Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nenek.. My Hero, My Truth Iron Lady

 Sebuah kalimat yang mungkin puluhan atau ratusan kali telah kudengar Nenek.. My Hero, My truth Iron Lady

Rezeki, jodoh, pertemuan, maut, itu semua sudah Allah yang mengatur”. Sebuah kalimat yang mungkin puluhan atau ratusan kali telah kudengar, dari bibir nenekku yang mulai keriput, ketika menasehati dan menyemangati cucunya. Saat mengeluh, balasan nenek yang seringkali kudengar adalah, “halaah, gak usah lah dongeng susah sama nenek, gak ada itu orang yang betul-betul susah, malas yang ada.” Karena seringnya mendengar “siraman-siraman” pesan yang tersirat mirip itu, menciptakan kalimat itu mirip sebuah rumus yang sering saya ingat apabila terdapat duduk masalah didalam kehidupanku.


Sedikit menyesal, ketika kusadari mengapa gres kini saya sanggup mengambil pelajaran dari beliau, gres sanggup memahami perkataan beliau, lantaran ketika saya kecil, kalau ditanya siapakah orang yang paling kau benci di dunia ini mungkin akan kujawab ia yakni nenekku. Karena setiap hari ia merepeti aku, menyuruhku tidur siang sementara dari luar rumah terdengar bunyi teman-temanku yang sedang bermain, bahkan memaksaku memakan sayur, yaitu masakan yang kupandang dengan sinis ketika saya masih kecil.


Seiring bertambahnya usia risikonya bertahap mulai kupahami bahwa setiap pesan yang tersirat dan perilakunya yang diajarkan padaku yakni obat untukku, obat yang berasal dari orang yang pernah mengalami kepahitan hidup yang bertubi-tubi. Nenekku bukanlah mantan jagoan kemerdekaan Indonesia, bukanlah orang yang mempunyai harta warisan turun temurun berupa sawah, tanah dan lain-lain sebagaimana kebanyakan nenek-nenek dan kakek-kakek.


Nenekku yakni seorang putri dari keluarga kaya, ayahnya bekerja sebagai angkatan udara RI, sedangkan ibunya yakni ibu rumah tangga. Ia anak pertama, dari keluarga yang berkecukupan itu, pakaian yang diberikan ketika ia masih balita tergolong glamor kalau dibangdingkan belum dewasa lain yang ada pada masa itu. Namun kelanjutan hidupnya tidak seindah dan semanis yang dibayangkan. Ayahnya wafat ketika ia belum sempat menginjak usia remaja, ibunya menikah lagi dan nenekku bersama saudari-saudarinya yang lain diurus oleh saudara-saudara dari sebelah ibu. Namun mereka tidak diasuh bersamaan, tetapi terpisah, beberapa tinggal dengan keluarga, beberapa yang lainnya tinggal bersama orang lain yang sudah dianggap mirip keluarga.


Oleh lantaran dari kecil sudah diasuh oleh orang lain, nenekku seolah tidak mengenal istilah bermanja-manja dengan orangtua, ia diharuskan menjadi pribadi yang disiplin, harus mempunyai keterampilan dalam mengurus rumah, terlebih ia yakni anak tertua dari saudara-saudarinya yang lain. Singkatnya, memasuki usia belasan tahun, ia dinikahkan dengan seorang cowok yang tak lain juga merupakan kerabat jauh dalam silsilah keluarganya.


Setelah menikah, ia dikaruniakan empat orang putri dan dua orang putra. Kehidupannya sudah mulai mapan, lebih baik daripada sebelumnya ketika ia diasuh oleh orang lain. Suaminya, (kakek saya), bekerja sebagai pegawai di perusahaan internasional, disamping itu ia juga mempunyai usaha menjahit pakaian. Anak- anak semuanya bersekolah, hal ini merupakan hal yang patut disyukuri mengingat masa itu masih banyak belum dewasa lain yang terhalang pendidikannya lantaran duduk masalah ekonomi.


Beberapa tahun sehabis pernikahannya, mulai terjadi goncangan-goncangan dalam rumah tangganya, suaminya berhenti bekerja dan menentukan untuk hijrah ke kota lain dengan maksud untuk mencari pekerjaan baru. Namun, duduk masalah lain mulai muncul, sisa uang saku yang diberi suaminya sebelum berhijrah sudah tidak sanggup lagi menutupi kebutuhan-kebutuhan keluarga, untuk biaya sewa rumah, uang sekolah anak-anak, bahkan untuk masakan sehari-hari. Disamping itu, suaminya sudah sangat jarang terdengar kabar dan pulang untuk melihatnya dan belum dewasa dirumah. Untuk mencukupi kebutuhannya, nenek terpaksa harus berjualan berbagai kue, dengan keterampilan yang ia miliki yang ia peroleh dari didikan orangtua asuhnya ketika ia masih kecil.


Desas-desus perihal suaminya mulai tedengar dan menciptakan indera pendengaran panas, dikabarkan bahwa ia telah mempunyai calon pendamping lain dikota daerah ia bekerja, seolah lupa, nenek dan keenam putra putrinya masih luntang lantung bertahan hidup di kota rantauan yang jauh dari kampung halaman, dengan hati yang bertanya-tanya hari ini belum dewasa makannya apa, dan apakah mereka sanggup melanjutkan sekolah atau tidak. Setelah bercerai dengan kakek, ibaratkan watu karang dipantai, nenekku tak roboh, ia tetap bertekad untuk tetap menciptakan kebutuhan keenam putra-putrinya tercukupi, bagaimanapun caranya. Tak jarang kerabat yang tiba membantunya, mirip memberi proteksi modal usaha, memberi pekerjaan sampingan, dan lain-lain.


Karena desakan ekonomi menciptakan nenekku harus berkali-kali pindah kontrakan, dan bertukar-tukar profesi, siang hari bekerja sebagai penjual nasi dan sebagai penjahit pakaian di waktu luang. Dengan merangkak-rangkak risikonya semua anak-anaknya berhasil melewati jenjang pendidikan menengah atas. Meski tak jarang sekolah memanggilnya dan mengancam anaknya untuk di drop out lantaran duduk masalah biaya spp yang sudah beberapa bulan tidak dilunasi, bersyukur, Allah memudahkan jalan bagi nenek melalui kerabat untuk meminjamkan uang pada nenek untuk menuntaskan permasalahan tersebut.


Badai niscaya berlalu, risikonya semakin usang beban-beban berat yang ditopang dibahu nenek mulai ringan, lantaran beberapa orang putrinya sudah dipinang oleh orang lain, dan anak- anak yang pria mulai pintar membantu kebutuhan keluarga. Kesempitan hidup yang menimpa nenek dan keluarganya secara tidak eksklusif mendidik mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, belum dewasa yang berprestasi baik akademis maupun dari segi akhlak, mengantarkan putra putrinya menjadi layak disanding dengan orang yang baik pula. Segala puji bagi Allah Yang Maha Agung, dua orang putrinya berhasil meraih gelar sarjana dan bekerja sebagai pegawai negeri, dua orang bergelar diploma, sedangkan kedua anak laki-lakinya mempunyai usaha mandiri.


Hari ini ingin sekali kupeluk nenekku dan menyampaikan selamat dan terima kasih lantaran sudah berjuang ditengah terjangan ombak yang kebanyakan orang akan roboh karenanya. Namun nenek tetap berpengaruh dan bersabar. Akhirnya kupahami bahwa bukanlah kecerdikan, uang, atau bermegah-megahan yang sanggup menghasilkan senang di final cerita, namun modal dasar yang diharapkan oleh manusia, tidak lain yakni keteguhan hati.


Berbahagialah engkau nenekku, sungguh Sang Pencipta telah menyaksikan perjuanganmu. Aku hanya berharap engkau tersenyum di final masamu.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Nenek.. My Hero, My Truth Iron Lady"