Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenangan Yang Indah

Pukul satu dini hari. Waktu di mana semua manusia mengistirahatkan dirinya dari aktifitas yang menuntutnya harus berperan aktif. Para bintang yang biasanya menerangi sang malam kini tak satu pun menampakan dirinya, bahkan sang sabit yang bisanya tersenyum pada penghuni bumi kini tak memunculkan senyumannya menyerupai biasanya. Yang ada hanyalah awan kelabu yang berarak menemani sang gelapnya malam.


Aku tengah duduk di tepian ranjangku seraya memandangi foto-foto yang bertengger bagus di dinding kamarku. Foro-foto yang mengingatkanku pada sosok yang telah mengandunku selama Sembilan hari sepuluh bulan, melahirkanku dengan bertaruh nyawa, dan mendidikku dengan nakalnya diriku. Foto-foto itu mengingatkanku pada sosok ibuku yang telah meninggalkanku selamanya.


Tak terasa air mataku telah berkumpul menggenangi pelupuk mataku yang akan siap meluncur menganak sungai di pipiku. Aku merindukan sosoknya. Aku merindukan belayannya. Aku merindukan tatapan matanya. Aku merindukan kasih sayangnya. Aku sangat merindukan kehadirannya.


Tanpa ku sadari, kaki-kaki jenjangku kini melangkah, menelusuri stapak demi stapak melenggang menerobos pintu kamarku yang ku biarkan terbuka begituh saja, menelusuri dunia luar kamarku menuju ruang keluarga yang letaknya di tengah-tengah istanaku ini.


Ku parkirkan tubuhku di sofa ruang keluarga yang nyaman. Ku buka laci kecil di bawah meja kecil di depanku. Ku ambil album foto berwarna biru renta yang mulai berdebu. KU perhatikan isi dalam album tersebut. Di dalamnya menyimpan banyak kenangan aku, ibu, beserta semua keluargaku. Kini air mataku telah meluncur dengan bebasnya dari pelupuk mataku, membanjiri pipiku.


Ku buka satu demi satu lembar yang ada di dalam album foto tersebut. Dalam hati ku berdoa, semoga iya baik-baik saja di sisih-Nya.


Ku perhatikan lembar demi lembaran yang tertera di dalam album foto tersebut. Tersimpan banyak kenangan yang tersirat di dalamnya. Oh ibu, apakah kamu tau disini saya merindukanmu? Oh bahkan sangat amat merindukanmu?


Pandanganku terfokus pada satu objek di album tersebut. Foto ibuku dengan saya semasa kecil yang sedang direngkuhannya. Aku jadi teringat, akan belaian kasih sayangnya, kecupan hangatnya. Aku jadi aib sendiri sesaat saya ingat akulah yang menjadikan ia tak tidur semalaman alasannya menjagaku yang tengah demam tinggi.


Di dalam tangisanku, saya tersenyum. Kenangan itu terkuak kembali seiring jari-jariku membuka lembar demi lembar yang tertera di dalam album foto tersebut. Dimana saya dengan nakalnya mengobrak-abrik tas kerjanya ketika saya masih balita, dan pernah hamper semalam suntuk ia mendekapku alasannya pada ketika itu saya takut kalau tak ada orang di sisihku. Hahaha, sungguh kurang berakal ya saya ini?


Kini, mataku terfokus pada satu bahkan lebih, mataku terfokus pada empat objek foto. Foto pertama diriku yang sedang menandakan kebolehanku dalam modern dance. Foto kedua, ibuku dengan saya yang masih mengenakan baju dance-ku, foto ketiga saya yang tengah membawa piala juara favorite, dan foto ke empat ibuku yang memelukku sedangkan saya memeluknya seraya mendekap pialaku sendiri.


Sejak ketika itu, ibu tak henti-hentinya membanggakanku di depan semua orang. Saat orang-orang bercerita bahwa kamu sangat beruntung memiliki ibu menyerupai beliau, ada yang menyampaikan bahwa saya yaitu anak yang beruntung alasannya memiliki bentuk fisik yang menawan serta cerdas, dan lain-lain.


Aku hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih, dan satu yang harus menciptakan diriku sedikit menyombongkan diri, saya gembira memiliki ibu menyerupai dia, walau pun saya kesal alasannya dirinya yang selalu menceramahiku ini itu tampa saya persis mengerti apa yang ia bahas ketika itu, namun ia lakukan itu semua hanya untuk membuatku maju di kemudian hari.


Mengingat itu semua, saya hanya bisa tersenyum, dan menangis. Dadaku sesak, nafasku tersengal-sengal, suaraku terisak menahan perasaanku yang menggebu-gebu.


Dengan satu gerakan, ku tutup album foto tersebut. Rasa-rasanya nafaskku makin terasa berat dan sesak kalau terus menguak kenangan indah bersama malaikat penjagaku tersebut.


Ku langkahkan kaki-kaki jenjangku ke kamar mendiang ibuku. Di sana berbagai kenangan yang tersirat di dalamnya. Ku jatuhkan tubuhku di bibir ranjang yang berada di tengah ruangan berukuran sedang tersebut. Ku putarkan pandanganku ke seluruh sudut. Pandanganku berhenti mana kala menemukan sebuah box bayi berukuran sedang yang berada di sudut ruangan. Haha, ternyata, ibu masih menyimpannya di sana, ya? Seketika memori otakku memutar kejadian waktu lampau, di mana saya terbangun di malam hari dengan saya menangis sekencang-kencangnya. Ibu yang terlelap pun mau tak mau berdiri dari tidur lelapnya alasannya tangisanku itu. Ibu menggendongku, dan merengkuhku dengan hangatnya kasih sayang. Ia menyendandungkan lagu terindah bagiku, dan saya pun terlelap di buatnya. Saat itulah saya merasa bahwa penyanyi terindahku yaitu almarhumah ibuku, tak perduli seberapa hancurkah suaranya, yang terpenting ialah penyanyi terhebatku kala itu sampai sekarang.


Memori otakku kembali memutar adegan di mana saya membuatnya malu, tapi ibu berkata, “Kaulah kebanggaanku, ibu salut padamu, dan ibu gembira memiliki anak sepertimu”. Oh ibu apakah kamu tak sadar saya membuatmu aib ketika itu? Dengan bangganya saya maju ke barisan terdepan ketika pembagian rapot. Ternyata, hasil yang saya dapatkan tak sesuai dengan keinginan orangtua yang selayaknya. Tapi, kamu tetap berkata sedemikian rupa dan membelaiku dengan sayangnya. Yaa, ternyata, benar apa yang di katakan orang banyak, bahwa ibulah malaikat positif yang di utus Tuhan untuk menjaga setiap manusia di dunia ini. Dan ketika orang-orang mencemoohku di belakang, kamu masih bisa tersenyum dan berkata, “Dia sudah berani menandakan apa yang ia dapatkan pada ibunya, dan itu merupakan nilai plus tersendiri untuk bawah umur seumurannya, toh kemampuan orang tak sama, bukan? Yang penting ia luar biasa bagiku.”


Oh ibu, saya sangat merindukanmu. Kini, saya harus berjuang tampamu, menghidupi diri sendiri, tampamu lagi di sisihku. Ibu, maafkan saya yang tak pernah merasa di sayang, maafkan saya yang pembangkang ini. Ternyata benar apa kata pepatah, “Cinta anak sepanjang galah, cinta ibu sepanjang masa.” Ya, cintamu akan selalu infinit untuk selamanya. Cintamu akan tetap tersimpan rapi di hatiku, dan tak akan saya biarkan satu orang pun mengobrak-abrik cintamu di hatiku walau itu yaitu suamiku kelak. Kau akan selalu menjadi yang pertama, dan terakhir yang pernah saya miliki, dan mencintaiku. Ibu, maafkan saya yang tak pernah membahagiakanmu, maafkan saya yang tak pernah membalas ketulusanmu. Terimakasih telah melahirkanku ke dunia fanah ini, terimakasih telah mengasuhku dengan kasih sayangmu, terimakasih telah membimbingku dan merawatku sampai selesai hayatmu.


“Oh bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Kenangan Yang Indah"