Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memperjuangkan Kkn

Pagi ini memang cerah. Secerah hatiku yang menyambut hari dengan ceria. Mengawali aktivitas, sejak bangkit tidur tidak ada yang istimewah. Semuanya berjalan biasa-biasa saja. Jam empat pagi, adzan subuh berkumandang, kuturut serta terjaga dari lelap. Cuci muka, berwudu, kemudian shalat subuh. Momong si kecil, alasannya yaitu mesti bergantian dengan keluarga yang lain. Setelah itu, barulah beres-beres rumah dan mempersiapkan aktifitas hari ini dengan mandi, berganti pakaian, serta tak pernah lupa sarapan. Karena sarapan pagi bagiku wajib, dan untuk meminimalkan pengeluaran saya selalu sarapan di rumah, makan masakan ibu tercinta.


Ups, ada yang lupa. Hari ini acara kegiatanku bukan menyerupai hari-hari biasa. Tidak untuk mengajar tetapi hari ini ada acara Ujian Akhir Semester 7 di kampus. Yap, setiap kali ada acara kuliah hatiku selalu menyambut dengan riang. Rasa senang alasannya yaitu akan situasi serta kondisi yang berbeda. Ya kalangan teman-temannya, ya lingkungan dan kotanya, ya kegiatannya, yang terperinci berbeda dengan hari-hari biasa. Tidak hanya lingkungan rumah saja, tidak hanya lingkungan sekolah saja, dan tidak hanya orang yang itu-itu saja. Namun kesemuanya itu menyebabkan warna dalam hidupku. Memberi dinamika dalam lingkup ruang gerakku. Dan juga memberi energi dalam semangatku.


Namun hari ini ada sesuatu hal yang mengganjal dalam hatiku. Pasalnya, biaya kuliah yang sempat menunggak dan biaya KKN sudah jatuh tempo batas final pembayaran hari ini juga. Jika tidak terbayar pada hari ini, tidak sanggup ikut KKn tahun ini. Itu kata kordinator. Sediiiih rasanya hati ini. Tabungan tak punya, isi dompet hanya cukup buat beli bensin saja. Semangatku mengendur, rasanya tak ada gairah. Tapi ini harus dihadapi. Tidak boleh mundur dan dihentikan membisu di kawasan jikalau ingin segera lulus bahu-membahu dengan satu angkatan.


Sebenarnya beberapa waktu kemudian ibu telah mengusahakan sesuatu, ladang tebu yang hanya punya sepetak telah diajukan untuk disewakan. Akan tetapi uangnya yang akan cair masih menanti tiga bulan kemudian. Kalau sudah begini, pusing tujuh keliling. Andai BPKB motor belum masuk koperasi, niscaya dijadikan watu lonpatan sebagai cadangan sementara sambil menunggu uang sewa tanah cair. Di tengah kegundahan hati, saya tetap berangkat ke kampus untuk mengikuti Uas dan pembagian kelompok KKn. Walau diriku masih gamang alasannya yaitu belum membayar lunas, sanggup ikut atau tidak.


Berbekal doa restu ibu dan optimisme yang tinggi, senyumku mengembang di kelas menatap soal-soal yang harus kulahap dalam sehari itu. Alhamdulillah. Empat mata kuliah yang diujikan dalam sehari karenanya selesai juga. Sekarang waktunya berberes-beres. Semua mahasiswa di kelas nampak bersiap untuk menemui Bu Mamik, (Kordinator kami) guna membahas apa yang telah kami nantikan selama ini, yakni KKn.Akan tetapi, seiring melajunya waktu, degup jantungku semakin kencang. Denyut darahku semakin deras. Berharap-harap dengan cemas bisakah saya melobi Bu Mamik untuk diberi perpanjangan waktu pelunasan pembayaran KKN dan uang semester yang sempat menunggak.


Antrean mahasiswa semester tujuh dari Prodi PAUD dan PLB berjajar di koridor lantai dua. Mereka semua menunggu pembagian kelompok dan program-program KKN yang kan dijalankannya. Termasuk diriku, saya berada di antaranya. Namun diriku tak menyerupai mereka, wajah-wajah yang penuh kepastian. Aku tertunduk lesu dengan hati berkebat-kebit mengharapkan uluran tangan dari Allah untuk mendapat toleransi dari fihak kampus. Diskusi rapat pun dimulai. Usul pendapat dari mahasiswa mengalir lancar. Kelompok perkelompok telah dibagikan beserta program-programnya yang kan dijalankan. Kini, tinggallah saya yang mengekor di belakang teman-teman, hingga karenanya diskusi mereka usai. Dengan perasaan yang dikuatkan, saya menghadap Bu Mamik untuk mengajak berbicara dari hati ke hati.


‘Bu, minta maaf sebelumnya. Saya mohon kebijakan ibu semoga saya sanggup ikut KKN tahun ini bahu-membahu dengan sahabat satu angkatan.’, Dengan mimik muka yang memohon, saya mengawali berbicara pada Bu Mamik sehabis duduk di hadapannya.


Dan menyerupai biasanya, setiap kali berbicara dengan orang lain, ia berkata sayang yang tak pernah dilupakannya. Membuat orang lain, lawan bicaranya merasa disayang olehnya dan senang padanya.


‘Oke sayang. Asalkan biaya SPP semesteran yang sempat menunggak serta biaya KKN harus lunas paling lambat hari ini.’,


‘Aduh bu, masak nggak sanggup minta perpanjangan waktu hingga final bulan Januari ini? Saya sudah mengusahakan sesuatu, tapi uang yang akan cair paling cepat ya final bulan ini bu. Tolong saya bu! Saya mau ikut KKN tahun ini. Soal pembayaran, saya niscaya bayar selambat-lambatnya final bulan bu.’,


‘Tidak sanggup sayang. Sebenarnya hari ini, Jumat 13 Januari 2017 sudah rentang waktu yang diberikan. Karena bahwasanya pelunasan pembayaran biaya harusnya final Desember 2016 lalu. Makara sudah ada toleransi waktu selama dua ahad hingga sekarang.’,


‘Masak hanya gara-gara pembayaran terlambat saya nggak sanggup ikut KKn tahun ini bu? Padahal saya termasuk mahasiswa yang jarang mangkir kalau memang tidak ada keperluan yang mendesak. Nilai-nilai IPK saya juga terbilang lumayan, dan saya tidak pernah menyepelekan tugas-tugas dari dosen. Tolong dipertimbangkan lagi ya bu.’,


Kurang-lebih dua puluh menit saya mengajukan alasan-alasan dan permohonan semoga diberi toleransi lagi untuk sanggup mengikuti KKN sebelum karenanya ia memberi keputusan final.


‘Hmm… Melihat kegigihan usahamu, serta semangat perjuanganmu yang begitu sungguh-sungguh, saya melihat ada tekad yang tak gampang mengalah dalam dirimu sayang. Makara saya kabulkan permohonanmu ikut KKN tahun ini meski ada kelengkapan manajemen yang tertunda, dalam hal ini keuangan. Tapi tidak apa-apa, saya percaya padamu sayang. Tapi ingat, paling lambat final bulan ini ya!’,


‘Terima kasih banyak bu atas pengertian dan kebijaksanaannya. Saya tidak akan melupakan jasa ibu.’


Dengan rasa syukur dan senang yang meletup-letup, saya menjabat tangan dosen kordinator kemudian keluar dari ruangan tersebut.


Di luar, hujan deras mengguyur kota Jember. Meski tak sanggup pulang secepatnya alasannya yaitu terhalang hujan, namun semua itu tak mengurangi rasa syukurku pada Allah alasannya yaitu selalu menyertai dan memberi pertolongan padaku. Dan juga rasa senang alasannya yaitu akan ikut KKN bersama sahabat satu angkatan yang artinya sanggup lulus dengan cepat dan atas pengertian dari Bu Mamik.


Oh Allah Tuhanku, bahwasanya tidak ada kesukaran bagiMu jikalau Engkau berkehendak. Engkau Maha Pengasih, Maha Bijaksana, dan Maha Mengetahui atas kebutuhan hambaNya. Satu dari milyaran keagunganMu yang kurasakan hari ini, Jumat 13 Januari 2017.


Bondowoso, 29 Januari 2017.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Memperjuangkan Kkn"