Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Guru Dan Saya Yang Dulu Si Berudu

Guru, izinkan saya mengulang kembali untuk menggerakan pengecap ini melukis nada-nada indah, untuk sebuah hymne. Meski dulu saat saya masih berseragam merah putih, hingga berputih abu, dengan rasa malas saya mengangkat kaki dan melangkahkanya kesebuah tanah lapang untuk merayakan hari besar engkau wahai guru-guruku. Kini hymne itu itu bagai ombak di lautan mata ini, menyebar keseluruhan pinggiran mata bahkan hingga ke pipi, alasannya hymne itu begitu berarti sekarang.


Terpujilah wahai engakau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan ku ukir di dalam hatiku

Sebagai prasasti terima kasihku

Tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot satria bangsa

Pembangun insan Cendekia


Ya, Dulu saya hanyalah bagai berudu yang menghampirimu wahai guru. Berenang ke sanah dan kemari tanpa tau arti. Namun engkaulah yang selalu menyalakan pelita itu, pelita ynag membimbing si berudu semoga tau kearah mana ia berenang. Engkau juga menawarkan bunga-bunga kesabaran dari phon-pohon sabar yang tumbuh di hatimu supaya si berudu tau harumnya kesabaran. Engkau selalu melepas si berudu pada air yang jernih semoga si berudu tumbuh dan hidup dengan badan yang sehat dan kuat.


Wahai guru-guruku, dulu si berudu tak tau arti sebuah titik yang timbul pada selembar kertas putih. Dengan kesabaran kamu ajarkan dan bimbing jari-jari lentikku mengenal titik-titik itu. Dulu si berudu juga tak tau bagaimana bertahan hidup dengan matanya yang buta, tapi dari jari-jari ini kamu buat si berudu bisa melihat dunia. Dulu si berudu juga tak bisa berenang jauh, kemudian kamu ajarkan dengan sebuah tongkat putih mengenal lingkungnan hingga jadinya berani untuk menjelajah.


Guru, kini sei berudu telah menjadi seekor katak besar yang tumbuh dari harumnya bunga-bunga pohon kesabaranmu. Mampu melompat tinggi melintasi batas-batas prediksi yang tak manusiawi. Bagai seekor katak yang menjadi wangsit lahirnya tank-tank amfibi, berfungsi di pada alam yang berbeda. Mampu berenang dengan tangkas ditengah arus diskriminasi, bergerak lugas pada lubang-lubang peluang pada tanah pertiwi yang belum sepenuhnya inklusi.


Terima kasih guruku, atas baktimu yang mendidik saya dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Setiap pagi kamu suapin saya dengan braille yang menjadi mortir untuk mempersenjatai saya dalam mengarungi usaha hidup. Dari tangan-tangan dinginmulah, terlahir para pemimpin negeri ini. Dari kepala-kepala yang penuh dengan ide-ide kreatif, terlahir para pejuang inklusi.


Selamat ulang tahun untuk para guru bangsa, pencipta generasi yang menciptakan negeri ini semakin indah. Semoga saya bisa menumbuhkan bibit keinginan yang dulu engkau tanam di taman keinginan ini.


Catatan: lirik pada final hymne guru ini dari “engkau patriot satria tanpa tanda jasa,” telah mengalami perubahan semenjak tahun 2008, dan telah diresmikan oleh kementrian Pendidikan.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Guru Dan Saya Yang Dulu Si Berudu"