu penggawa Kartunet yaitu Mas Rafik. Dari dialah saya kenal DPC Pertuni Kabupaten Brebes sebagai tempatku mencari informasi wacana tongkat putih. Berkat informasi dari Kartunet melalui Mas Rafik yang kemudian membuatku kenal dengan Pertuni, saya pun terbang semakin dekat dengan mimpiku. Kartunet merealisasikan mimpiku ‘belajar komputer’ lewat tangan DPD Pertuni Jawa Tengah. Ya, dikala itu di bulan Oktober 2011, saya mengikuti training komputer di sekretariat DPD Pertuni Jawa Tengah. Thanks God! Aku bersyukur mendapatkan jalan semacam itu. Bila tak ada Kartunet, saya tak akan sanggup pergi ke Semarang untuk mengikuti pelatihan. Dan mirip biasa, saya membuatkan hobi menulisku dengan tulisanku selama mengikuti training yang tentu saja kuposting di Kartunet. Lalu siapa sangka curhatanku di Kartunet ditunggu-tunggu oleh eberapa Kartuneters?? Oh God, it’s so wonderful! Ternyata tulisanku sanggup dinikmati!


Lantas ‘cahaya’ berupa apa yang juga  Kartunet bagikan?


Kartunet tak hanya menyampaikan cahayanya lewat semangat dan inspirasi, tapi lebih dari itu ia rela berikan. Tepatnya dikala keadaan ekonomi keluargaku tengah berada pada titik nol, dimana rumah yang menjadi tempat hunianku satu-satunya hendak dirampas oleh pihak Bank akhir pinjaman yang dilakukan orang tuaku. Perasaan pusing, galau, tak sanggup berpikir jernih, semuanya campur aduk jadi satu. Tapi, Tuhan mengulurkan tangannya lewat Kartunet. Aku tak menyangka bahwa para penggawa Kartunet rela mengumpulkan uang untuk diberikan kepadaku. Oh Tuhan, sosok-sosok macam apa mereka? Malaikat kah? Ya, dari tindakan mereka itu saya berpikir bahwa motivasi mereka membantu yaitu membantu yang benar-benar dan tak sekedar sumbangan di dunia maya. Siapa aku? Bisa saja kan saya berbohong? Tapi mereka lapang dada dan tak peduli dengan apa pun; mereka hanya berpikir “Menolong dengan ikhlas”. Once again let me say, “Thank you, Kartunet!”.


 


Banyak sekali kisah yang Kartunet tebarkan padaku dalam sepi yang kurasa selama menjadi ‘bayiTunanetra yang hidup di desa kecil yang minim informasi wacana disabilitas. Namun, singkat dongeng saya menjadi :


Kini Eka menjadi Eka yang mirip kini ini. Kini saya menjadi wanita Tunanetra yang mandiri, penuh harapan dan tentu saja berani menyeuarakan pikiran layaknya Kartunet yang tiap detiknya selalu berusaha “Bersuara” demi para penyandang disabilitas, khususnya Tunanetra. Kartunet…itulah sosok pemberi obor pertama dalam gulitaku yang kemudian berlanjut secara estafet pada tangan-tangan Tuhan lainnya. Sekarang gulitaku memang telah penuh oleh cahaya, tapi pemberi obor pertama yaitu Kartunet, lantaran Kartunet lah yang mengenalkanku pada dunia gres sebagai Tunanetra, JAWS, semangat menulis, Pertuni, dan kursi kuliah. Aku sadar bahwa kuliahku kini ini berkat sumbangan dari pihak lain, yaitu UDINUS dan Pertuni, tapi siapa yang Tuhan pilih untuk mengantarku pada Pertuni Jawa Tengah? Kartunet, itulah tangan yang Tuhan pilih! Ternyata mimpiku di awal pertemuanku dengan Kartunet sanggup terealisasi. Dari saya yang semula Tunanetra rumahan dan tak tahu arah tujuan hidup, kini telah berubah menjadi menjadi mahasiswa Tunanetra yang telah mengecap bebrapa pengalaman. Boleh sedikit sharing beberapa pengalaman yang kudapat? Di kampus Alhamdulillah saya pernah diikutkan dalam Speech Contest antar PT se-Jateng, saya juga beberapa kali terpilih menjadi penerima terbaik dan favourit dalam kegiatan ketunanetraan, dan siapa sangka saya pernah masuk TV? Dan salah satu part yang cukup menggelitik yaitu dikala Mas Dimas, Mas Rafik dan Sena muncul di Metro TV dalam program 8.11 Show dimana Mas Dimas bercerita wacana Tunanetra dari Brebes! Wow, itu aku? Apakah itu aku? Ya sebetulnya Mas Dimas tidak menyebutkan namaku, namun saya yang terlanjur GR pribadi me-klaim pernyataannya itu dan kontan kujadikan pernyataan dari Kartunet itu sebagai motivasi, bahkan saya punya rekaman dikala mereka tampil di 8.11 Show! Hey, tahukah itu semua lantaran siapa? Tentu jelas yang Kartunet bagi lewat obor estafet! Dia yang menyalakan obor itu, kemudian ia serahkan obor itu pada tangan lainnya hingga kini obor itu masih menyala bahkan semakin besar! Tanpa ada obor pertama, takkan mungkin ada obor-obor berikutnya!!


*>>Terus Baca ke bawah!>>*


 


Labirin itu tak lagi suram. Ada jelas yang menghuni obor yang semula padam. Ada yang menyulutkan cahaya sehingga jelas itu datang. Sang empunya obor kini tegak bersama pemberi terang. Dengan jelas ia jejakkan kaki telusuri labirin menuju gerbang impian!


*>>Terus baca hingga bawah!>>*


 


 


Ah, tulisanku kayaknya jadi goresan pena terpanjang di pagelaran ‘Sewindu Bersama Kartunet’. Entah berapa kertas saya habisin demi ngerangkum kisah dan pengalaman bareng Kartunet, itu pun gak secara detail saya gambarin. Jujur, bukan lantaran imbalan dari pagelaran ini, tapi emang udah banyak informaasi, inspirasi, dan motivasi yang kudapat sebagai bekal menjajaki gelapnya dunia. Kartunet kuanggap sebagai oborku, ya, cikal bakal obor yang telah ada kini ini. Kartunet yang menyulut obor itu, dan Kartunet pula yang mendorong obor estafet itu! Dari sekian panjang dongeng yang gak terlalu lengkap ini, saya sanggup simpulkan bahwa berkat kehadiran Kartunet saya punya mimpi besar, bahkan sangat besar! Dari mimpiku itu kesudahannya saya tak lagi kerdil. Aku sanggup mengoperasikan komputer, sanggup kembali menulis, sanggup kembali kuliah, bahkan sanggup menikmati jutaan pengalaman sebagai Tunanetra yang masih bacin kencur! Tak hanya itu, berkat Kartunet, saya sanggup mengenal banyak orang dari banyak sekali kepingan bumi Indonesia mirip dari Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, bahkan tetanggaku yaitu Tegal yang awalnya tak pernah kutahu ada Tunanetra di sana! Menurutku Kartunet yaitu penggagas dan icon bagi disabilitas, khususnya Tunanetra! Bisa dibilang, dikala berada di tempat gres dan kenal dengan orang baru, media perenyah dialog ya Kartunet! So, gak berlebihan kan kalau saya ibaratkan Kartunet yaitu ‘Ibu’ sekaligus ‘Obor’ yang melahirkan serta memberi jelas pada ‘Cetak Biru-ku’ sebagai Tunanetra??


*>>Terus baca ke bawah!>>*


 


So far Kartunet udah sangat menawan dan energik menurutku. Apa lagi di usianya yang ke-8 ini, wah makin eye-catching! Gimana gak, coba aja tengok ‘busana’ barunya, bling-bling and kinclong kan? Tapi tetep dong ya, meskipun ‘busana’ ganti, substansi tetep catchy, bahkan lebih progresif! Dengan mengusung citizen media, menurutku sih sudah sangat bagus, apa lagi didukung dengan tampilan web anyar, meski saya sempet tuing-tuing resah dan pembiasaan dengan web gres Kartunet hehehe, tapi kini saya udah tidak mengecewakan lancar keliling di Kartunet! Oiya, boleh kasih saran? Sebelumnya mau tanya dulu, di browser yang kupake kok gak ada sajian ‘siapa yang online’ ya? Apa di tampilan web gres memang gak ada? Atau browser-ku yang error? Kalau memang gak ada, saya harap di web anyar ini ditambahkan sajian ‘siapa yang online’, kayak di web lama. Seru aja gitu kalau sanggup nengok siapa yang lagi nongkrong di Kartunet, jadi gak celingukan pas di Kartunet hehehe. Bisa gak ya kira-kira?


Untuk harapanku ke Kartunet, tetep konsisten ya memperjuangkan aspirasi dan hak penyandang disabilitas. Informasi yang disebar Kartunet itu gak sekedar informasi yang kasarannya ‘asal posting’, tapi sanggup memberi efek pada pembaca lho. Buktinya saya yang sanggup mampu bangun diatas kaki sendiri dan gak kerdil lagi, iya kan? Kurasa di kawasan masih banyak Tunanetra-Tunanetra macam saya dulu dimana kebingungan cari informasi dan cara untuk ‘tetap hidup dengan semangat’. Tetap bantu kami ya! Oiya, kalau sanggup informasi wacana tekhnologi maupun accesibiltas bagi Tunanetra diperbanyak ya, soalnya berdasarkan komen temen-temen di daerah, mereka butuh informasi wacana dua hal itu, selain informasi yang udah dibagi Kartunet lewat sastra dan lain-lain tentunya. Satu hal lagi yang kuharap dan tentu teman-teman lain harapkan, main-mainlah ke daerah!! Kami akan sangat senang kalau Kartunet sanggup dateng dan bersua bersama di daerah-daerah, biar sinerginya lebih ‘megang’ hehehe. Pesanku satu lagi, teruslah bangun bagai kaktus di tengah padang gersang, tapi tetap kuat, bermanfaat dan membumi! Ok, teruslah menginspirasi, teruslah menebar informasi, teruslah menjadi media penyalur aspirasi! Salam akselerasi!


 


Happy Sewindu! 🙂



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Antara Kartunet, Obor Estafet Pertama Dan Cetak Biruku"