Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara Cemburu Dan Percaya

Malam terus merambat kian kelam. Sepi tanpa hadirnya kemilau bintang-gemintang. Rembulan pun turut aib menampakkan wajah eloknya. Hanya berkawankan semilir angin yang bertiup lembut. Suara jangkrik, burung hantu, dan hewan malam lainnya ikut serta menemani kesunyian ini. Hari yang semakin larut mencekam dalam sepi yang membisu. Di atas balkon rumah Rosana bangkit termangu seorang diri. Udara cuek yang menerpa-nerpa tubuhnya tak membuatnya bergeming. Ia tertegun dalam kekosongan. Hanya dua bola matanya yang bergerak menatap tajam lurus ke arah jalan yang dilalui suaminya sore tadi. Sudah seringkali ia ditinggal suaminya pergi ke luar kota, bahkan berhari-hari dalam urusan kantor atau lain hal. Tetapi perasaannya tidak sekalut kali ini. Entah kenapa hatinya merasa gundah dan risau.


‘Ya Allah, perasaan apakah yang menyergap hatiku? Jauhkan hatiku dari prasangka buruk, lindungilah suami hamba, dan bila berada di jalan yang salah ingatkanlah.’


Itulah do’a Rosana sambil menghela nafas panjang di tengah kegundahannya. Tujuh belas tahun dirinya mengarungi rumah tangga bersama Roni Dinata laki-laki yang dipilih Tuhan untuk menjadi imam dalam hidupnya. Tiga orang anak telah diamanahkan Tuhan padanya. Riak-riak kecil sering mewarnai dalam perjalanan rumah tangganya. Berlandaskan saling percaya dan saling menjaga, tujuh belas tahun sanggup membina keluarga. Mengapa gres kali ini timbul rasa tak percaya. Cemburu curiga kian memuncah menggelepar-gelepar dalam dada.


Awalnya tak mengenal perempuan itu, dikala dua ahad kemudian hadir dalam program ulang tahun pernikahannya dengan Roni Dinata yang ke tujuh belas. Meski tak mengenal perempuan muda itu, tetapi sebagai nyonya rumah Rosana tetap menyambutnya dengan baik. Mungkin kolega suaminya yang belum ia kenal, pikir Rosana. Perempuan itu memang cantik. Di usianya yang masih muda, sekitar tiga puluhan penampilannya nampak menarik, pembawaannya begitu enerjik. Perempuan smart, dilihat dari cara dan gayanya berkomunikasi dengan orang lain. Supel dan gampang bergaul itulah pembawaannya, perempuan yang dipanggil dengan sapaan Yuki. Meski tak menunjukkan perilaku intim dengan Roni, di sudut hati kecil Rosana terbersit rasa curiga.


Pesta program ulang tahun pun usai. Waktu demi waktu terus bergulir. Hari demi hari terus berlanjut. Perasaan Rosana semakin tak lezat dikala Yuki sering hadir dalam kehidupannya bersama Roni selama dua ahad ini ia mengenalnya. Entah disengaja atau tidak, pertemuan kedua dengan Yuki tak sanggup dihindari Rosana.


Waktu itu Rosana dan Roni pulang dari kantornya dengan mengendarai mobil. Hujan deras, langit gelap, disertai guntur menggelegar dari kejauhan. Hujan yang turun begitu deras mendatangkan limpahan air berlebih. Alhasil rute kantor menuju rumahnya banyak tergenang air. Jalanan sana-sini terdapat banjir. Roni mengarahkan mobilnya dengan mengambil jalan memutar menghindari banjir. Hujan tetap deras. Di tengah jalan, sempurna di depan halte bus Roni menepikan mobilnya tanpa meminta persetujuan istrinya. Di sana bangkit seseorang yang sepatu dan pakaian blusnya lembap kuyup terkena air hujan. Wajahnya tak jelas, sebab langit masih gelap. Roni menyalakan klakson berkali-kali arahan mengajaknya ikut satu kendaraan beroda empat dengannya, namun orang itu tetap tak beranjak. Akhirnya Roni keluar dari kendaraan beroda empat menembus derasnya hujan hanya untuk menjemputnya di halte seberang jalan.


‘Wah, ada mbak Ros rupanya di sini!’ Ujarnya pada Rosana begitu ia berada di dalam mobil.


‘Hmm…’ Rosana tak menanggapi hanya bergumam tak terang begitu menyadari siapa yang diajak suaminya dalam satu mobil.


‘Dia ini Yuki, yang tiga hari kemudian hadir dalam program ulang tahun ppernikahan kita. Mama tentunya masih ingat bukan?’ Roni berusaha mencairkan suasana dengan membuka memori ingatan istrinya.


‘Nah, daripada Yuki nunggu bus yang belum terang kapan lewatnya, mending kita pulang bareng saja.’ Tambah Roni entah ditujukan pada siapa.


Obrolan keduanya semakin bersahabat dan hangat. Sepanjang jalan Rosana tak banyak bicara, hanya sesekali ikut menimpali bila dirinya ditanya dan memang perlu untuk dijawab. Perlahan hujan mulai reda, hanya rintik-rintik lembut yang tersisa. Pelataran rumah pasangan itu sudah nampak. Roni menurunkan istrinya di halaman, kemudian kendaraan beroda empat itu melaju kembali untuk mengantarkan Yuki hingga di rumah sebab memang rumah Yuki rutenya tidak searah dan lebih jauh.


Pertemuan demi pertemuan berikutnya terus berlangsung antara Rosana dan Yuki, baik sendiri maupun dengan Roni dikala di luar rumah. Keakraban antara Roni dan Yuki makin terang di mata Rosana. Tatapan mata keduanya, gestur tubuhnya, seolah ada kedekatan yang tak biasa. Sepanjang hatinya berbisik curiga, sebanyak itu pula Rosana berucap istighfar meminta ampun kepada Allah atas dosanya yang telah menanamkan bibit ketidakpercayaan pada suaminya. Namun kedekatan antara keduanya memang nampak dan nyata.


Satu fakta telah ditemukan Rosana untuk sebuah alasan kecurigaan hatinya dengan tidak sengaja. Pagi itu Roni mandi pagi untuk bersiap berangkat kerja. Ponselnya dibiarkan tergeletak di atas meja kamarnya. Rosana yang sedang berdandan pagi itu, mendengar dering panggilan ponsel dari meja di sampingnya. Rosana tak menghiraukan dering ponsel itu, ia terus melanjutkan acara polesan di mukanya. Satu kali, dua kali, tiga kali, ponsel itu terus berdering memaksa supaya di seberang cepat menerimanya. Dengan malas, Rosana mendekat pada meja untuk mengintip siapa yang menelefon. Pak Bayu. Nama yang tertera di layar ponsel. Rosana segera menyentuh tombol yes. Setelah berucap salam, Rosana memberitahukan bahwa suaminya masih mandi. Panggilan itu diakhiri. Belum hingga selesai ponsel itu diletakkan kembali di atas meja, satu SMS masuk. Tanpa disengaja Rosana membuka pesan pendek itu, yang ternyata SMS dari Yuki.


‘Mas, nanti jam 12.00 saya undang makan siang di rumahku. Special untuk Mas Roni saya yang masak.’


Pesan itu pendek saja, namun mengundang sejuta tanya dan curiga bagi Rosana. Meski dalam hatinya berkecamuk, ia tetap bersikap biasa-biasa saja, tak menunjukkan rasa cemburu atau curiga sambil menunggu perkembangan siang hari tiba.


Jam istirahatpun menjelang. Rosana menghampiri ruangan suaminya untuk mengajaknya makan siang. Terbukti Roni berkilah. Ia menyampaikan pada istrinya tidak sanggup makan siang bersama sebab harus menganntarkan laporan bulanan secepatnya.


‘Mama makan sendiri aja ya! Atau ikut sama Bu Dewi dan Lisa, supaya ada temannya. Jangan khawatirkan papa, setelah antar laporan ini papa sanggup cari makan di luar.’


Entah alasan yang dibentuk Roni atau memang ada kiprah yang harus dilaksanakan, itulah yang dikatakan pada Rosana istrinya. Rosana tak membantah, ia tetap diam saja. Namun dalam hatinya ia telah yakin bahwa suaminya mendapatkan seruan makan siang di rumah perempuan itu.


Hari-hari terus berlalu, hingga hasilnya sore tadi pun datang. Roni ditunjuk oleh kantor untuk menghadiri diklat selama tiga hari di Bandung. Di kantornya, hanya Roni seorang yang ditunjuk untuk mewakili. Usai paking barang yang diharapkan suaminya selama diklat, Rosana duduk di teras menemani suaminya menunggu kendaraan beroda empat travel menjemput. Tak usang kemudian, travel itu muncul dari kejauhan mendekat ke arah pelataran rumahnya. Pintu kendaraan beroda empat dibuka dari dalam, seorang perempuan muda dengan dandanan matching turun dari jok kendaraan.


‘Sudah siap mas? Ayo kita pribadi berangkat!’ Sapa Yuki pada Roni dengan senyum yang mengembang.


‘Oh, dik Yuki mengikuti diklat yang sama ya?’


Benar mbak Ros, kebetulan di daerah kerjaku akulah yang ditunjuk. Karena saya dan mas Roni searah setujuan, kita berangkat bareng aja.’


Usai Roni berpamitan pada istrinya yang dituruti juga oleh Yuki, mereka pribadi masuk ke mobil.


Kecemburuan hati Rosana semakin menjadi. Bagaimana tidak, suaminya bepergian ke luar kota bersama dengan perempuan lain, yang memang menampakkan sinyal tidak beres antara keduanya akhir-akhir ini berdasarkan feelingnya. Salahkah bila seorang istri curiga terhadap suaminya yang punya kedekatan terhadap perempuan lain? Rosana tak sanggup membayangkan semua itu, ia coba tetap mengais-ngais sisa percaya pada suaminya dan komitmen setia mereka berdua dulu yang pernah diikrarkan dalam sumpah sakral di hadapan Allah. Rosana kan tetap berfikir logis, selama argumen perasaannya tak ada fakta kongkrit yang ditemuinya.


Ia menanggalkan rasa sakit dan perih di hatinya untuk sebuah kepercayaan. Biarkan malam ini berlalu dengan gejolak cemburu yang menggebu. Biarkan malam gulita tanpa hadirnya kerlip bintang dan cahya rembulan. Biarkan hatinya berkawankan sepi dan gelisah demi sebuah kepercayaan. Karena benci tak kan dibiarkan menjamah kesucian cinta yang terbina.


Bondowoso, Jumat, 3 Maret 2017.



Sumber gamepelajar.xyz

Posting Komentar untuk "Antara Cemburu Dan Percaya"