Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Internet, Wadah Difabel Untuk Berdikari Secara Finansial

Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia khususnya di kota-kota besar, dengan mudahnya kita sanggup menjumpai heterogenitas atau keberagaman di sekitar kita. Bukan hanya suku, agama, ras atau golongan saja, melainkan juga mereka yang mempunyai kekurangan fisik.


Banyak sebutan yang merujuk kepada saudara-saudari kita yang mempunyai kekurangan fisik, mulai dari yang terkesan agresif hingga tidak mengecewakan halus. Namun, diantara sebutan-sebutan tersebut terdapat satu istilah yang lebih sempurna untuk dipakai yaitu, difabel. Istilah tersebut berasal dari Bahasa Inggris, Different Ability.


Dari sini saja harusnya kita sudah paham bahwa, walaupun mereka mempunyai kekurangan fisik bukan berarti mereka kurang dalam segala hal. Melainkan saudara-saudari kita tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda dibanding orang-orang pada umumnya.


Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling istimewa dan notabene makhluk sosial, insan tidak sanggup lepas maupun mengurung diri dari pergaulan dengan orang lain. Karena pada kenyataannya, kehidupan seluruh insan merupakan suatu yang dinamis, baik seorang difabel maupun non-difabel.


Walupun begitu, tidak sanggup dipungkiri dalam kehidupan bermasyarakat ini seringkali kita menemukan kaum difabel masih dipandang sebelah mata dan mengalami diskriminasi. Mereka mendapat stigma sosial yang kurang baik dari masyarakat di sekitarnya maupun keluarganya sendiri. Misalnya, seorang difabel akan lebih sulit untuk diterima di suatu perusahaan dibandingkan orang yang bukan difabel. Bahkan, tidak jarang ada anggapan seorang difabel merupakan beban bagi keluarga.


Hal ini menimbulkan sebagian besar mereka menjauhkan diri dari pergaulan dan enggan untuk berkarya, yang kemudian berimbas pada ketidakmandirian dalam banyak sekali hal, termasuk secara finansial. Jangan hingga alasannya yakni kekurangan mereka dan ketidakpedulian masyarakat menciptakan kaum difabel menjadi korban dari dinamisasi kehidupan yang sangat kejam. Arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan pesatnya perkembangan zaman juga mengharuskan kita untuk bersaing satu sama lain, tidak peduli siapapun dan bagaimanapun kondisi kita.


Maka dari itu, perlu adanya perhatian khusus yang diberikan kepada saudara-saudari kita kaum difabel ini, mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara. Karena mempunyai kekurangan fisik, bukan berarti mereka lepas dari kewajiban untuk berkarya bagi bangsa dan negara.


Pada zaman ini, internet seakan sudah menjadi kebutuhan primer selain pangan, sandang, dan papan. Setiap bidang kehidupan niscaya memerlukan internet untuk mempermudah acara manusia. Akan tetapi, alasannya yakni satu dan lain hal tidak semua dari kita mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Padahal, jikalau internet ini dimanfaatkan akan sangat berpotensi sebagai sumber penghasilan dan penghidupan masyarakat, khususnya bagi kaum difabel.


Melalui internet, informasi-informasi yang ada di dunia yang begitu luas ini sanggup kita jangkau dengan mudahnya. Tidak hanya sebagai sumber informasi, internet juga sanggup menjadi pundi-pundi uang bagi masyarakat.


Di zaman digital ini, mungkin sudah tidak absurd bagi kita mendengar istilah berkerja di depan layar. Ya! Tidak perlu ruangan yang besar ibarat tempat-tempat bekerja pada umunya, melainkan hanya memerlukan sebuah perangkat komputer maupun ponsel. Bekerja dengan ujung jari. Nampaknya sederhana, namun sanggup menghasilkan pendapatan yang cukup menguntungkan.


Begitulah keadaan di zaman now. Jika kita mempunyai kreativitas dan inovasi, kita akan bisa bertahan. Namun sebaliknya, jikalau tidak mempunyai terobosan baru, maka kita akan lama dan tergilas oleh hal-hal gres yang lebih menarik.


Maka dari itu, prospek internet menjadi ladang bisnis bagi kaum difabel sangat terbuka lebar. Hanya butuh sedikit keberanian untuk mencoba untuk memulai suatu hal yang besar. Selain itu, dengan adanya internet juga sanggup membantu terciptanya lapangan kerja gres dan penghasilan yang layak. Dengan begitu, diperlukan internet sanggup menjadi masa depan dan impian bagi kaum difabel dalam menjalani kehidupan.


Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survey Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) tahun 2016, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 12 persen. Angka yang cukup besar ini menjadi dasar yang berpengaruh bahwa perlu untuk membentuk komunitas-komunitas difabel sebagai wadah mereka untuk bergaul dan berkarya. Selain itu, untuk menawarkan bahwa mereka mempunyai sobat dan tidak sendirian.


Komunitas-komunitas difabel ini sanggup dibuat di banyak sekali tempat, ibarat rumah ibadah, perusahaan, instansi pemerintahan, dan lain-lain. Hal ini sudah mulai dirintis oleh banyak sekali pihak yang peduli terhadap kaum difabel dan diperlukan sanggup berlanjut ke depannya.


Di komunitas ini, mereka tidak hanya sekedar berkumpul atau bercengkerama, akan tetapi juga mendapat training mengenai pengenalan internet dan internet marketing yang sanggup menjadi sumber penghasilan sangat menjanjikan di masa depan, terutama mereka yang bergerak dalam perjuangan kecil menengah (UKM).


Mungkin, untuk mengadakan training yang bermutu memerlukan dana yang tidak sedikit, bahkan hingga belasan juta rupiah. Jika ibarat ini, maka hanya mereka yang berasal dari golongan menengah ke atas saja yang mampu, selebihnya tidak. Padahal tidak semua kaum difabel berasal dari golongan tersebut. Lagipula, kanal serta sumber pembelajaran yang ada ketika ini memang hanya dibuat untuk umum. Maka dari itu, perlu adanya derma dari pemerintah serta gerakan para relawan untuk membantu memfasilitasi, baik melalui anggaran maupun kegiatan amal.


Pelatihan-pelatihan ini terbukti banyak menghasilkan Internet Marketer yang sukses dari kalangan kaum difabel. Sebut saja Habibie Afsyah, ia merupakan seorang penderita muscular dystrophy. Keinginannya untuk berhasil dan berdikari membawanya menjadi seorang yang sukses, berawal dari penjualan pertamanya berupa produk PlayStation 3 di Amazon yang berhasil mendapat US$ 24. Hingga kini, ia sudah mempunyai situs jual beli properti dan menjadi seorang yang berdikari secara finansial di umur yang masih menginjak 20 tahun.


Bagi saudara-saudari kaum difabel yang mempunyai jiwa wirausaha, internet sanggup menjadi pilihan alat pemasaran alternatif selain secara konvensional. Bahkan, beberapa tahun ke depan pemasaran melalui internet sanggup menjadi lebih unggul, melihat perkembangan kemajuan teknologi yang semakin pesat.


Produk-produk hasil karya dari kaum difabel sanggup dipromosikan kepada umum melalui media-media sosial mainstream seperti, Facebook, Twitter, Line, dan Instagram. Selain itu, sanggup juga dibuat suatu toko online atau website khusus yang dikelola kaum difabel untuk memasarkan karya-karya mereka.


Toko online yang dibuat sanggup diberi nama-nama yang unik seperti, TONDI (Toko Online Difabel) ; D-O shop (Difable Online Shop) atau nama-nama lainnya. Dengan adanya toko online ini, mereka menjadi lebih leluasa untuk berkreasi dan melepaskan diri dari kekangan stigma sosial. Tentunya, masyarakat juga akan menyambut dengan baik kehadiran toko online ini dan kemudian akan mempunyai bayak pengikut (followers).


Berdasarkan paparan diatas, sanggup disimpulkan bahwa kaum difabel tidak kalah dari orang-orang pada umumnya. Dengan sangat optimis, jikalau toko online ini dibuat nantinya akan mengakibatkan dampak yang positif bagi kaum difabel dan juga masyarakat. Sama halnya dengan koneksi internet yang begitu luas, internet akan semakin memperluas koneksi kaum difabel dengan masyarakat sehingga bermuara pada satu tujuan utama yaitu kemandirian difabel dalam hal finansial.


Tulisan ini merupakan nominasi pada lomba esai opini Manfaat Internet untuk Kemandiriaan Difabel #12KartunetBerkarya. Silakan vote goresan pena ini untuk mendukungnya sebagai nominasi terbaik.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Internet, Wadah Difabel Untuk Berdikari Secara Finansial"