Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pelajaran Dari Sebuah Pertigaan

Suatu hari, saya harus pergi ke sebuah daerah yang gres bagiku. Tiba-tiba langkahku terhenti. Bukan alasannya tali sepatuku lepas, alasannya saya memang tak pakai sepatu. Atau alasannya tiba-tiba gelap, memang dari awal hidupku sudah gelap kok. Di depan ada pertigaan, jalan ke arah kiri dan kanan. lalu, arah mana yang menuju ke daerah tujuanku?


Aku berhenti sebentar untuk berfikir. Mudah-mudahan otak yang sudah usang nggak digunakan untuk berhitung ini masih sanggup digunakan mikir. Apa yang harus kulakukan dikala ibarat ini ya? mau nekat? Aku sih sudah biasa nekat dan tersesat. Tapi waktuku tak banyak lagi, saya tak boleh terlambat hingga di daerah tujuanku itu. Tak ada waktu yang boleh terbuang sia-sia, apa lagi untuk tersesat dan tanya sana sini. Belum lagi jika harus mencari tukang ojek untuk mengantar, u u d alias ujung-ujungnya duit lagi. SMS pakai hp? Masa itu saya belum punya hp, memang di zaman itu hp belum terlalu populer. Sedikit temanku yang punya hp, itupun suaranya belum poli ponik alias masih poli klinik.


Hmmm, berfikir sebentar, dan akhirnya cling, kepalaku ibarat sanggup pencerahan Sang Ilahi. Akhirnya kuputuskan untuk duduk di pinggir jalan bersahabat persimpangan itu, dan menunggu orang yang lewat dari kiri ataupun kanan. Pikirku: “akan kutanya orang yang lewat dari kiri atau kanan, jalan mana yang benar ke arah daerah tujuanku. Aku yakin akan mendapat balasan jelas, alasannya orang-orang itu niscaya sudah berjalan melewati jalan persimpangan yang akan kulewati ini.


Akhir kisah ini pastilah happy ending, alasannya akhirnya saya menemukan orang yang sempurna untuk kutanyai bahkan mengantarku ke daerah tujuan. Aku tidak terlambat, dan kami semua hidup senang selamanya.


Sering kali kita bingung, harus pilih yang mana? Masuk sekolah ini atau yang itu? mau bekerja di sini atau di situ? Mau terima usulan atau tolak? Mau pilih si ia atau siapa? Ada beberapa jalan yang sanggup kita ambil. Mau nekat? Memang mungkin jalan ini lebih cepat dan praktis, tapi ingat, risikonya juga besar. Kalau sekedar salah pilih tukang cukur rambut, paling hanya menyesal sebulan. Kalau salah pilih baju/ celana yang dibeli, paling menyesal alasannya hilang uang. Tapi bayangkan jika kita salah pilih sekolah, salah pilih jurusan pendidikan, apa lagi salah pilih pasangan hidup? Akibatnya niscaya wow, alias penyesalan luar biasa seumur hidup. Berarti jelas, nekat bukan jalan terbaik dalam hal ini.


Sebenarnya ada sebuah langkah sederhana dan bijaksana, ialah bertanya pada yang sudah lebih berpengalaman. Sering kali kita yang muda meremehkan bahkan mengabaikan nasehat dari orang renta kita, guru-guru kita, dan orang-orang lain yang sungguh mencintai kita. Saat kita sudah terdesak dan tertabrak, barulah kita ingat pada nasehat itu. Sayangnya semua sudah terlanjur terjadi, dan hanya penyesalan saja yang di hati. Karena itu sebelum semuanya bermetamorfosis penyesalan, lebih baik kita menunggu dan banyak bertanya sebelum mengambil sebuah keputusan. Percaya deh, menunggu dan banyak bertanya bukanlah hal yang sia-sia. Survei pribadiku yang belum tentu akurat ini membuktikan, bahwa orang yang banyak bertanya meskipun kadang menyebalkan tapi selalu mendapat yang terbaik.


kata bijak:

Malu bertanya sesat di jalan,

banyak bertanya menguntungkan,

terlalu banyak bertanya menyebalkan.


Salam sukses selalu, dan selamat banyak bertanya.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Pelajaran Dari Sebuah Pertigaan"