Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

2002 Tahun Istimewah

Bangunan itu cukup sederhana untuk sebuah sekolahan yang berada disudut kompleks angkatan laut, dimana didepanya terparkir banyak gerobak tukang masakan dari aromanya yang tertangkap oleh hidungku. Pada waktu itu Seharusnya sekolah itu tampil bonafit alasannya letak posisinya yang berada di kompleks mewah. Namun, nilai bangunan sekola itu tak sesederhana dengan nilai fisiknya. Guru-guru yang berkualitas dan murid-murid dengan solideritasnya yang sangat tinggi ada disanah. Supjektif memang jikalau saya menyampaikan guru-guru yang berkualitas, akan tetapi kulitas yang saya maksud bukan pada evaluasi guru-guru yang memiliki gelar tinggi dan akademik yang mempuni semata. Penilian kulitas mereka terletak pada kepedulian sosial yang ditunjukan kepada murid-murid berkebutuhan kusus. Mereka tak kurang inspirasi untuk menemukan ramuan bagaimana cara mengajar saya dan teman-teman lain yang sama. Sehingga Kami murid-murid berkebutuhan kusus menjadi percaya diri untuk berguru di sekolahan yang sederhana itu.


Tak ada satu pelajaranpun yang menjadi kurikulum di sekolah itu yang tidak diajarkan kepada kami sebagai siswa-siswa berkebutuhan kusus. Mulai dari ipa, bahasa, matematika, ppkn, ips, agama, dan muatan lokal menyerupai plkj, elektro, dan juga tata busana, semua diajarkan. Ya, menyerupai itulah guru-guru yang tak pernah lelah mengajar murid yang cukup banyak disekolah itu dan ditambah lagi murid-murid berkebutuhan kusus. Tentunya mereka lebih banyak mengeluarkan tenaga namun tak percuma alasannya semuanya dilakukan untuk membangun atau membuat murid-muridnya menjadi orang yang berkhasiat dan terampil. Seperti guru matematikaku, dia selalu siap dengan alat peraga apabila kesokan harinya bahan yang akan diajarkan berkaitan dengan bangkit ruang atau bahan itu berafiliasi dengan gambar. Beliau selalu membuat alat peraga itu semoga murid-muridnya yang berkebutuhan kusus bisa menangkap bahan yang diajarkanya alasannya dengan alat peraga kami bisa membayangkan gambar apa yang sedang diterangkan oleh beliau. Anak berkebutuhan kusus memiliki kesulitan ketika berafiliasi dengan bahan gambar, alasannya mereka harus membayangkan gambar yang belom pernah iya tau secara bentuk nyatanya. Bagi mereka yang sudah pernah meraba atau melihat gambar dari bentuk bangkit ruang sebelum menjadi siswa berkebutuhan kusus tidak terlalu menjadi masalah. Akan tetapi apabila siswa berkebutuhan kusus tersebut dialami semenjak lahir dan siswa itu kurang atau tidak sama sekali memperoleh informasi mengenai bangkit ruang yang ada disekitarnya, menjadi kesulitan tersendiri. Dengan alat peraga yang telah guruku buatkan, saya dan teman-teman lain menjadi lebih gampang untuk membayangkanya. Biasanya Guruku harus membuat alat peraga sebanyak gambar yang ada pada bahan matematika itu. Jika terdapat pada bahan menyerupai gambar: persegi panjang, balok, kubus, limas, kerucut, prisma, segitiga sama kaki, dan lingkaran, dia akan membuat gambar-gambar itu dikalikan tiga alasannya pada waktu itu murid yang berkebutuhan kusus disekolah itu gres ada tiga orang. Dengan ketersediaan gambar itu, kami akan diberikan satu persatu untuk kami pegang selama bahan berjalan. Maka kami bisa membayangkan bagaimana bentuk gambar yang sedang diterangkan sementara murid yang bukan berkebutuhan kusus menggambar dan melihat pada buku paket mereka. Selain dibantu dengan alat peraga, kami juga merekam dengan tip recorder keterangan dari si ibu guru dan sebagian juga mencatat dengan riglet sebagai alat tulis braille. Kami mencatat dan merekamnya semoga bisa kami putar ulang atau kami rabah-rabah kembali dirumah atau di asrama ihwal keterangan gambar itu.


Terus terang pada waktu itu saya merasa tidak dibeda-bedakan alasannya apa yang saya peroleh sama dengan teman-teman saya di kelas. Walau saya dan teman-teman berkebutuhan kusus harus berguru dengan memegang alat peraga, namun itu sangat membantu kami didalam mengenal bahan gambar dan juga pembentuk gambar menyerupai jaring-jaring kubus, balok, rusuk, dan juga diagonal dari gambar yang kami pelajari. Bukan hanya pada pelajaran matematika saja kami mendapat kemudahan dari guru-guru kami, pada pelajaran lain menyerupai biologi, juga kami mendapat kesempatan eksklusif untuk merabah gambar atau benda yang sedang dipelajari terkecuali untuk gambar yang tidak bisa diidentifikasi menyerupai gambar basil dan virus. Pada praktek yang mengharuskan kami kelapangan untuk menemukan objek yang sesuai dengan bahan semisal mencari flora kamipun ikut serta dan ikut merabanya sehingga kami menjadi tahu ihwal benda atau flora yang sedang kami identifikasi secara langsung. Pelajaran yang lain tak jauh berbeda, guru-guru disanah sangat tanggap apa yang menjadi kesulitan kami dan mereka cepat menemukan cara mengajar kami dengan cara mereka yang luar biasa. Mungkin dalam bayangan sebagian orang berguru bola basket dan bola voli untuk kami siswa berkebutuhan kusus yaitu hal yang tidak mungkin untuk murid macam kami. Lagi-lagi pandangan itu tidak untuk guru-guru kami yang kukatakan mereka sangat berkualitas. Walaupun kami tak mendapat keahlian bermain bola basket dan juga voli, akan tetapi mereka tetap mengajarkan kami cara mendribel bola basket dan melemparnya untuk bisa masuk ke dalam keranjang. Tentu tidak tercapai untuk sasaran bisa memasukan bola tersebut, akan tetapi kami tahu cara mendribel dan cara melemparnya. Mereka tak segan untuk mengerakkan tangan kami mengajarkan cara mendribel, dan mereka tak pernah sungkan untuk memegang tangan kami mengajarkan memblok bola voli yang diberikan oleh sahabat awas kami biasa kami sebut untuk siswa-siswa non-disable.


Semuanya dirasakan oleh teman-teman dan juga aku, pada waktu itu hampir tak terdapat kendala dalam mengikuti proses berguru di sekolah itu. Semua yang diajarkan oleh guru kami bisa mereka jelaskan dengan banyak sekali cara semoga kami mendapat kesamaan dan juga ilmu dari mereka. Memang mereka tak membentuk siswa atau siswinya untuk menjadi mahir tertentu. Mereka hanya memfasilitasi untuk memperoleh ilmu dari buku pelajaran. Hal itu pula yang meringankan kami siswa-siswa berkebutuhan kusus ketika mengerjakan ujian sekolah. Tak ada perbedaan soal yang diberikan kepada kami sebagai murid-murid berkebutuhan kusus. Seperti soal bergambar atau soal yang harus dikerjakan dengan praktek langsung, kami pun juga harus melaksanakan hal sama dengan teman-teman awas. Dibantu dengan beberapa pembaca yang kami datangkan dari yayasan kawan netra, kami mengerjakan soal yang diberikan oleh guru-guru kami. Bahkan beberapa guru akan memandu atau menginstrusikan kepada pembaca kami yang kami sebut reader apabila sekiranya terdapat soal bergambar. Si guru akan memberi tahu bagaimana cara membacakan gambar yang ada pada soal kami semoga kami bisa menangkap apa yang dimaksud dari gambar tersebut dan tak jarang pula menandai gambar tersebut apabila gambar tersebut memang sama sekali tidak bisa di terjemahkan oleh si pembaca. Ya, tentu kami sangat mensyukuri memiliki guru-guru yang sangat memahami kami. Mereka benar memaklumi arti penting pendidikan yang bersifat universal. Mereka tak menuntut kami harus bisa mengerti ihwal gambar, atau menjadi mahir matematika yang mahir dengan gambar-gambar rumit. Ketika kami bisa mengerjakan soal-soal yang terkait dengan hitung menghitung dan beberapa gambar yang bisa kami deskripsikan, itu sudah menjadi keberhasilan bagi mereka dan juga saya sebagai murid berkebutuhan kusus. Dengan perlakuan yang peduli dari beliau-beliau, kami menjadi nyaman ketika mengerjakan soal-soal yang mereka berikan.


Banyak yang patut saya syukuri bisa mengenal dengan guru-guru yang luar biasa disekolah itu. Jika perlakuan mereka tak luar biasa, mungkin saya enggan menuliskannya pada narasiku ini. Selain guru-guru yang luar biasa, saya juga dianugerahi teman-teman yang memiliki solideritas luar biasa selama disekolah itu. Pada kegiatan-kegiatan tertentu menyerupai lomba-lomba, dan juga program kelas,aku selalu dilibatkan. Bukan kehebatanku pada bidang tertentu, tetapi kukatakan dengan sejujurnya yaitu rasa solideritas dan juga jiwa sosial yang mereka miliki sehingga saya dilibatkan pada sebuah kegiatan. Mulai dari program pensi (pentas seni), yang biasa digelar menjelang pembagian rapor dan sehabis ujian sekolah selama seminggu. Disamping itu beberapa lomba yang terkait dengan sekolah menyerupai fokal grup, ansamble, dan juga puisi saya diikut sertakan. Sekali lagi saya tegaskan bukan kehebatan yang saya miliki atau kemahiran pada olah fokal, ansamble dan juga puisi. Cara mereka menghargai sahabat berkebutuhan kusus menyerupai saya yang mendorong mereka untuk melibatkan saya pada kegiatan-kegiatan diatas. Mereka tak mengeluh, tak bosan, dan tak membeda-bedakan ketika kami sedang berlatih ansamble. Dengan notasi yang ditulis dalam abjad latin, (bukan abjad braille), mereka selalu bersedia membacakan notasi-notasi tersebut dipinta olehku atau tidak. Mereka memiliki reaksi yang cepat ketika penjarianku salah dalam memainkan seruling plastik yang biasa disebut dengan “recorder” itu. Dengan memegang tanganku, mereka akan mengajariku penjarian yang benar untuk sebuah nada rumit yang belum saya kuasai. Ya, semuanya berjalan terus begitu selama saya terlibat pada kegiatan ansamble sekolahku .


Sungguh mereka teman-teman yang dihati nuraninya telah tertanam kebaikan dan kepekaan sosial, sehingga mereka tak sungkan bergaul dengan kami siswa berkebutuhan kusus. Seperti telah tertanam nilai ppkn yang mereka pelajari, mereka sangat cekatan menangani sebuah duduk kasus yang terjadi. Pernah pada suatu kegiatan lomba sekolah, dimana saya ikut serta tampil untuk mengadu keahlian kami dalam paduan suara. Karna adanya kesalahan panatia yang menunjukkan nomor urut kepada grup kami, sehingga kami pergi jauh meninggalkan arena tanding untuk sekedar beristirahat atau mengobrol. Kebetulan nomor urut untuk grup kami mendekati nomor urut terakhir, jadi kami memanfaatkanya untuk sejenak beristirahat. Akan tetapi ditengah asyiknya kami bersenda gurau, tiba-tiba ada panggilan panitia untuk grup kami dan pak guru yang tergesah-gesah menyuruh kami untuk naik kepanggung. Sontak teman-temanku berlarian alasannya takut terlambat dan kami mendapat diskualifikasi. Disaat keadaan sedang gonjang ganjing, mereka tak lantas lupa kepadaku sebagai sahabat mereka yang memiliki keterbatasan dalam mobilitas. Mereka dengan cekatan menggandengku dan mengajaku berlari kecil untuk naik keatas panggung pertandingan. Akibat kesalahan panitia menunjukkan nomor urut yang salah kepada grup kami, risikonya kami tampil dengan tergesah-gesah. Dengan ketenangan ketua kelompok kami, kami ditenangkan diatas panggung itu dan siap menyanyikan lagu yang sudah kami latih. Akhirnya ketekunan kami pun terbayar dengan menjadi juara 2 untuk tingkat sltp se Jakarta selatan.


Tahun itu menjadi tahun yang istimewa untuk diriku seorang siswa berkebutuhan kusus berada dalam lingkungan masyarakat yang memiliki kepekaan sosial besar sehingga membuat kenyaman dan kepercayaan diriku. Tahun itu yaitu tahun 2002, dimana angka-angka itu saya artikan sebagai angka yang berdekatan dengan angka satu, yang berarti satu dan satu menjadi dua. Berarti bersatu menjadi sebuah kebersamaan diantara aku, dan sahabat berkubutuhan kusus lainya, dan mereka yang non-disable. Banyak lagi dongeng heroik mereka ketika berteman dengan kami baik ketika dalam bermain, maupun ketika berguru bersama dikelas. Didalam kelas, mereka saling bergantian membacakan apa yang ditulis oleh bapak atau ibu guru pada papan tulis. Dan tak jarang mereka lebih dari 1 orang yang membantu kami ketika mengerjakan Lomba Kompetensi Siswa (latihan kerja siswa), yaitu buku soal yang berisi soal-soal pada tiap bahan pelajaran. Mereka ada yang membacakan Lomba Kompetensi Siswa itu, dan ada pula yang menuliskan pada lks yang kami miliki sehabis mereka mendengarkan tanggapan dari kami. Dan menyerupai citra diatas bahwa sekolah kawasan saya memperoleh pendidikan jenjang menengah pertama pada waktu itu sangat sederhana. Dari infra struktur yang sangat tidak aksesibel dimana terdapat selokan kecil yang membatasi kelas dan lapangan kawasan upacara atau lapangan olahraga. Selokan yang tidak tertutup dimana-mana yang bisa saja menjadi mala musibah untuk kami siswa berkebutuhan kusus. Tapi kami beruntung bersekolah di sekolah yang sederhana itu namun rasa kebersamaan yang ada pada lingkungan sekolahnya tak sesederhana infra strukturnya. Anggota sekolah akan segera menunjukkan derma ketika melihat saya hendak menuju kelapangan upacara dengan menggandeng ku meski waktu itu saya juga memakai tongkat. Meski mereka bukan sahabat satu kelas, tampaknya mereka sudah tertanam rasa tolong menolong terhadap sesama. Sungguh istimewanya pengalaman hidup bersama mereka sahabat di SLTP 226 pondok labuh jakarta selatan. Sebuah perilaku kebersamaan yang harus diduplikasi atau dikopi untuk diterapkan pada sekolah lain atau forum pendidikan lain. Guru-guru yang cekatan dalam menemukan inspirasi untuk sanggup mengajar muridnya yang berkebutuhan kusus, menjadi catatan tersendiri untukku, betapa mereka begitu berarti dalam membentuk kepercayaan diriku, kemampuanku, dan aspek lain. Sungguh mereka yaitu pelita yang konkret untuk saya dan juga temanku yang memiliki keterbatasan indra.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "2002 Tahun Istimewah"