Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Jogja City Mall Sudah Ramah Difabel?

Setiap bangunan publik niscaya mempunyai perencanaan pembangunan yang matang biar para pengun Apakah Jogja City Mall Sudah Ramah Difabel?
Jogja City Mall Nampak dari Depan

Setiap bangunan publik niscaya mempunyai perencanaan pembangunan yang matang biar para pengunjung merasa nyaman saat berkunjung. Termasuk di dalamnya pengunjung yang membutuhkan aksesibilitas ruang publik secara khusus menyerupai difabel. Isu-isu mengenai aksesibilitas dan pelayanan ruang publik bagi difabel tak dipungkiri banyak memengaruhi bangunan-bangunan gres di Kota Yogyakarta, meskipun belum terwujud secara optimal dan masih ada kekurangan-kekurangan. Berkat dukungan pemerintah dan banyak sekali forum swasta rencananya Kota Yogyakarta akan dirancang menjadi Kota Inklusi. Diskusi yang diadakan Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga Kamis kemudian (16/04) sedikit menyinggung mengenai indikator-indikator kota inklusi salah satunya kemudahan publik dan transportasi yang kanal bagi difabel. Sekitar Bulan November yang kemudian penulis juga menghadiri workshop tim pemenang Sayembara Penataan Kawasan Malioboro yang dimenangkan oleh tim Teras Budaya. Tim yang dikomandoi oleh Arsitek Ardhyasa Fabrian Gusma ST itu memaparkan hasil kerja mereka. Salah satu konsep menarik yang ditawarkan ialah rancangan penataan daerah Malioboro yang ramah difabel, baik itu kanal jalan, transportasi, trotoar, dan ruang publik lainnya. Tim tersebut pun juga sempat menyinggung jikalau di negara-negara maju membangun sarana publik yang aksesibel sudah menjadi sebuah keharusan. Hal itu juga yang akan diterapkan Tim Teras Budaya pada rancangan penataan Kawasan Malioboro.


Mendengar klarifikasi tersebut aku turut lega. Menurut aku gosip difabel ini harus dipahami oleh semua kalangan, termasuk para arsitek dan pemborong yang mengerjakan pembangunan kemudahan publik. Jika tidak, beberapa insiden pembangunan gedung bisa final jauh dari harapan. Konon, bangunan gedung-gedung UIN Sunan Kalijaga juga hasil dari missuderstanding pemborong atas perancang bangunan yang menghendaki bangunan ramah difabel, namun yang terjadi sebaliknya dan jauh dari harapan. Akhirnya bangunan masjid UIN Sunan Kalijaga seakan menjadi pengobat kegagalan bangunan sebelumnya. Masjid dibangun dengan rancangan dan komunikasi yang intensif. Sehingga sesudah final masjid itu menjadi salah satu masjid paling aksesibel di Yogyakarta.


Saya menentukan Jogja City Mall sebab mall merupakan pecahan dari sarana publik. Selain itu bangunannya masih terbilang baru. Mall ini gres dibuka sekitar Bulan Mei 2014 lalu. Saat pertama kali menginjakkan kaki di sini aku berharap bangunan ini ramah bagi semua pengunjung, termasuk para difabel. Menurut penuturan seorang pegawai kebersihan mall ini pernah dikunjungi oleh difabel rungu, difabel netra, dan difabel daksa, grahita pun juga ada. Namun yang paling sering dijumpai ialah difabel daksa. Apakah Jogja City Mall yang terletak di Jalan Magelang KM 5,8, Jombor, Sleman, Yogyakarta ini ramah bagi difabel? Itulah yang menjadi pertanyaan saya. Untuk memenuhi rasa ingin tau itu aku pun melaksanakan pengamatan kecil-kecilan. Berikut hasil pengamatan aku apakah Jogja City Mall ramah difabel atau tidak.


a.Jalan Masuk

Setiap bangunan publik niscaya mempunyai perencanaan pembangunan yang matang biar para pengun Apakah Jogja City Mall Sudah Ramah Difabel?
Jalan masuk bagi pejalan kaki belum dilengkapi guiding block
Magelang. Pengunjung harus mengendarai motor atau kendaraan beroda empat terlebih dahulu untuk memasuki area mall berjarak sekitar 250 meter dari jalan raya menuju parkiran. Sedangkan bagi pejalan kaki ia harus menempuh perjalanan melalui trotoar yang terletak di kanan kiri jalan masuk utama. Mungkin bagi pengunjung difabel rungu ini tidak masalah. Tetapi berbeda halnya dengan difabel netra atau pun daksa. Sebagian besar teman-teman kita ini ingin berdikari dalam segala aktivitasnya, termasuk dalam mengakses ruang publik menyerupai mall. Untuk mendukung kemandirian ini perlu didukung adanya sarana pendukung. Sepanjang pengamatan aku di kedua trotoar tidak dilengkapi dengan guiding block, sehingga pengunjung difabel netra mungkin akan sedikit kesusahan untuk mengakses bangunan utama mall. Di kedua trotoar juga belum dilengkapi dengan ramp (tangga landai) biar dingklik roda sanggup menaiki trotoar setinggi 15 sentimeter itu. Paling jikalau ingin menaiki pengendara harus dibantu petugas atau pihak lain. Apabila pengunjung dingklik roda tidak ingin dibantu jalan satu-satunya mereka harus berebut jalan masuk dengan pengguna kendaraan bermotor dan mobil. Karena jalan tersebut datar dan tidak terhalang apapun.


a.Bangunan Depan

Mungkin kanal bangunan depan juga tidak bermasalah bagi pengunjung difabel rungu, tetapi berbeda halnya dengan difabel netra dan daksa. Untuk difabel netra beliau harus mengenali situasi sekitar atau yang biasa disebut dengan orientasi mobilitas. Di depan bangunan utama ada sebuah patung ksatria Eropa yang di samping kanan kirinya ditunggui oleh seekor singa yang dikelilingi oleh air mancur. Rancangan air mancur itu menyerupai sebuah mini boulevard yang berfungsi sebagai jalur pelan kendaraan roda empat. Apabila pengunjung difabel netra yang belum mengetahui lokasi ini bisa saja ia akan menabrak. Alternatifnya mungkin bisa bertanya kepada petugas keamanan yang berjaga di depan biar bisa mengakses mall. Setelah itu ia harus menemui tangga berundak untuk mencapai mall. Sedangkan bagi pengguna dingklik roda, sesudah ia bisa melewati jalan masuk di pecahan paling kiri tangga berundak terdapat sebuah ramp untuk mempermudah menaiki bangunan utama. Namun sayangnya ramp tersebut tidak bisa dilewati secara berdikari sebab di ujung paling bawah terpentok oleh bangunan berundak. Sehingga mau tidak mau ia harus dibantu juga. Jalur paling gampang bagi pengguna dingklik roda yang naik kendaraan, sesudah turun dari kendaraan ia bisa melewati basement yang kanal jalannya sejajar dengan pintu masuk. Sebagai suplemen informasi, mall ini juga menyediakan kemudahan dingklik roda bagi pengunjung dan kereta dorong bayi. Mendengar itu aku jadi sadar jikalau ternyata bayi itu juga difabel 😀


b.Bangunan Mall

Memasuki bangunan utama pengunjung sudah disambut oleh petugas keamanan yang berjaga di depan. Di samping pintu utama terdapat layanan sentra informasi. Jogja City Mall tampaknya belum menyediakan kemudahan penerjemah bahasa isyarat. Saat aku tanya kepada petugas biasanya difabel rungu akan menunjuk-nunjuk barang yang akan dibelinya. Sebagai pengganti informasi bunyi dan running text, pengunjung sanggup membaca petunjuk informasi yang disediakan mall atau melihat pribadi gerai-gerai yang ada di situ. Difabel netra yang pertama kali tiba ke JCM mungkin akan kesulitan mengenali lingkungan, lantainya pun datar. Satu-satunya informasi yang sanggup didengar ialah dari sumber sentra informasi yang menjelaskan citra mall secara umum, itu pun bersiklus dan tidak sering. Selain itu biasanya di lobi utama banyak berjejer stan yang mungkin saja bisa ia tabrak. Teman dan tongkat mungkin bisa menjadi penunjuknya. Namun jikalau ia sendirian alternatif lainnya ialah bertanya kepada sentra informasi atau meminta santunan petugas keamanan yang siap sedia. Di pin mereka pun tertulis “Ask Me,” itu menawarkan kesediaan mereka untuk menolong para pengunjung yang kebingungan atau memerlukan bantuan. Difabel netra tinggal menanyakan tujuannya dan petugas pun akan bersedia menawarkan atau lebih-lebih menemani. Karena beberapa titik belum ada kemudahan menyerupai talking lift maupun arsitektur bercetak aksara braile. Sedangkan untuk pengguna dingklik roda tampaknya tidak ada persoalan saat sudah memasuki mall. Kemanapun tujuannya beliau tinggal menekan tombol lift yang akan mengantarkannya ke lantai yang ia tuju.


c.Fasilitas Kamar Mandi

Toilet Jogja City Mall sudah dilengkapi dengan “disabled room.” Di dalam ruang itu terdapat satu kloset duduk yang di sampingnya dilengkapi dengan pegangan besi yang memudahkan pengguna pindah posisi. Ruang itu juga dilengkapi dengan satu wastafel dan cermin besar. Posisi wastafel tampaknya sudah lebih rendah dari wastafel yang biasa digunakan oleh nondifabel. Menurut penuturan pegawai di sana kadang difabel daksa lebih menentukan toilet biasa daripada “disabled room.” Pelayanan lainnya yaitu di setiap toilet niscaya ada cleaning service-nya, sehingga jikalau kesulitan pun mereka biasanya akan membantu. Bagi difabel rungu maupun difabel netra keadaan kamar mandi tidak begitu memengaruhi kanal mereka. Jika belum paham atau belum tahu letak kamar mandi difabel bisa meminta santunan cleaner untuk mengarahkan.


d.Fasilitas Mushola

Mushola utama Jogja City Mall terletak di lantai GF (Ground Floor). Lantai ini sejajar dengan teras utama JCM. Selain itu terdapat mushola lain yang berada di lantai P2 bersebelahan dengan parkir kendaraan beroda empat pengunjung. Mushola P2 nampak lebih sepi dibanding mushola GF yang lebih ramai. Kondisi mushola GF dilengkapi dengan karpet dan sarana ibadah menyerupai mukena dan sarung. Tempat wudhu terletak di sebelah kiri mushola. Tempat wudhu pria dan wanita terpisah namun masih bersebelahan. Tempat wudhu lebih sempit dibanding kamar mandi, hanya ada sekitar 5 kran yang berjejer menyerupai tempat wudhu pada umumnya. Bagi pengunjung difabel netra maupun difabel rungu mungkin kondisi tempat wudhu itu tidak akan bermasalah. Jika gres pertama kali difabel netra tinggal bertanya saja kepada petugas. Namun yang bermasalah saat difabel daksa akan mengambil air wudhu. Saya sempat bertanya ke petugas contohnya difabel daksa mau berwudhu tempatnya dimana? Pengawainya sendiri juga binngung. Lalu aku berpikir mungkin saat mau sholat difabel daksa bisa sholat di masjid luar mall. Cara lain dengan berwudhu di wastafel “disabled room” (tapi apa memungkinkan?) atau di toilet umum yang di dalamnya dilengkapi shower khusus toilet.

Selain pengunjung umum, difabel netra, difabel rungu, dan difabel daksa, tidak menutup kemungkinan ada pengunjung difabel grahita. Bagi mereka mungkin yang diutamakan ialah keselamatan. Alternatif bangunan dari sebuah artikel yang aku baca ialah dengan pembuatan bangunan yang tidak mempunyai sudut lancip, tetapi dibentuk dengan sudut tumpul. Namun tampaknya masih banyak bangunan di Jogja City Mall yang bersudut lancip, menyerupai tangga, tiang, pagar, dan bangunan lainnya.


Nah, itu tadi beberapa hasil pengamatan aku mengenai bangunan Jogja City Mall. Apakah bangunan ini ramah difabel atau mustahil pembaca atau pengunjung difabel sendiri yang bisa menilainya (Iis).


Yogyakarta, 19 April 2015



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Apakah Jogja City Mall Sudah Ramah Difabel?"