Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perbedaan Tanda-Tanda Lintas-Etnis Di Skizofrenia: Dampak Kebudayaan Dan Status Minoritas

Jakarta

—————————————————————-

Penelitian memakai dua hipotesis bersaing dalam studi Amerika

perbedaan lintas-etnis di tekanan psikologis (Kaplan et al, Roberts dan Vernon, Cervantes dan Castro, Neff dan Hoppe), stres sosial, atau status minoritas, hipotesis memprediksi tekanan tinggi untuk minoritas menurut pengalaman yang kurang beruntung status sosial (Mirowsky dan Ross 1980), stres buffering, atau budaya etnis, hipotesis memprediksi bahwa etnis kelompok minoritas akan mengalami sedikit kesulitan alasannya yaitu karakteristik pelindung dan struktur sosial yang menempel dalam kebanyakan budaya etnis minoritas (Mirowsky dan Ross 1980,

1984).


Penelitian Lintas Budaya pada Gejala Perbedaan Skizofrenia dilakukan pada dua kelompok studi telah meneliti perbedaan etnis dalam skizofrenia simtomatologinya:

(1) studi yang dilakukan pada kelompok-kelompok etnis di Amerika Serikat dan (2) studi internasional yang didasarkan pada lintas budaya dengan melaksanakan perbandingan antara kelompok-kelompok dari pengembangan negara dan orang-orang dari negara-negara industri Barat.


Studi Amerika telah berfokus terutama pada dua kelompok perbandingan, Afrika-Amerika dan kulit putih (Chu et al. 1985; Fabrega et al. 1988) dan Latin dan putih (Escobar et al. 1986).


Pertama, adanya pinjaman untuk status minoritas atau stres sosial

hipotesis, yang diperkirakan tingkat tanda-tanda untuk kelompok minoritas atas dasar status sosial yang kurang beruntung.


Sebaliknya, kelompok yang bukan minoritas secara konsisten lebih

gejala dari kelompok etnis minoritas dengan hormat untuk semua perbedaan tanda-tanda hipotesis dan eksplorasi.


Dengan demikian, temuan ini mendukung hipotesis budaya etnis,

yang menyatakan bahwa aspek-aspek proteksi tertentu etnis

Hasil budaya minoritas dalam tanda-tanda yang lebih jinak

ekspresi skizofrenia.


Temuan kedua yaitu pinjaman empiris untuk potensi indikator sociocentric sebagai perantara budaya perbedaan tanda-tanda lintas-etnis.


Dua indikator sosiosentris tenggang rasa dan kompetensi sosial yaitu perantara statistik yang besar lengan berkuasa hampir semua perbedaan tanda-tanda antara etnis minoritas dan kelompok tidak minoritas. Hal ini memperlihatkan bahwa variabel mungkin menjadi bab dari prosedur budaya sociocentric yang sanggup membantu untuk menjelaskan perbedaan tanda-tanda lintas-etnis dalam skizofrenia.


Temuan lain pada perbedaan tanda-tanda umumnya mendukung dari Fabrega et al. (1988); yaitu, kelompok yang tidak minoritas akan lebih tanda-tanda dan cenderung muncul lebih berupa sikap gangguan dari kelompok-kelompok minoritas.


Bukti yang mendukung sociocentris sebagai perantara budaya memperlihatkan bahwa aspek aksara tanda-tanda skizofrenia mungkin sangat

dipengaruhi oleh faktor budaya.


Hal ini juga memperlihatkan bahwa prosedur kultural sociocentris diduga menjadi operasional dalam studi lintas-nasional berlaku untuk etnis minoritas di Amerika Serikat juga. Pengakuan ini memperlihatkan bahwa model-model terbaru kami untuk memahami gangguan ini (untuk Misalnya, model biopsikososial [Ciompi 1989] dan kerentanan stres faktor pelindung Model [Nuechterlein et al. 1992]) harus memasukkan budaya sebagai sebuah etiologi aksesori atau faktor protektif alasannya yaitu sifatnya dampak yang signifikan terhadap gejala-gejala.


Dari faktor budaya ditemukan bahwa Skizofrenia dipengaruhi oleh inti aspek dan verbal gangguan yang signifikan.


Dalam mempertimbangkan beberapa implikasi klinis menyerupai pendekatan budaya sensitif terhadap pengobatan skizofrenia, kita harus fokus pada tugas sociocentris karakteristik antara populasi etnis minoritas.


Berarti pengobatan psikososial harus memprioritaskan budaya

faktor dalam penilaian, perencanaan perawatan, dan intervensi.


Pertama, yaitu penting untuk tidak menganggap rawat jalan yang

pasien minoritas etnis skizofrenia akan hadir tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan pasien putih.


Kedua, penilaian psikososial yang komprehensif harus melibatkan

penilaian allocentricity, terutama kualitas menyerupai tenggang rasa dan kompetensi sosial.


Perencanaan perawatan dan intervensi lalu akan diinformasikan oleh gelar pasien dari allocentricity, yang sanggup membimbing dokter untuk mendukung sumber daya budaya di kedua individu dan modalitas kelompok.


Milieu berkata pengobatan juga sanggup diubah untuk membuat lebih sociocentris, dan alasannya yaitu itu budaya sensitif, lingkungan, yang mungkin mengurangi keparahan gangguan.


Proses peka budaya


Praktek membutuhkan kesadaran menonjol budaya kualitas seluruh tahap pengobatan.


Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini yaitu kurangnya mapan dalam ukuran sociocentricitas. Seperti ukuran membangun budaya sociocentris mungkin tidak ada.


Pemilihan tenggang rasa dan kompetensi sosial sebagai sociocentris indikator dalam penelitian ini didasarkan pada definisi dikala ini sociocentricity dan konstruksi terkait. Dalam hal ini, temuan memperlihatkan bahwa setidaknya satu dimensi sociocentricity terdiri dari beberapa kombinasi dari kedua diidentifikasi indikator, tenggang rasa dan kompetensi sosial.


Bukti teoritis memperlihatkan sociocentricitas yang juga melibatkan komponen kolektif familistis dan lainnya (Lin dan Kleinman 1988; Kamo dan Jenkins 1993), yang memperlihatkan kompleksitas yang ukuran kami tidak sentuh.


Selanjutnya, analisis tri-etnis tenggang rasa dan kompetensi sosial memperlihatkan bahwa langkah-langkah ini yaitu yang terkuat diskriminator antara Afrika-Amerika dan kulit putih kelompok. Hal ini sepertinya memperlihatkan kedua kompleksitas membangun budaya sociocentric dan mengukur yaitu lebih rendah kepekaan terhadap sociocentricity dalam kelompok Latino.


Masalah kedua yaitu menyangkut perbedaan potensial dalam penerapan ambang diagnostik antar kelompok etnis.


Dengan kata lain, yaitu mungkin bahwa etnis minoritas akan

menunjukkan tingkat tanda-tanda yang lebih rendah hanya alasannya yaitu diagnostik ambang batas untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia yaitu lebih rendah untuk minoritas daripada kulit putih. Dalam hal ini, EC A (Robins dan Regier 1991) menemukan bahwa di Afrika-

Amerika mempunyai kejadian yang lebih tinggi daripada skizofrenia

putih dan Latin, tetapi perbedaan ini tidak signifikan menjadi

ketika dikontrol untuk satu kelas sosial.


Ada kecenderungan yang tidak signifikan untuk Hispanik untuk mempunyai lebih rendah tingkat skizofrenia daripada Afrika-Amerika dan kulit putih. The NCS (Kessler et al. 1994) temuan tidak

benar-benar menguatkan temuan lintas etnis dari ECA tapi tidak menemukan variasi gangguan-spesifik apakah minoritas atau nonminority kelompok mempunyai kejadian yang lebih tinggi

tarif.


Sebuah sampel yang lebih besar juga akan mendukung penggunaan pemodelan persamaan struktural yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan analitik Strategi yang dipakai di sini (Baron dan Kenny 1986).


Penelitian ini memperlihatkan untuk melaksanakan penelitian di masa depan.


Pertama, penelitian yang akan tiba sanggup dimulai dengan pengetahuan bahwa tenggang rasa dan kompetensi sosial merupakan potensi

aspek konstruksi sociocentris, upaya harus dilakukan untuk menilai familistis atau lainnya berbasis teoritis komponen sosial budaya untuk menangkap kompleksitas sociocentricity.


Kedua, ada sedikit spekulasi perihal mengapa perbedaan etnis terjadi pada tanda-tanda tertentu variabel dan tidak pada orang lain.


Ada kecenderungan perbedaan etnis terjadi pada variabel yang

adalah sikap atau sosial di alam. Comtohnya yaitu permusuhan,

laku, sikap aneh, dan ketegangan yaitu tanda-tanda yang sanggup mempunyai konsekuensi permusuhan sosial.


Demikian pula, asociality dan anhedonia mewakili ketiadaan investasi, atau tanggap terhadap, interaksi sosial.


Mengingat pentingnya sociocentricity sebagai mediator

perbedaan gejala, sepertinya masuk logika bahwa akan ada

ada perbedaan etnis dalam variabel yang sensitif terhadap

faktor-faktor sosial.


Bukti hadir pada sociocentricity juga merangsang pertanyaan perihal generalisasi terhadap etnis lainnya kelompok dan gangguan mental yang berat lainnya. Sementara sociocentricity yaitu perantara yang besar lengan berkuasa untuk etnis minoritas kelompok dalam penelitian ini, masih harus meneliti apakah itu beroperasi sebagai perantara dalam kelompok etnis lain. Ini akan

juga penting untuk menyidik bagaimana budaya spesifik ini

kualitas dan apakah mereka sanggup dibudidayakan di lain

pasien skizofrenia dewasa. Mungkin ini dicantumkan budaya

kualitas hanya sanggup hasil dari sosialisasi yang intens.

Selanjutnya, sehubungan dengan gangguan mental berat lainnya,

akan berkhasiat untuk menilai dampak pada sociocentricity perbedaan tanda-tanda lintas-etnis.


Praktek klinis juga akan mengatakan kesempatan bagi eksplorasi kualitatif temuan yang disajikan di sini.

Dengan pengetahuan bahwa kualitas sociocentris mungkin

menengahi profil tanda-tanda yang lebih jinak, dokter dapat

mengamati bagaimana prosedur budaya, diwakili oleh empati

dan kompetensi sosial, mungkin beroperasi dalam pelindung

fashion. Selain itu, meneliti kekerabatan antara

kualitas sociocentric dan fenomena psikologis lainnya

seperti self-esteem atau rasa diri (Fabrega 1989) mungkin

menjelaskan dinamika lain dari fenomena budaya ini.


Sumber :

schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/content/23/2/305.full.pdf



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Perbedaan Tanda-Tanda Lintas-Etnis Di Skizofrenia: Dampak Kebudayaan Dan Status Minoritas"