Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar dari Tragedi Lion Air JT610, Kepala Keluarga Perlu Lakukan Ini Sejak Sekarang

Musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT610 tentu saja menyiaskan duka tak terperi bagi keluarga para korban. Bayangin aja, mereka harus menerima kenyataan bahwa orang-orang yang mereka cintai pergi secara tiba-tiba untuk selama-lamanya.

Selain menyisakan kesedihan, tragedi ini juga bakal merasakan dampak besar bagi hidup mereka di masa yang akan datang. Apalagi buat keluarga yang menggantungkan nafkah dari mereka yang menjadi korban meninggal.

Coba pikirin deh, untuk yang kehilangan kepala keluarga, bisa jadi hidup mereka gak akan sama seperti sebelumnya. Soalnya, mereka kehilangan tulang punggung yang selama ini kasih nafkah. Lalu, bagaimana nasib mereka?

Korban Lion Air JT610 akan dapat ganti rugi Rp 1,25 miliar

Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air.(Shutterstock)
Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air.(Shutterstock)

Memang, pihak maskapai penerbangan berkewajiban memberikan santunan yakni senilai Rp 1,25 miliar buat penumpang yang meninggal dunia. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 mengenai Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Selain itu, PT Jasa Raharja selaku perusahaan milik negara yang mengurusi masalah asuransi kecelakaan, akan memberikan santunan pula. Besarannya, buat yang mengalami luka, akan mendapat dana sampai Rp 25 juta, sedangkan yang meninggal atau cacat menerima Rp 50 juta.

Oke, sekilas nilainya terkesan cukup besar. Rp 1,25 miliar lho! Tapi, coba hitung ulang, apakah benar-benar cukup untuk menghidupi keluarga sampai 10, bahkan 20 tahun ke depan? Apalagi yang istrinya memang tidak bekerja dan punya anak yang butuh dana pendidikan. Yakinkah cukup? Inflasi tentu bakal menurunkan nilai uang tersebut dari tahun ke tahun.

Ini yang harus dilakukan kepala keluarga

Ilustrasi asuransi. (Shutterstock)
Ilustrasi asuransi. (Shutterstock)

Dengan adanya tragedi Lion Air JT610 ini, kamu yang udah jadi kepala keluarga, pastinya jadi mikir kan? Kematian bisa menjemput kapan saja.

Iya kalau meninggal dunia karena kecelakaan pesawat, penggantiannya Rp 1,25 miliar. Meski cukup atau gaknya masih diragukan, setidaknya keluarga bisa menggunakan uang itu buat memenuhi kebutuhan sepeninggal kamu, lalu menabung atau menginvestasikan sebagian dalam bentuk saham, reksa dana, atau deposito.

Lha kalau kematiannya disebabkan hal lain? Sakit kronis misalnya. Kan gak dapat santunan seperti korban kecelakaan pesawat.

Makannya itu, kamu perlu punya asuransi jiwa. Pihak asuransi jiwa akan memberikan uang pertanggungan (UP) sesuai kontrak asuransimu setelah kamu meninggal dunia.

Dengan uang pertanggungan tersebut, keluarga yang ditinggalkan bisa terus melanjutkan hidup, termasuk membiayai pendidikan anak sampai bisa mandiri dan menafkahi hidupnya sendiri. Gak mau kan hidup keluargamu susah gara-gara gak ada lagi yang menafkahi mereka?

Hitung kebutuhanmu dan keluarga

Hitung kebutuhan. (Shutterstock)
Hitung kebutuhan. (Shutterstock)

Langsung tergerak buat beli polis asuransi jiwa? Eits, tunggu dulu, ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan untuk membeli asuransi.

Yang pertama adalah menghitung uang pertanggungan asuransi jiwa yang kamu butuhkan. Sementara itu, yang berikutnya adalah menentukan jenis asuransi jiwa mana yang harus kamu ambil.

Menghitung uang pertanggungan (UP)

Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menghitung jumlah uang pertanggungan yang dibutuhkan keluarga saat ditinggal tulang punggung pencari nafkahnya. Salah satunya adalah metode Human Life Value. Mari menghitung sama-sama dengan contoh kasus berikut ini.

Tony adalah seorang lelaki berusia 35 tahun dengan penghasilan Rp 10 juta per bulan. Setelah dipotong pajak dan kebutuhan pribadi Tony (makan, transportasi, gaya hidup), uang yang diberikan untuk kebutuhan keluarga adalah Rp 5 juta. Istri Tony adalah ibu rumah tangga dan mereka memiliki seorang anak berusia 10 tahun.

Apabila Tony meninggal dunia, tentu saja keluarganya tidak punya lagi tulang punggung untuk menafkahi mereka. Maka, besarnya uang pertanggungan Tony bisa dihitung secara sederhana sebagai berikut.

Rp 5.000.000 x 12 bulan x 10 tahun = Rp 600.000.000

Perhitungan di atas adalah perhitungan sederhana, tanpa menghitung bunga atau potensi kenaikan gaji per tahun. Angka 10 tahun didapat dari perkiraan jumlah tahun sampai anak Tony bisa mandiri dengan mencari nafkah sendiri.

Dengan demikian, sepeninggal Tony, tiap bulannya sang istri dan anak tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup sama seperti sebelumnya tanpa kerepotan harus mencari sumber penghasilan lain.

Asuransi berjangka

Langkah selanjutnya adalah menentukan, asuransi jiwa mana yang akan diambil. Asuransi jiwa yang pertama adalah asuransi jiwa berjangka (term life insurance).

Asuransi Jiwa Berjangka adalah perlindungan asuransi yang memberikan jaminan asuransi kepada pemegang polis asuransi selama jangka waktu tertentu. Apabila terjadi resiko kematian selama kontrak asuransi berlangsung, maka pihak asuransi akan membayar sejumlah uang pertanggungan.

Biaya premi (uang yang harus dibayarkan kepada pihak penyedia asuransi) bulanannya relatif terjangkau. Malahan, ada yang cuma di kisaran ratusan ribu rupiah per bulan.

Salah satu produk asuransi dari Manulife untuk kamu yang berusia 18-65 tahun misalnya, cuma mensyaratkan untuk menyisihkan sekitar Rp 400 ribuan per bulan flat alias tidak berubah selama masa pertanggungan. Manfaat perlindungan yang didapat mencapai Rp 750 juta.

Kelebihan asuransi term life ini adalah dapat diperpanjang hingga periode masa pertanggungan berikutnya sampai usia tertentu. Biasanya masa pertanggungan beragam, antara 5-20 tahun.

Sayangnya, jika tidak ada kecelakaan atau kematian pada akhir masa pertanggungan, premi yang sudah dibayarkan tidak bisa ditarik kembali.

Asuransi unit link

Asuransi unit link adalah asuransi yang merupakan gabungan dari asuransi dengan investasi. Premi yang dibayarkan peserta akan dimasukkan dalam dua pos berbeda, yakni pos investasi dan pos asuransi.

Kelebihannya, premi bisa dicairkan dalam jangka waktu tertentu meskipun tertanggung tidak sakit, atau mengalami kematian. Selain mendapatkan proteksi, kamu juga bisa sekalian investasi.

Tapi, ada tapinya nih. Uang pertanggungan jadi lebih kecil dari asuransi jiwa murni. Di sisi lain, investasinya juga nanggung karena dibagi dengan pos proteksi asuransi. Itupun belum tentu untung, karena investasi pasti memiliki risiko.

Selain itu, jika mencairkan dana sebelum periode yang ditentukan berakhir, akan dikenakan potongan penalti pula.

Kalau begitu, mana yang sebaiknya dipilih? Semua tergantung pada kondisi keuangan dan statusmu sekarang. Jika kamu adalah kepala keluarga yang masih memiliki tanggungan anak, ada baiknya memilih asuransi jiwa berjangka karena kemalangan bisa terjadi kapan saja. Contohnya ya seperti tragedi Lion Air JT610. Makannya, kamu harus sudah siap dengan proteksi finansial untuk keluargamu. Tapi, bijaklah memilih asuransi jiwa. Pilihlah yang preminya ringan, namun memberikan proteksi maksimal.

Posting Komentar untuk "Belajar dari Tragedi Lion Air JT610, Kepala Keluarga Perlu Lakukan Ini Sejak Sekarang"